Bagaimana keadaan wajah kalian di pagi hari jika semalam baru bisa tidur ketika jam dinding menunjukkan angka tiga? Sudah pasti kusut tak terkira layaknya baju yang belum disetrika. Itulah yang dialami Ayran pagi ini. Wajahnya benar-benar kusut dengan kantung mata yang menunjukkan betapa menderitanya ia semalam.
Semalam setelah Raxel sudah mengeluarkan kawanan hewan menjijikkan itu, Ayran akhirnya kembali ke kamar-walau sebenarnya tidak mau. Sebelum langkah kakinya benar-benar masuk mata gadis itu harus lebih dulu mengelilingi kamarnya sendiri. Memeriksa jika saja ada kecoak yang belum Raxel tangkap. Sesuatu yang sama terjadi lagi saat ia akan menaiki ranjang. Ayran harus lebih dulu mengacak-acak tempat itu baru kemudian membereskannya lagi dan mulai tidur.
Ayran pikir setelah memastikan semuanya aman, ia dapat tidur dengan tenang seperti biasa. Ternyata, ia salah. Sepanjang malam hatinya dipenuhi rasa was-was yang menyebabkan kantuk tidak kunjung menyambanginya. Jadilah Ayran saat ini duduk di bangkunya berusaha mendengarkan apa yang gurunya dengarkan sembari menahan kantuk.
Ini benar-benar menyiksa.
"Lo kenapa dah, Ay? Kurang darah lo?"
Ayran menyentakkan kepalanya ke arah Elma saat mendengar suara temannya itu, membalas tanya temannya itu dengan wajah yang masih kusut dan bibir yang mengerucut. Ayran kemudian menyandarkan sikunya di meja dan membiarkan kepalanya menyandar di telapak tangannya.
Ayran menatap ke depan sekilas. Ternyata guru yang mengajar sudah keluar entah sejak kapan. "Gue ngantuk."
Mata Elma memicing bingung. "Ngantuk? Emang lo semalam ngapain? Ikut ngeronda?"
Sebelum menjawab Ayran berdecak kesal mengingat kejadian semalam. "Gue nggak bisa tidur habis dikerjain sama Raxel."
Seakan sudah terbiasa dengan cerita seperti ini Elma langsung terkekeh. Membuat Ayran kontan langsung mendengus kesal melihatnya. Kejadian ini memang bukan pertama kalinya terjadi-tapi tidak sering terjadi juga. Beberapa waktu lalu ini juga pernah terjadi saat malamnya Raxel dengan isengnya meletakkan karet mainan berbentuk cicak yang begitu mirip. Tentu Ayran dibuat terkaget-kaget sampai menangis hingga tidak bisa tidur sampai pagi.
"Emang lo diapain sama adik lo, sih?"
"Kayaknya sih dia balas dendam. Soalnya paginya gue ngolesin balsem ke bibirnya buat bangunin itu anak, eh ... terus malamnya gue dikerjain. Masa dia masukin kecoak di kamar gue. Ya, otomatis gue pingsan, lah." Ayran bercerita dengan menggebu-gebu tidak peduli bagaimana Elma dan seseorang di balik punggungnya tertawa pelan.
Tunggu.
Seseorang ...
... di balik punggungnya?
Bukannya Ahva, ya?
Dengan kekuatan secepat kilat yang menyambangi bumi Ayran membalik tubuhnya. Benar saja, matanya langsung bertemu dengan tawa menyenangkan Ahva yang tidak lama kemudian lenyap saat menyadari pandangannya. Laki-laki itu memandangnya tidak enak. Seakan lewat pandangan itu berusaha mengucapkan maaf.
"Maaf, gue nggak maksud nguping tadi."
Ayran mengerjapkan mata beberapa kali. Untuk sesaat dia mencerna apa yang Ahva katakan hingga kemudian ... ia menyadari sesuatu. Kalau tidak salah berarti Ahva mendengar ceritanya yang memalukan bukan?
Diam-diam Ayran langsung merutuk. Menyalahkan kebodohan juga kecerobohannya yang lupa dengan keberadaan pujaan hatinya yang ada di sampingnya. Harusnya tadi Ayran lebih hati-hati agar reputasinya sebagai perempuan yang anggun tidak hilang di mata Ahva.
"Maaf, ya."
Ayran meringis dengan perasan malu yang memenuhi dadanya. "Iya, nggak apa-apa. Lagi pula itu bukan sesuatu yang rahasia." tapi bisa merusak reputasi gue, Ayran melanjutkan dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU
Teen FictionCOMPLETED [Fantasy-Teen Fiction-Romance] Apa yang lebih sulit dari merasa bersalah akan suatu hal? Menjadi pelaku utama kesalahan itu? Ayran rasa tidak. Yang lebih berat adalah terjebak di antara benar dan salah, hitam dan putih. Semuanya terasa bu...