04. Koko Marah?

435 67 3
                                    

"Makasih ya, Kak. Maaf ngerepotin banget dan bikin pulang malem, padahal Kak Dion harus istirahat buat kuliah besok."

"Gak apa-apa, santai aja. Lo, kan adek gue juga."

Gue mengucapkan terima kasih kepada Kak Dion karena dia yang sudah berkenan mengikhlaskan waktu beberapa jamnya hanya untuk menemani gue. Mulai dari jemput di sekolah, makan, liat buku dan terakhir jalan-jalan —gak jauh, cuma muter-muter jalan yang biasa di jalanin orang aja.

Jujur, ini pertama kalinya gue jalan dengan cowo selain Koko dan juga Ayah. Gue hanya pernah jalan beberapa kali dengan cowo selain mereka, itu pun dengan Kakak sepupu gue.

Gue takut sebenernya... kalau Koko tau, dia bakalan marah ke gue atau malah marah ke Kak Dion?

Dengan tersenyum ke Kak Dion, gue pun masih berpikir untuk mengatakan apa kepada Koko. Motornya terlihat dari depan rumah, mobil Ayah juga ada. Gue harus alesan apa supaya orang tua gue dan Koko percaya sama gue? Atau gue bicara jujur dengan mereka?

"Yaudah, sana masuk. Biar nanti setelah di rumah, gue yang jelasin sama Koko lo. Biar percaya dia," ucap Kak Dion yang gue balas hanya dengan senyuman dan menganggukan kepala.

Gue yakin, kata-kata yang keluar dari mulut Kak Dion bukan hanya sekedar kalimat penenang, karena dia tau betul Koko gue seperti apa. Tapi tetep aja, gue masih deg-degan banget ketemu Koko.

"Yaudah deh, kalo lo gak mau masuk, gue aja yang cabut." Kak Dion mulai menyalakan mesin motornya. "Nanti, kalo di tanya Koko  jawab aja yang jujur. Biar sisanya gue yang jelasin."

Sekali lagi gue mengangguk untuk menanggapi, dan dalam hati membenarkan arahan dari Kak Dion.

"Langsung tidur, ya? Besok masih sekolah."

"Iya, Kak. Sekali lagi, makasih ya..."

Kak Dion mengangguk dan berpamitan, "Gue duluan."

Dengan perlahan gue berbalik dan berjalan menuju pintu rumah. Melepas sepatu dan masuk secara perlahan.

"Jia pulang..." cicit gue dengan kembali menutup rumah.

Rumah sepi, gak ada suara tanda kehidupan manusia. Pintu kamar Koko dan orang tua gue tertutup rapat.

Mereka kemana? Motor Koko dan Mobil Ayah ada di depan, tapi kenapa orangnya gak ada?

Gue melangkah perlahan menuju kamar dengan langkah kaki tanpa suara. Persis maling.

"Baru pulang, dek?"

Gue berjengit kaget tepat di depan pintu kamar ketika sebuah suara menyapa gue. Untung gue gak punya penyakit jantung, jadi gue gak pingsan tiba-tiba karena kaget. Alay amat lo, Jia...

"Hehe... Iya, Ma."

Gue berbalik dan menatap Mama yang sedang berdiri di depan pintu dengan membawa sebuah gelas pada tangan kanannya.

"Maaf, Jia gak kasih kabar. Hp Jia mati, Ma." gue menundukkan kepala, merasa bersalah dengan apa yang gue bilang barusan.

Lain dari bayangan, Mama malah senyum ke gue. Bikin gue mau gak mau ikut senyum, meskipun agak kaku.

"Iya, gak apa-apa, yang penting pulangnya gak malem banget." ucap Mama dan gue hanya mengulum senyum. "Yaudah, sekarang mandi, makan. Habis itu kerjakan tugas rumah kalo ada, kalo enggak langsung tidur, ya?"

Akhirnya Mama berjalan menjauh menuju dapur dan berucap dengan meneruskan jalan, "Minta maaf sama Ayah, jangan lupa. Dia khawatir banget sama kamu."

"Iya." jawab gue pelan, "Koko?" lanjut gue, bermaksud menanyakan keberadaannya.

Namun belum sempat Mama menjawab pertanyaan gue, suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian gue. Di balik pintu itu ada Koko, dengan jeans dan baju berwarna abu-abunya. Membawa tas kecil dan skateboard miliknya.

Dia menatap gue dari atas sampai bawah sebentar dan berlalu pergi setelahnya untuk mencari Mama di dapur, sedangkan gue masih terpaku. Pasti Koko marah.

Gue mendengar pembicaraan Koko dan Mama; Koko yang meminta izin untuk pergi berkumpul dengan teman-temannya yang sesama pecinta skateboard. Dan Mama yang mengiyakan.

"Jangan pulang malem-malem, Ko!"

Teriakan Mama terdengar saat Koko sudah melewati gue menuju depan rumah tanpa menoleh sedikit pun.

Tanpa pikir panjang, gue menghampiri Koko yang hampir menaiki motornya.

"Ko!" panggil gue dan Koko berbalik. "Kata Mama, jangan pulang malem-malem."

"Anaknya yang cewek di bolehin untuk pulang di atas jam 6, dan gue yang cowok di wanti-wanti untuk gak pulang malem?"

"Ko, maksud Mama gak git—"

"Terus gimana?" Koko menatap gue lalu menepuk helm yang ada di depannya dengan kasar, "Ah, anjing!"

Koko mengumpat dengan mengalihkan pandangannya, itu membuat gue otomatis diam dan menatapnya dengan takut. Koko serem, sumpah. Meskipun gue tau, umpatan itu bukan di arahkan ke gue, melainkan untuk dirinya sendiri yang terlanjur kesal. Tapi tetep aja itu karena gue.

"Lo mikir gak sih? Lo cewek, Jia. Biar di bilang apa pulang di atas jam tujuh malem tanpa kabar? Pake seragam lagi. Biar di bilang gaul? Mikir coba, orang rumah tuh khawatir sama lo. Chat temen lo sana-sini, telpon orang tua temen sekelas lo, tanya kabar lo ke wali kelas. Bikin pusing, dan tiba-tiba lo pulang dengan enaknya bilang hp lo mati?" Koko mengusap wajahnya dengan kasar, gue tau dia sangat teramat marah besar.

Koko menaiki motornya dan mengenakan helm, bersiap untuk pergi.

"Besok berangkat sekolah sendiri, balik sendiri. Gak usah telepon gue lagi, udah gede kan sekarang?"

Meskipun Koko berucap dengan nada yang lebih rendah, tetep aja gue menundukkan kepala lebih dalam. Terlalu takut untuk menatap matanya.

Gue mematung dan setelah itu Koko menyalakan mesin motornya kemudian berlalu pergi meninggalkan gue di depan rumah dengan tangan yang benar-benar gemetar. Koko gak pernah sekasar itu sama gue, meskipun sikapnya yang cuek dan kadang ketus, Koko selalu bisa kontrol emosinya. Tapi kali ini enggak.

***

"Woy! Bengong aja,"

Gue mengerjapkan mata saat terasa tangan seseorang menepuk bahu gue.

Bukannya menanggapi, gue malah melihat jam tangan yang terpasang di tangan kiri gue.

Tersisa dua jam pelajaran lagi sebelum bel pulang di bunyikan, dan sampai sekarang gue belum bertemu dengan seseorang yang sejak pagi gue cari.

Iya, gue lagi cari seseorang yang bisa mempertemukan gue dengan Mas Bri. Gue butuh curhat ke Mas Bri sekarang.

"Celine," panggil gue kepada orang yang tadi menepuk bahu gue. "Jamkos sampe pelajaran ke berapa?"

"Sampe pulang, kenapa?"

"Bagus! Sekarang temenin gue ke kelas IPS 1, ya!"

Setelah berbicara kepada Celine, gue pun berjalan mendahului menuju kelas yang gue tau ada seseorang itu di dalamnya.

"Raya, tungguin!"

Teriak Celine saat gue lihat jarak gue dan dia semakin jauh.

"Ray, lo mau cari siapa di IPS 1?" Celine bertanya begitu langkah gue dan dia dekat.

"Gita,"

"Astaga!" Celine berhenti berjalan, membuat gue mengikuti.

"Apa?"

"Gita gak di kelas,"

"Hah?"

"Lo temennya tapi gak tau kebiasaan dia. Temen macem apa lo?" Celine kemudian berbalik, menuruni tangga sekali lagi menuju gedung depan.

"Lo mau kemana, Cel?"

"Mau finding Gita, abis itu walking-walking! Bye!"

Melihat dia menjauh, gue mendesah pelan. Dengan perlahan berbalik dan mengikuti.

"Kenapa gak langsung kasih tau, kalo lo tau dimana Gita? Nyebelin lo, Cel."

Possessive Bro • JaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang