Episode 12

148 21 12
                                    

Memang tidak setiap kisah cinta harus tertulis pada sebuah goresan pena. Beberapa diantara kisah itu bahkan dibiarkan mengalir begitu saja dan tersimpan di antara dua hati yang mencinta. Namun, sayangnya itu tidak berlaku bagi Ayran. Gadis itu membutuhkan buku AA miliknya untuk mencurahkan hal yang terjadi saat di sekolah tadi di dalam buku itu.

Ayran terus mencari keberadaan buku itu, bahkan saat di sekolah. Ia sudah menanyai Elma dan Zea apakah menemukan buku bersampul merah jambu miliknya, tapi sayangnya mereka tidak menemukannya. Tidak hanya sampai di situ saja perjuangannya untuk mendapatkan buku itu kembali. Ayran bahkan saat sekolah tadi menanyai seluruh penghuni kelasnya, dan hasilnya tetap nihil.

Gadis itu sudah hampir menyerah menemukan buku itu, tapi saat pulang sekolah semangat itu terkumpul lagi kala tidak sengaja menatap Ahva tertawa bersama Hamlan-teman sebangku Ahva-saat akan keluar kelas. Alhasil Ayran menghabiskan waktu setidaknya sejam di ruang kelasnya setelah anak yang lain keluar. Untung saja waktu itu Raxel dengan baik hatinya mau menunggu sampai ia puas mencari buku miliknya walau akhirnya Ayran tetap tidak menemukannya.

Tapi ... aneh nggak sih tiba-tiba Raxel mau nungguin dia tanpa protes?

"Ayran, kamu ngapain?"

Ayran yang sedang berjongkok mengintip kolong ranjangnya seketika kepalanya tertoleh ke arah pintu. Di sana ada ayah yang sudah mengenakan kaus santai yang menatap putrinya penasaran. Pria itu kemudian masuk dan ikut mengintip ke kolong ranjang.

"Nyari apa? Kok gelisah banget kayak gitu?"

Ayran manyun, merasa tersiksa karena tidak bisa mengatakan rahasia ini. "Nggak nyariin apa-apa. Ayah ngapain ke sini?"

Ayah membalas dengan wajah ragunya, namun pria paruh baya itu memutuskan tidak pikir panjang. "Makan malamnya udah siap. Yuk!"

Ayran sempat ingin menolak dan mengatakan akan makan malam nanti saja karena ingin lanjut mencari buku itu, tapi setelah dipikir-pikir itu bisa menunggu. Perutnya sudah lapar dan jelas perlu diisi kembali. Dia memerlukan tenaga yang baru untuk mencari apa yang diinginkan.

"Oke."

Ayah tersenyum mendengar jawaban putrinya lalu kembali keluar dari kamar diikuti Ayran. Mereka berdua sampai di ruang makan tidak lama kemudian. Bunda dan Raxel juga sudah ada di sana, jelas mereka tadi menunggu kehadiran Ayran untuk dapat memulai makan malam ini.

Setelah semuanya duduk di tempat masing-masing, ayah memimpin doa dengan khusyuk dan mempersilahkan yang lain makan. Keluarganya bukanlah jenis keluarga yang melarang pembicaraan di meja makan, mereka bisa bertukar kalimat di sana untuk mengisi ruang kosong yang ada. Sebagian mungkin beranggapan itu tidak sopan, tapi itulah keluarganya dan Ayran juga nyaman dengan itu.

"Gimana sekolah kalian? Baik?" Ayah mulai bertanya. Membuka sesi obrolan mereka saat makan malam

"Seperti biasa. Baik. Cuman beberapa hari ini agak kesel aja." Ayran yang lebih dulu menjawab kemudian kembali menyuapkan makanan miliknya.

"Kesel kenapa?" Kali ini bunda yang bertanya.

"Barangnya ada yang ilang. Tadinya aku mau bantuin, tapi kak Ay nggak mau bilang barang apa yang hilang. Jadi nggak jadi bantuin."

Ayran kalah cepat untuk menjawab pertanyaan orang tuanya, bikin ia sedikit kesal karenanya. Tapi toh sebenarnya bukan masalah, yang paling penting adalah maksudnya tersampaikan. Walau dari mulut Raxel.

"Emang apa yang hilang?" Ayah bertanya lagi.

"Rahasia."

"Tuh, kan! Aku bilang apa tadi."

KELABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang