22. Pamit

191 28 1
                                    

Sudah lebih dari lima menit gue berdiri di depan kaca, memutar tubuh beberapa kali untuk melihat penampilan gue. Aneh, rasanya kayak masih ada yang kurang aja, tapi gue gak tau apa. Ponsel gue berdering beberapa kali membuat gue memutuskan untuk menjauhi kaca dan meraih ponsel gue yang berada di atas kasur.

"Halo," sapa gue saat telpon tersambung.

"Udah siap kan? Gue otw ya..."

Gue mengangguk dan membalas dengan dehaman kecil, "Iya." lalu sambungan telpon terputus.

Gue berjalan keluar kamar untuk menemui Koko yang berada di teras rumah dengan gitarnya. Gabut banget hidupnya, di depan teras cuma main gitar sambil minum kopi kalengan.

"Koko ganteng...." panggil gue saat berada disebelahnya.

Koko menoleh dan mengangkat alisnya, lalu matanya memincing untuk melihat penampilan gue dari atas sampai bawah. Dia menggelengkan kepala setelahnya dan kembali memetik senar gitarnya, bikin gue berdecak kecil.

"Ih, gue kan lagi baik-baikin lo. Dijawab kek gitu," gue mengambil duduk pada kursi di depannya. "Ko..." panggil gue sekali lagi.

Koko menghela napas dan menjauhkan jari-jarinya dari gitar kesayangannya, –yang gue lupa dikasih nama siapa karena terlalu banyak barang yang dia kasih nama. Gak menutup kemungkinan juga kalau setiap senar yang ada digitarnya juga dikasih nama.

"Mau ngomong apa? Gue gak budeg anjir, ngomong tinggal ngomong."

"Yaa abis gue gak ditanggepin dari tadi." rajuk gue.

Koko mengulum bibirnya, "Iya adikku sayang, mau ngomong apa?"

Gue mendesis kecil, "Ih, geli banget gue."

"Tuh kan, serba salah."

Gue tertawa mendengar responnya, "Gue mau pergi sama Rayyan. Bentar aja kok, yaaa?????"

"Sore-sore gini? Gak capek emang?"

Gue menggeleng kecil, "Enggak, sebentar doang kok."

"Kenapa tadi gak langsung aja pas pulang sekolah? Jadi kan gue gak perlu jemput lo,"

"Gitu yaaa.... Sekarang perhitungan banget sama adek sendiri."

Koko menggelengkan kepalanya lalu berdecak, jari-jarinya kembali memetik senar. "Sana deh pergi, pulang jangan malem-malem tapi kalau enggak mau gue aduin Mama."

Gue tersenyum lebar, bangkit dari duduk dan mendekat ke arah Koko. Mencium sekilas pipinya dan kembali masuk ke dalam rumah untuk membereskan apa yang perlu gue bawa.

"Woy pipi gue!" gue tertawa mendengar teriakan Koko dari luar rumah. Gak apa-apa lah sekali-kali kayak gitu, bosen gue berantem terus sama dia.

***

Gue keluar dari toko buku dengan membawa beberapa buku hasil buruan gue, novel sih lebih tepatnya. Sedangkan Rayyan berjalan di belakang gue dengan buku sains yang masih dia lihat dengan senyum di wajahnya. Sepuas itu. Gue berjalan agak ke pinggir, lalu menghentikan langkah untuk menunggu Rayyan yang berjalan beberapa langkah di belakang gue. Hari ini gak tau kenapa tiba-tiba Rayyan ngajak gue pergi untuk beli buku di saat dia bisa ajak Mirza kalau untuk sekedar nemenin.

"Mau makan dulu?" tawarnya saat sudah berada di hadapan gue. Ia menyimpan kembali bukunya, membiarkan tangannya hanya menenteng kantung belanja.

Gue menimang sebentar, "Langsung aja yuk? Takut Koko nunggu dirumah,"

"Yah... Makan dulu deh, sebentar aja. Itung-itung ucapan terimakasih dari gue."

Possessive Bro • JaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang