Episode 6

205 26 13
                                    

Pada akhirnya Ayran hanya bisa menurut dan melaksanakan perintah dari bundanya. Maka dengan adanya perintah itu dia lebih terlebih dulu harus mengantar Raxel ke Elara lalu lanjut ke kedai seblak langganannya. Kedai itu bernama kedai pak rondo, namun Ayran sendiri lebih suka menyebutnya dengan kedai seblak pak Budi, karena sang pemilik dan pendirinya memang bernama Budi. Sebuah nama yang begitu melegenda dan kerap tertulis di buku sekolah ketika SD.

Saat sampai di sana kedai itu terlihat tidak begitu ramai. Mungkin karena ini masih terhitung agak pagi dan orang-orang masih belum ingin makan makanan pedas itu. Ayran segera memarkirkan motornya di pelataran kedai yang teduh, karena bagaimanapun matahari sudah mulai naik dan gadis itu tidak mau saat pulang nanti bokongnya serasa di panggang karena sadel yang panas.

Setelah masuk Ayran segera memesannya langsung pada pak Budi yang dengan sigap mendekatinya dan bertanya pesanannya. Hal yang biasa pria paruh baya itu lakukan pada pelanggan yang sudah dihafal wajahnya. Ayran segera menyebutkan pesanannya dan tidak lupa menambahkan kata 'dibungkus aja'. Setelahnya gadis itu duduk di salah satu kursi yang kosong dan mulai mengeluarkan ponselnya untuk membunuh kekosongan. Namun mendadak perhatian Ayran pada ponselnya tidak bertahan lama kala samar-samar telinganya mendengar dua remaja yang kemungkinan masih SMP memasuki kedai.

"Mobil di depan tadi bagus banget."

"Iya, tapi siapa yang dateng beli seblak pakai mobil mewah."

Sebenarnya itu hanyalah percakapan biasa, tapi entah kenapa itu membuat Ayran penasaran dan akhirnya melongok 'kan kepalanya ke arah depan kedai. Benar saja, di depan ada sedan mewah yang baru pertama kalinya Ayran lihat di kedai pak Budi. Karena penasaran dengan pemilik mobil itu, kepalanya langsung tersentak kembali ke dalam kedai dan memperhatikan setiap pengunjung diam-diam. Dan belum sampai matanya menelusuri seluruh tempat itu, matanya bertemu dengan pemandangan indah.

Pemandangan indah itu tentu saja berupa laki-laki tampan, dan semakin indah pemandangan itu jika dia adalah Ahva. Pemuda itu duduk di salah satu meja yang letaknya agak jauh darinya bersama seorang pria yang sedang membelakanginya. Dilihat dari postur tubuhnya dari belakang, Ayran bisa memperkirakan itu adalah orang tua Ahva.

Orang tua Ahva? Berarti calon mertuanya, dong?

Tanpa sadar gadis itu terkekeh dengan mata yang masih menatap ke arah meja Ahva terang-terangan. Ayran bahkan sampai lupa dengan eksistensi ponselnya yang kini hanya menyisakan layar yang menggelap. Kalau begini caranya Ayran rela duduk di kedai seblak pak Budi sampai sore, asal ada pemandangan yang seperti ini.

Merasa ponselnya saat ini tidak berguna, Ayran kembali menyimpan benda itu ke dalam sakunya dan fokus menatap masa depannya. Hingga tiba-tiba ... pandangannya bertemu dengan manik mata milik Ahva yang terlihat kaget melihatnya. Sedikit gelagapan, Ayran akhirnya memutuskan tersenyum untuk menyapanya dan langsung dibalas dengan hal yang serupa.

Hanya seperti itu, karena tidak berapa lama kemudian pak Budi datang mendekatinya sembari menyerahkan pesanannya dan menyebutkan sejumlah nominal yang harus dibayar. Ayran menyerahkan sejumlah nominal yang telah disebutkan kemudian mengucapkan terima kasih dan beranjak pergi, tapi sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu Ayran sempat menoleh lagi ke belakang. Tepat ke arah meja yang di duduki Ahva.

Laki-laki itu masih menatapnya dan terlihat gelagapan kemudian dengan cepat mengalihkan pandangannya. Merasakan hal yang sama, Ayran pun segera menyentakkan kepalanya dan melangkah lebih cepat keluar dari tempat itu. Dentuman jantungnya kini cepatnya bukan main. Ini memang biasa terjadi saat Ayran berdekatan atau menatap Ahva, tapi kali ini apa yang ia rasakan melebihi itu semua. Melihat bagaimana Ahva balik memandangnya dengan begitu lama entah kenapa membuat Ayran merona sendiri, dan sedikit berharap laki-laki itu merasakan hal yang sama.

KELABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang