Episode 31

116 17 15
                                    


Rasa ngeri akibat tindakan spontannya menusuk Nilam dari belakang masih tersisa dalam dirinya. Betapapun itu adalah salah satu hal paling menegangkan dan mengerikan yang pernah Ayran lakukan. Akan tetapi semua rasa itu menghilang tanpa jejak saat ia dan Raxel melangkahkan lagi ke ruangan di mana Ahva dan Ardo berada.

Kedua laki-laki itu memang masih ada di sana dengan Ahva yang mengusap bercak darah di leher adiknya dengan kain dari lengan kemeja yang dikenakannya. Namun anehnya monster bernama Nilam itu tidak ada. Ayran mengernyit keheranan dengan mata yang terus menatap ke arah di mana Nilam tadi tergeletak sembari kakinya mendekat ke arah Ahva. Di bekas tempat monster itu masih ada jejak tubuh besar juga beberapa kupu-kupu kecil berwarna abu-abu yang hinggap di sana. Jelas ini bukan suatu pemandangan yang biasa.

"Ardo! Lo nggak apa-apa, kan?!" Raxel langsung panik tatkala matanya bertemu dengan Ardo. Adiknya itu langsung berlari ke arah temannya dan mengecek seluruh badannya.

Ardo tersenyum lemah. "Gue nggak apa-apa."

"Syukurlah."

Ayran ikut bersyukur saat Ardo mengatakan tidak apa-apa, walau sebenarnya penampilan laki-laki itu sekarang tidak jauh beda dengan korban pengeroyokan. Ayran ikut berjongkok di sisi Raxel untuk melihat lebih dekat keadaan calon adik iparnya itu hingga kemudian matanya bertemu dengan Ahva. Laki-laki itu tersenyum padanya. Bukan senyum seperti yang biasa Ahva berikan pada banyak orang, tapi sebuah senyum yang penuh makna dan rasa syukur sekaligus lega.

"Aku senang kamu baik-baik aja," ucap Ahva pada akhirnya.

"Aku juga."

"Kalau gitu kita harus segera keluar dari pulau ini. Kita temui Urdha."

Ayran mengangguk patuh mendengar ucapan Ahva. Laki-laki itu lalu berdiri kemudian membantu adiknya yang bersandar di salah satu tembok bangunan untuk berdiri dan membawanya keluar dari bangunan itu. Raxel yang dalam keadaan baik-baik saja dengan sigap membantu Ahva dan membantu dari sisi kiri tubuh Ardo. Membantunya berjalan dengan hati-hati walau ada seberkas rasa tanya yang muncul dalam benaknya.

Sejak kapan kak Ay sama kak Ahva pake aku-kamu? Apa jangan-jangan....

"Raxel! Yang bener kalau nuntun!"

Raxel mendesis kesal mendengar suara kakaknya ketika belum genap empat langkah ia menuntun Ardo. Baru saja tadi peluk-pelukan macam kakak adik yang harmonis dan nggak pernah gelut, eh ... sekarang malah bacot kayak gini. Untung aja dia kakak.

"Iya! Iya! Ini juga bener, kok. Kak Ay aja yang nggak lihat. Maka-"

Gerutuan Raxel mendadak terhenti saat kakinya melangkah keluar dari bangunan batu itu. Walau selama di tempat ini ia hanya berdiam di dalam ruangan, tapi laki-laki itu masih bisa melihat-walau hanya sedikit-dari jendela jika kalau keseluruhan tempat ini berwarna abu-abu. Tidak hanya di luar tempat Raxel dikurung, namun juga di dalam tempatnya dikurung. Keseluruhannya berwarna abu-abu. Akan tetapi saat ia melangkahkan kaki keluar barusan ... ini adalah kali pertamanya ia melihat warna lain selain abu-abu dalam seminggu ini.

Semua warna kelabu yang membuat pulau ini menjadi suram telah sirna.

Raxel jelas takjub dengan apa yang baru saja ia lihat. Warna hijau dari dedaunan dan juga warna cerah dari berbagai macam bunga membuatnya begitu kagum sampai-sampai dia lupa jika ia sedang menuntun Ardo. Raxel melangkah lebih cepat dari yang seharusnya hingga membuat kaki Ardo salah melangkah, tentunya apa yang terjadi selanjutnya sudah bisa ditebak.

"AA!!"

Raxel tersentak kaget dan dengan segera kembali memundurkan langkahnya dan memeriksa kaki temannya itu.

KELABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang