10. Kaefce

363 59 5
                                    

Brian memandang aneh kepada Jae yang sedang telungkup di atas tempat tidurnya yang cukup besar itu. Brian merasa ada sesuatu yang mengganggu Jae saat ini, hingga ia datang ke rumah Brian seorang diri.

Brian mendekat dan menendang kaki Jae yang menggantung, membuat Jae berdecak dan mengomel.

"Lo kenapa? Galau karena di tolak siapa lagi?" tanya Brian.

Jae membalik badannya dan mengambil asal bantal Brian lalu melempar ke arah Brian, membuat lelaki itu mendelik dan gantian mengomel.

"Ya udah, maap. Lagian gue kan, lupa kalau semenjak putus sama Dira, lo jomblo."

"Gak usah di bahas."

Brian terkekeh dan meminum sirup dinginnya yang berada di atas nakas. "Kenapa lo?" tanya Brian, Jae masih diam memandang langit-langit kamar Brian. "Gak usah kayak bocah! Ngomong aja." amuk Brian, lagi-lagi menendang kaki Jae.

"Salah apa sih kaki gue, njing," geram Jae, "Lagian kepo banget lo, kayak bocah."

Brian yang tau dirinya kena serangan balik pun jadi berdecak dengan mengumpat, mengabaikan Jae. Brian berjalan menuju televisi lebar yang berada di kamarnya, berniat untuk bermain pees.

"Bri, nanti dulu dong!" tahan Jae, Brian menoleh dan berdecak, melempar pelan stik peesnya yang sudah ada di tangan.

Jae mendudukan dirinya, menghadap Brian yang duduk di lantai dengan alas karpet berwarna cokelat.

"Bahaya nih," ujar Jae, membuat Brian mengerutkan alis, "Kayaknya, adek gue baper sama Dion."

Brian sontak tertawa, mencibir Jae. "Ya, terus? Santai aja... Brigitta juga sering curhat ke gue kalau dia baper sama cowo."

"Lo sama gue itu beda, anjing!"

"Terus apa masalahnya sama lo, kalau Jia baper ke Dion?"

"Jiraya itu adek gue, Bri." Jae menghela napas.

"Udah tau." Brian mengejek, "Mau sampe kapan emangnya lo terus batasin Jia? Dude, dia juga harus tau gimana rasanya punya temen banyak, baper ke cowo atau yang lainnya. Suatu saat juga, dia bakalan punya suami, kan? Ya, kali... kalau Jia punya suami, dia tetep harus izinnya sama lo."

"Sekarang gue harus gimana?"

"Percuma lo nanya, kalau ujungnya saran dari gue gak lo pertimbangkan." Jae melempar bantal lagi, membuat Brian kesal dan melempar balik. "Iya, iya. Saran dari gue, lo biarin aja Jia sama Dion.'

"Ck, gak bisa. Bri, Jia itu masih kecil. Nanti kalau dia di sakitin sama Dion, gimana? Kalau Dion duain dia?"

"TERSERAH LO, JAE. TERSERAH."

Brian langsung bangkit dari duduknya dan meninggalkan Jae sendiri yang berdecak kesal.

***

Gue dengan kasar mengambil ponsel gue yang berada di atas nakas, terus saja bergetar. Membuat gue bersandar pada kepala ranjang dan membuka lock ponsel.

Pasti dari manusia-manusia aneh yang sekarang sedang sibuk di sekolah, mengingat sekarang adalah jam istirahat di sekolah. Karena hari ini, Ayah mengijinkan gue untuk bolos dengan alasan gak enak badan. Ayah dan Mama percaya aja, tapi Koko berulang kali bilang gue bohong buat gue melempar dia dengan botol air mineral tadi pagi.

Gue membuka grup, dimana menjadi asal-muasal yang menggangu ketenangan gue.

Kawan-kawanQ (5)

Celine: Jirayaaa, kukangen kamu.

Mirza: ^aku juga kangen kamu...

Possessive Bro • JaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang