Ahva tidak tahu di mana jelasnya ia sekarang, tapi seluruhnya serasa begitu asing baginya. Pasangan suami istri yang bernama Bein dan Rilla yang mirip dengan kurcaci di dalam dongeng anak kecil, keadaan hutan yang mirip dengan hutan belantara di hutan hujan, juga rumah mungil serta dekorasinya yang membuatnya serasa baru saja masuk ke dalam suatu film bergenre fantasi. Tapi, untuk saat ini Ahva tidak akan memikirkan hal itu terlalu berat. Ia harus lebih dulu memulihkan dirinya dan kemudian pulang. Papanya pasti sangat mengkhawatirkannya saat ini."Lo kelihatan cantik dengan baju itu." Ahva berkomentar saat melihat Ayran masuk ke ruang tamu.
Beberapa saat setelah mereka sampai di rumah mungil ini, Bein dan Rilla langsung mempersilahkan mereka berdua untuk membersihkan diri. Ayran tentu saja bisa melakukannya sendirian dan mendapat gaun cantik yang Rilla bilang adalah baju salah satu temannya. Sedangkan Ahva tentu saja dengan keadaannya saat ini tidak bisa melakukan apapun dengan benar sendirian, bahkan untuk membersihkan diri. Ia harus mendapat bantuan dari Bein untuk memakai baju-yang tentunya berukuran normal-setelah setidaknya keluar dari rumah lumayan lama dan membawa baju itu.
Gadis itu menggunakan gaun pendek selutut berwarna coklat tanah yang membuat mirip dengan kembang desa. Sederhana dan cantik. Gadis itu tidak berapa lama mendekat ke arahnya dengan wajah yang merona kemudian duduk di sofa yang lain. Ayran menunduk sesaat kemudian menatapnya dengan sisa rona yang masih bisa Ahva lihat.
"Gue justru merasa kayak orang yang hilang selama beberapa minggu. Baju ini warnanya jelek bang-Gue lupa! Pasti ayah sama bunda nyariin gue!! Gue harus pulang!!"
Ayran jelas panik ketika menyadari jika tidak pulang dari semalam. Tanpa sadar ia berdiri, hendak keluar dari ruangan hingga kemudian tangan Ahva mencegahnya. Ia tahu ini bukan saatnya untuk berbaper-baper ria, tapi membayangkan bagaimana posisinya dan Ahva sekarang, persis seperti seorang pemeran utama di dalam film yang meminta agar wanitanya tidak meninggalkannya. Membayangkan adegan itu wajah Ayran lagi-lagi dibuat merona kali ini oleh pikirannya sendiri.
"Lo mau ke mana?"
Jelas Ayran hampir lupa dengan keberadaan Ahva tadi ketika panik. Tapi kini gadis itu sadar ia harus ada di samping laki-laki itu untuk memberi dukungan, siapa tahu 'kan nanti bonus dengan rasa cinta Ahva yang perlahan tumbuh.
"Gue tadi ... sedikit panik. Maaf, ya. Ah! Gue baru ingat, Bein sama Rilla sedang pergi buat manggilin ... katanya sih tabib, tapi ... nggak tahu, deh."
Melihat bagaimana gadis yang duduk tidak jauh darinya itu berkata, Ahva dapat mengartikan jika gadis itu jelas merasakan keanehan yang sedari tadi ia rasakan. Tidak mau menyimpan kegundahan itu sendiri, Ahva menarik tangan Ayran yang masih dalam cengkraman lembutnya dan menuntunnya untuk mendekat ke arah sofa tempatnya berbaring. Sofa yang panjangnya tidak cukup mampu menampung tubuh tingginya.
"Apa lo merasakannya?" tembak Ahva secara langsung dengan suara yang lebih rendah mengantisipasi jika ada orang lain yang mendengar percakapan mereka.
Merasakan apa? Cinta? Kalau itu mah dari dulu.
"Nge ... ngerasaiin apa?"
Kepala Ahva sedikit terangkat, membuat jarak di antara mereka berdua kian menipis. Untung saja keadaan di ruangan ini agak gelap karena jendela yang terbuka memiliki ukuran yang tidak begitu besar hingga cahaya tidak banyak masuk dan bisa menyamarkan wajah Ayran yang merah padam. Sepertinya mulai saat ini Ayran harus mengendalikan dengan baik dirinya sendiri agar wajahnya tidak terlalu sering memerah ketika bersama Ahva. Karena entah kenapa Ayran punya firasat apa yang akan ia lalui bersama Ahva tidak akan sebentar.
"Tempat ini. Aneh."
Tidak tahan dengan kedekatan yang ada di antara mereka, Ayran dengan sedikit tidak nyaman memundurkan wajahnya. Berlagak menatap ke segala arah seperti orang yang sedang berpikir, padahal ia tahu betul apa yang dimaksud oleh laki-laki tampan bermata indah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU
Teen FictionCOMPLETED [Fantasy-Teen Fiction-Romance] Apa yang lebih sulit dari merasa bersalah akan suatu hal? Menjadi pelaku utama kesalahan itu? Ayran rasa tidak. Yang lebih berat adalah terjebak di antara benar dan salah, hitam dan putih. Semuanya terasa bu...