08. Izin

434 67 5
                                    

"Terus, terus Koko lo bilang apa?"

Gue berdecak kala Celine memajukan kepalanya mendekat, gue pun memajukan salah satu jari dan mendorong dahinya pelan.

Saat ini, gue sedang bersama kedua teman gue. Menceritakan tentang kejadian di hari kemarin. Tentang kekejaman Gitta yang ngebiarin gue jalan, Koko yang sakit dan juga kedatangan Kak Dion ke rumah.

"Bilang apa, apanya?"

"Ya itu, Kak Dion ke rumah lo..." lanjut Celine.

Dan, sudah bisa di tebak. Celine yang paling antusias dengar cerita gue. Sedangkan Gitta yang sudah tau sebagian besar hanya menanggapi dengan wajar.

"Biasa aja, cuma ya gitu, diem-dieman." gue menjawab pelan.

"Koko Jae persis banget, ya sama lo, Ray." Gitta ikut berbicara, membuat gue menoleh, dan menanyakan maksudnya, "Sama-sama keras kepala."

Gue berdecak, "Ihh... lebih baik gue, lah."

"Ngarep lo! Di liat dari mana juga, Koko lo paling oke, Ray..." Celine, si pecinta cogan langsung membela Koko.

"Kalo masalah otak, gue sama dia beda jauh..." balas gue.

"Nah, tuh tau." Gitta menyetujui, membuat gue mendesis.

"WOY!!"

Mendengar suara lain, gue yang sedang duduk bersama Celine dan Gitta di kursi dekat lapangan pun menoleh, menemukan dua laki-laki bertubuh tinggi berjalan mendekat.

Celine berdecak kecil dan setelahnya mendongak menatap kedua teman laki-lakinya. "Ngapain lo?"

Mirza langsung ikut duduk di sebelah Celine, membuat Gitta yang terpinggir jadi berdiri. Karena kursi itu hanya bisa memuat tiga orang.

"Mau ketemu bidadariku..." wajah jenaka Mirza sontak membuat Gitta dan Celine mendelik, sedangkan gue hanya menghela napas.

"Najisin banget komuk lo, Ming." cibir Gitta dengan menyebut nama panggilan Mirza, yang berasal dari singkatan namanya, Minghao.

"Alay lo." tanggap Celine yang membuat Mirza di sebelahnya tersenyum.

"Gak apa-apa sekarang ngomong alay, asal besok di panggil ayang," Mirza menaik-turunkan alisnya sebelum mengaduh, lantas menoleh kepada Rayyan yang berdiri di sebelahnya. "Dendam banget lo... kan, yang gue godain si Celine, bukan Raya."

Mirza masih mengusap pelan kepalanya, membuat Rayyan meringis kecil. Sedangkan Celine, gue dan Gitta hanya bisa tersenyum geli, sudah terbiasa dengan pertengkaran mereka.

"Geli, Ming." ucap Rayyan membuat Mirza berdecak.

Mengabaikan itu, Mirza kembali melihat ke arah gue, melihat Celine dan Gitta bergantian.

"Jadi gini," gue melihat sebelah lengan Mirza berpindah, berada di belakang kepala Celine, "Gue mau ngajak kalian jalan. Kita terakhir jalan itu, waktu libur semester kemarin loh."

Gitta menyahuti, "Gak bisa sekarang... Raya lagi susah izin ke Kokonya."

Rayyan yang berada di sebelah Gitta pun langsung melangkah mendekat ke gue.

"Kenapa lagi, Ray?"

Gue mendongak, sementara Gitta, Celine dan Mirza langsung terbatuk secara bersamaan.

"Cel, kita pacaran di kelas aja, yuk. Jangan ganggu orang lagi pedekate.." Mirza menarik tangan Celine.

"Sekali lagi ngomong kita pacaran... gue tampol beneran lo!" Celine berdiri, menghentakan kaki lalu setelah itu pergi yang langsung di susul oleh Mirza.

Possessive Bro • JaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang