Gue merapikan sampah bekas makanan yang masih berantakan di lantai, bersiap untuk pulang karena sekarang jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Gitta sendiri sibuk mematikan laptop dan merapikan kasur Mas Bri yang kita buat gak berbentuk akibat sibuk melampiaskan rasa gemas dengan drama yang kita tonton tadi.
Setelah selesai, gue dan Gitta turun bersamaan mengarah pada ruangan tempat di mana Gitta dan Mas Bri berantem tadi.
Gue melangkah perlahan sembari memainkan ponsel. Gitta yang ada di sebelah gue menyenggol lengan gue beberapa kali, membuat gue menatapnya.
"Balik sama siapa?"
"Koko," jawab gue. "Tadi udah bilang."
Gitta mengangguk, dan setelah sampai pada lantai dasar Gitta berbelok ke dapur untuk membuang sampah. Sedangkan gue berjalan ke kanan, menghampiri manusia yang ada di depan sofa dengan kepala masih tertunduk.
Lewat ekor mata, gue melihat Koko berdiri dan merapikan bajunya dengan jaket yang tersampir di lengan kanan. Seseorang yang di sebelahnya, -yang gue gak tau siapa karena belum menoleh- juga ikut berdiri.
"Dek,"
"Hm?" gue menjawab panggilan Koko dengan kepala masih tertunduk.
"Jiraya.." gue menghela napas, mematikan ponsel dan mendongak untuk menatap Koko.
Tapi saat gue benar-benar berhasil mendongak, yang gue lihat di depan gue bukan hanya Koko, tapi ada kak Dion juga.
Gue berkedip beberapa kali dengan mengulum senyum. Kak Dion memakai celana jeans dan di padukan dengan kaos berlengan panjang berwarna hitam. Satu tangannya di gunakan untuk menyisir rambutnya kebelakang dengan jari-jari.
Napas gue tertahan.
Haduuhhh... Jangan gini kak....
Makin ganteng lo!
Bisa-bisa nanti Koko ngamuk karena gantengnya tersaingi sama lo kak!
Gue membatin dalam hati dengan melihatnya, membuat dia secara sadar tersenyum lebar ke arah gue. Gue gugup banget. Fix ini mah, siap-siap di cengin Koko karena salting.
Koko maju ke depan beberapa langkah mendekati gue, dengan tiba-tiba menutup kedua mata gue menggunakan telapak tangannya.
"Udah salting gitu masih aja diliatin, nanti kalau lo pingsan berdiri gimana?"
Dari sela-sela jari Koko gue bisa melihat kak Dion tertawa.
Gue mendengus dan siap mengamuk, namun urung saat Gitta dan Mas Bri yang datang dari dapur bersamaan.
"Anjir, Jae! Adek gue lo apain itu?!" teriak Mas Bri, menaruh nampan yang ia bawa ke atas meja dan mendekat ke gue.
Koko mengulurkan tangan, memberi isyarat agar Mas Bri tidak mendekat.
"Jangan suruh dia buka mata, nanti pingsan. Abis salting soalnya gara-gara diliatin Dion."
Tawa keras Gitta terdengar, membuat gue mendengus kesal.
"Ohh... Jadi udah menentukan pilihan nih?" ledek Gitta.
Koko yang masih menahan gue juga ikut bersuara. "Yon, bersyukur gue kemarin dapet pencerahan dari Ridan dan Kevin. Karena kalau enggak, sampai sekarang lo gak akan gue bolehin jadian sama Jia."
Gue mengerutkan alis, menajamkan pendengaran.
Senyum di wajah kak Dion luntur, di gantikan dengan wajah penuh raut bertanya.
Mas Bri ikut diam dengan Gitta.
Seketika suasana rumah berubah sepi, dan Koko yang menyadari itu langsung memasang wajah datar lagi dan berdehem pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Bro • Jae
Fanfiction"Ko, mau kemana?" "Keluar, kenapa?" "Temenin beli makan dulu, dong." "Enggak ah," Lima belas menit kemudian... "Lah, kenapa balik lagi, Ko?" "Nih," "Apaan?" "Tadi katanya minta beli makan." *** Rasanya jadi adik perempuan yang paling di sayang, dan...