Malam sudah datang, dan gue masih berdecak kesal karena teman-teman gue yang tidak bisa ditemukan di tengah lapangan ini. Setelah tadi gue pergi meninggalkan kak Dion, gue sama sekali gak liat dia. Kak Dion juga gak balik ke ruang multimedia. Gak tau kenapa, tapi gue kepo kak Dion kemana.
Gue berdiri dipinggir lapangan, menatap sekitar dengan ponsel yang masih di tangan gue. Sampai gue menyadari ada seseorang yang berdiri di sebelah gue.
Gue menoleh dan menghembuskan napas, "Lo kemana aja? Gue cariin."
Rayyan tersenyum kecil, "Iya, gue liat lo kok dari tadi."
"Terus lo ngebiarin gue kebingungan sendiri?"
Rayyan menoleh, memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Kalau gue ngebiarin lo, gue gak mungkin berdiri di sini."
"Terserah lo." Gue melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan, "Yang lain mana?"
"Tuh, mereka di pojok. Sengaja, kata Celine kalau hujan jadi aman." gue mengangguk mendengar penuturan Rayyan, "Ke sana?" tanyanya sekali lagi yang gue jawab dengan anggukan kepala.
Kita berjalan santai di tengah keramaian lapangan. Bazzar sudah selesai sejak sore tadi dan properti pun sudah di simpan di tempatnya, jadi lapangan terlihat lebih luas. Gue sempat berhenti di tengah lapangan, menatap pada panggung yang menjadi pusat malam ini. Rayyan ikut terhenti, ia menoleh.
"Ada yang ketinggalan?" tanyanya.
Gue menggeleng pelan, tersenyum singkat ke arah panggung yang di atasnya memang belum ada siapapun berdiri, tapi di samping kanan panggung gue melihat sosok yang familiar sedang tertawa lepas dengan seseorang di sebelahnya.
Rayyan mengibaskan tangannya didepan wajah gue membuat gue terlonjak kecil. Rayyan tersenyum.
"Rayyan gue kaget!"
"Liatin apa sampe fokus banget gitu?" sekali lagi gue menggeleng, "Bohong. Lo liat setan ya?"
Gue jadi memutar tubuh gue menghadap Rayyan dan mengangguk dengan wajah serius. Rayyan malah membulatkan matanya menatap gue.
"Beneran? Dimana? Bentuknya kayak apa?"
Gue mengangguk, "Didepan gue, bentuknya kayak lo."
Setelah itu gue langsung saja pergi dengan berlari kecil untuk mendekati teman gue yang lain. Rayyan diam, masih mencerna ucapan gue yang kemudian dia berbalik sembari menatap gue.
"Raya lo bener-bener!"
Gue tertawa, semakin memasang langkah lebar yang berakhir berlari untuk menjauhi Rayyan. Karena kalau gue deket Rayyan, bisa di pastikan dia akan menaruh kepala gue di sela antara tubuh dengan lengannya.
"Heh jangan lari!" teriak Rayyan yang membuat gue malah semakin tertawa lebar dengan lari yang lumayan cepat.
***
Jam sudah menunjukan pukul 10 malam dan gue masih berdiri di tempat yang sama sembari menunggu Koko dengan teman gue yang lain. Suasana sekolah masih terbilang cukup ramai, masih ada satu-dua orang yang berlalu lalang. Tadinya gue mau pulang sama Rayyan lagi, cuma sewaktu gue izin Koko gak ngebolehin dan minta gue untuk nunggu sebentar lagi untuk pulang bareng.
Setelah hampir 20 menit gue nunggu dengan ditemani keempat teman gue yang lain, gue baru melihat Koko berjalan beriringan dengan Mas Brian, dan jangan lupakan alat musik yang mereka bawa di punggung mereka.
Gue tersenyum lebar melihat Koko dari kejauhan dan menoleh untuk memanggil Gitta, memberitahu kalau Mas Brian sedang berjalan menuju ke arah kita. Tapi sebelum sempat gue menoleh sempurna, mata gue menangkap hal lain. Kak Dion berjalan dari arah berlawanan bersama perempuan yang gue lihat tadi dan menghampiri Koko dan Mas Brian. Mereka bercakap sebentar sebelum keempatnya berjalan bersama ke arah dimana gue dan teman gue yang lain sedang duduk menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Bro • Jae
Fanfic"Ko, mau kemana?" "Keluar, kenapa?" "Temenin beli makan dulu, dong." "Enggak ah," Lima belas menit kemudian... "Lah, kenapa balik lagi, Ko?" "Nih," "Apaan?" "Tadi katanya minta beli makan." *** Rasanya jadi adik perempuan yang paling di sayang, dan...