Episode 30

122 18 5
                                    


Ayran tidak mengerti kenapa ia harus menuruti apa kata-kata Ahva. Mungkin karena status mereka sekarang sudah menjadi sepasang kekasih maka dari itu sikapnya begini. Gadis itu langsung menurut tatkala Ahva menyuruhnya tetap menunggu di balik semak-semak sementara laki-laki itu masuk ke rumah batu itu. Teknisnya Ayran bisa saja menolak dan ikut menyusul, namun kekuatan cinta terlalu luar biasa hingga di menit pertama terasa berat untuk meninggalkan semak-semak itu.

Tapi ... setelah bermenit-menit terlewati tidak ada tanda-tanda Ahva keluar dari bangunan itu. Rasa khawatir mulai menyergapnya, membuatnya berperang dengan dirinya sendiri untuk memutuskan langkah yang akan ia ambil. Gejolak dalam dirinya tidak berlangsung lama karena Ayran paham betul apa yang sedang terjadi sekarang bukanlah sesepele pertengkarannya dengan Raxel.

Dengan jantung yang degupannya meningkat tiba-tiba Ayran mengambil sebuah ranting. Walau benda itu cukup rapuh, tapi setidaknya itu bisa membantunya jika terjadi hal yang mendesak. Langkahnya begitu perlahan masuk ke mulut bangunan itu hingga kemudian ruangan redup yang diterangi oleh api berwarna abu-abu pucat itu menyapanya. Untuk sesaat Ayran merasa kagum dengan benda yang terkesan mistis yang terlihat sangat cantik itu. Kemungkinan besar ia akan tertahan di ruangan itu selama beberapa menit jika saja kemudian telinganya mendengar suara samar dari salah satu dari dua lorong yang ada di sana.

Sempat ragu Ayran akhirnya meneruskan langkahnya. Genggaman tangannya pada ranting yang ia pegang menguat seiring dengan langkah yang diambil. Suara-suara itu semakin mengeras, membuat Ayran sedikit gentar dan sempat berpikir untuk memundurkan langkahnya. Namun, hal itu langsung ia lempar jauh-jauh kala wajah-wajah orang yang gadis itu sayangi melayang di pikirannya seakan memberi dorongan di setiap langkah majunya.

Tubuh Ayran tersekat kala mendapati apa yang terjadi di depan matanya. Di ujung lorong ia dengan jelas dapat melihat sosok tinggi besar yang sedang menghentakkan kakinya pada seorang laki-laki yang memeluk kaki berkulit kasarnya. Tidak lama setelah sosok itu mendongakkan kepalanya kembali, membuat Ayran semakin terkejut dengan apa yang didapatinya.

Sosok itu mencekik Ahva dengan kekuatan yang tidak bisa dibilang biasa, karena laki-laki yang Ayran yakin kakinya tidak menapak itu meringis kesakitan dengan mata yang terpejam rapat dan kepala yang mendongak ke atas. Panik Ayran mengedarkan pandangannya ke sekeliling hingga kemudian matanya bersitatap dengan belati yang ia minta dari Urdha. Dengan langkah yang sangat hati-hati gadis itu melangkah mengambil benda tajam itu. Menggenggamnya dengan erat sebelum kemudian berjalan cepat untuk menusuk tepat di area jantung sosok itu.

Jleb!

Tubuh besar itu kemudian luruh ke tanah diikuti oleh terlepasnya cengkraman pada leher Ahva. Tubuh Ayran bergetar hebat dengan mata yang menatap nanar ke arah belati di tangannya dan sosok menyeramkan yang baru saja tumbang di hadapannya diikuti dengan api-api kelabu yang juga ikut menghilang.

Ia baru saja membunuh seseorang, dan itu berarti....

Ia seorang pembunuh.

Tubuh Ayran ikut luruh tidak lama kemudian dengan tubuh gemetar yang memaksa dirinya terduduk di tanah. Kepalanya tertunduk dalam dengan mata yang masih terbuka lebar. Masih belum percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan. Perlahan tanpa diminta ketakutan muncul dari dalam dirinya dan mendorong bah air mata keluar dari balik kelopak matanya.

"Gue ... hiks ... bunuh orang...."

Sesuatu yang hangat tiba-tiba menyentuh kedua pipinya. Membuat kepalanya tertarik oleh sesuatu yang hangat itu dan akhirnya mendapati wajah Ahva yang tersenyum penuh kelegaan. Sesuatu yang hangat itu adalah dua telapak tangan Ahva yang kini bergerak dengan lembut di permukaan pipinya memberinya kehangatan sekaligus rasa tenang.

KELABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang