Kebahagian adalah apa yang diharapkan oleh setiap manusia, dan kesedihan adalah suatu hal yang pasti akan ditemui setiap insan. Seberapa keras pun diri mencoba menghindari rasa sedih itu pasti akan datang silih berganti, berselang-seling dengan kebahagiaan. Membuat segala kehidupan tidak terpaku pada satu hal. Pun begitu dengan perpisahan.Perpisahan satu kata yang menjadi momok bagi hampir semua manusia. Sebuah kepastian yang kerap kali berusaha dilupakan namun akhirnya tetap akan terjadi. Tidak akan menunggu kapan seorang itu siap, karena ketika sebuah pertemuan terjadi maka perpisahan akan mengiringinya.
Hari sudah beranjak senja ketika Ayran berdiri di sebuah gundukan tanah basah yang di kedua ujungnya dihiasi oleh sebuah batu yang salah satunya terpatri sebuah nama. Kepalanya tertunduk meresapi kesedihan yang ia rasakan bersama dua laki-laki yang sangat disayangi walau dalam artian yang berbeda. Ayran memang tidak begitu mengenal Ardo dengan baik sebagai seorang adik kelas maupun adik Ahva, tapi tetap saja kepergiannya yang begitu mendadak tetap meninggalkan sebuah luka untuknya.
Ya, Ardo memang sudah meninggalkan mereka semua bersama dengan segala kenangan yang telah ia buat. Pergi ke sebuah tempat yang hanya bisa dijamah dengan menyentuh kematian terlebih dahulu. Kemarin Ayran kira ia akan mendapatkan sebuah berita bagus ketika menjejakkan langkah bersama Raxel di rumah sakit setelah di antar ayah. Gadis itu berharap teman adiknya itu sudah membuka matanya dan segala kekhawatirannya sirna dengan melihat sorot mata laki-laki itu.
Nyatanya bukan hal itu yang Ayran temukan begitu sampai di sana. Yang ia temukan justru Ahva yang masih mengenakan pakaian yang sama terduduk lemas di lantai rumah sakit dengan air mata yang membasahi wajahnya. Di samping laki-laki itu ada seorang dokter berjas putih dan susternya yang ikut berjongkok untuk menangkan Ahva.
Semua begitu tidak terduga dan cepat. Setidak terduga bagaimana Ardo pergi bahkan sebelum Ayran mengenalnya lebih jauh. Karena itulah hidup dan itulah kematian, begitu tidak terduga dan cepat namun kadang berjalan amat lambat.
Proses pemakaman memang sudah selesai sejak matahari masih menyinari mereka dengan gagahnya hingga sekarang hanya ada ia, Ahva juga Raxel sepeninggal banyak orang yang menghadiri prosesi pemakaman. Ayran masih ingat dengan jelas bagaimana tempat ini dipenuhi dengan air mata beberapa jam lalu. Sebagian anak panti, teman sekelas Ardo, juga beberapa guru dan seorang wanita paruh baya yang tinggal lebih lama mengantar kepergian Ardo ke peristirahataannya yang terakhir.
"Kita harus pulang." Ahva berujar dengan mata yang masih menatap lekat pada nama yang terpatri di atas batu nisan. Rasanya sungguh tabu melihat nama adiknya tertulis di sana.
"Gue nggak mau pulang. Gue mau di sini," sahut Raxel yang sedari tadi berjongkok di samping Ardo dengan tangan yang menggenggam erat tanah pemakamam.
Ayran tidak tahu bagaimana jelasnya hubungan pertemanan Ardo dan Raxel dan seberapa dekat mereka. Akan tetapi dari apa yang ia lihat saat ini dan sejak proses pemakaman berlangsung, Raxel adalah orang yang paling merasa kehilangan dengan ketiadaannya. Adiknya itu menangis sejak tahu jika Ardo tak akan bisa lagi membuka matanya dan membuat matanya sendiri saat ini terlihat merah dan sembab.
Ayran menghembuskan napasnya panjang, berusaha menghilangkan sesak akibat melihat keadaan adiknya. "Kita bisa harus pulang Raxel. Udah mau sore. Ayah sama bunda pasti khawatir."
Raxel menggeleng kuat-kuat dengan sebelah tangan yang kemudian meraih batu nisan di hadapannya. Sedetik kemudian setitik air mata lolos di matanya dan sebuah isak lirih mewarnai area pemakaman di sore itu.
"Gue ... hiks-nggak mau-hiks ... pulang...."
Ada sesak yang teramat dalam menyiksa di dada melihat keadaan adiknya. Ayran tidak tahan lagi dengan pemandangan itu hingga kemudian ia berniat mendekat dan memeluk Raxel. Sayangnya belum sempat ia melangkah ia merasakan sebuah cekalan yang memaksa tubuhnya berbalik. Tentu saja tangan itu milik Ahva.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU
Teen FictionCOMPLETED [Fantasy-Teen Fiction-Romance] Apa yang lebih sulit dari merasa bersalah akan suatu hal? Menjadi pelaku utama kesalahan itu? Ayran rasa tidak. Yang lebih berat adalah terjebak di antara benar dan salah, hitam dan putih. Semuanya terasa bu...