Part terakhir!
•••
Gue membuka gerbang rumah dengan langkah ringan setelah mengantar kepergian Rayyan dengan pandangan gue. Hari ini jadi hari yang berat sekaligus melegakan untuk gue. Hanya tinggal beberapa bulan lagi gue bisa menikmati sekolah dan bertemu teman-teman gue sebelum mereka pergi untuk mimpinya masing-masing.
Gue melangkah ke dalam dengan kepala merunduk, mobil Ayah sudah terparkir dengan motor Koko di sebelahnya. Pasti mereka udah di dalam, entah lagi nonton televisi bareng atau Ayah yang randomnya ajakin Koko main monopoli. Gue memberhentikan langkah saat melihat ada sesuatu yang berbeda. Kenapa ban motor Koko ada empat?
Gue mengerutkan alis lalu mendongak, menatap pada motor berwarna hitam dan mengalihkan pandangan pada teras saat gue merasa ada yang memperhatikan.
"Kak Dion?" suara gue entah terdengar atau enggak sampai ke telinganya.
Kak Dion tersenyum berdiri dan menatap gue dengan kedua tangan dimasukan ke dalam saku celana. Gue mengulum bibir dan perlahan melanjutkan langkah hingga berhenti tepat di depan kak Dion.
"Baru pulang?" sapanya yang di jawab anggukan kepala oleh gue. "Capek gak?"
Gue mendongak menatap kak Dion dan menggeleng cepat. "Emang kenapa kak?"
"Boleh gue ajak lo ngobrol sebentar?" gue mengigit bibir, menimang ajakan kak Dion, "Gak jauh kok, cuma ke taman komplek sini aja."
Gue melirik sekilas ke dalam rumah lalu menatap kak Dion lagi, "Tapi gue masuk dulu ya kak, sebentar aja kok."
Kak Dion mengangguk dan tersenyum kecil, membiarkan gue memasuki rumah untuk menaruh beberapa barang dan pamitan pada Koko dan juga orang tua gue. Setelah itu gue kembali lagi ke depan untuk menemui kak Dion.
"Jalan aja ya?" ajak kak Dion yang gue setujui, karena memang rumah gue dekat sama taman komplek. Jalan pun gak akan butuh waktu yang lama.
Selama hampir lebih dari lima menit gue dan kak Dion berjalan berdampingan untuk sampai di taman, gak ada yang buka percakapan sama sekali. Dia diam entah memikirkan apa, sedangkan gue diam karena gak tau harus memulai dari mana.
Kita duduk berdampingan setelah sampai, saling duduk diam menatap langit malam. Napas kak Dion berhembus pelan, menatap gue kemudian yang sedang membentuk apapun ditanah dengan kaki gue.
"Maaf ya..."
Ucapan kak Dion buat gue menoleh menatapnya. Kak Dion malah mengalihkan pandangan untuk menatap langit lagi.
"Maaf ya, selama berbulan-bulan ini gue punya perasaan untuk lo tanpa seizin lo."
Gue bungkam, gak tau harus membalas apa dan bagaimana setelah kak Dion berucap. Angin yang berhembus malam ini terasa lebih menusuk, membuat bibir gue sedikit bergetar. Sinar bulan malam ini juga membuat gue berdecak pelan karena gak berhasil melihat raut wajah kak Dion dengan sempurna.
"Mungkin lo bingung kenapa tiba-tiba gue ajak lo untuk ngobrol. Gue cuma mau pamit, mau pergi sebentar aja."
"Maksudnya apa ya kak?"
"Lo tau gak? Kadang gue ngerasa malu loh, dengan beraninya punya perasaan ke lo dan Bang Jae tau. Makanya, gue pergi untuk ngeliat diri gue pantas atau enggak buat lo. Karena Jia, menurut gue perasaan ini gak main-main buat lo." kepalanya tertoleh sedikit, sudut matanya kak Dion menangkap raut wajah gue yang masih terlihat kebingungan. "Gue gak mau jadi bodoh untuk memaksakan 'kita' saat ini, disaat gue bener-bener belum tau apa gue pantas untuk lo atau enggak. Gue iri banget sama Bang Jae yang dicintai dan punya cinta sebesar itu untuk lo. Gue iri sama Bang Jae yang berani ngelindungin lo apapun resikonya. Gue iri sama Bang Jae yang selalu lo cari, selalu lo butuhin di kondisi apapun."
Gue mendongak, menatap kak Dion lalu menyelak ucapannya. "Tapi Koko itu Kakak gue kak, kita lahir dari rahim yang sama. Lo dan dia beda posisinya."
Gue mendengar sekilas tawa sumbang milik kak Dion, "Justru itu. Gue dan bang Jae berbeda posisinya, makanya gue mau pergi untuk memantaskan diri sekaligus mencari tau apa yang sebenarnya gue mau dari perasaan gue ini. Karena gue gak mau nyakitin lo juga Jia," lanjutnya.
"Gue gak pernah merasa disakitin sama lo, kak."
"Sekarang mungkin enggak, tapi belum tentu nanti gue gak akan nyakitin lo." kak Dion menghela napasnya dengan bersamaan gue yang kembali menundukan kepala.
Kenapa rasanya sakit? Seperti ada benda yang menusuk, mengundang cairan dari mata gue untuk keluar lebih banyak.
Kak Dion menyentuh kedua bahu gue, memutar tubuh gue untuk berhadapan dengannya. Pipinya terangkat, senyum dari bibirnya terlukis tapi gue tau itu bukan senyuman ceria yang biasa dia tunjukan pada orang lain. Kak Dion, sebenarnya lo kenapa?
"Gue pamit ya, Jia? Gue janji, gue akan balik lagi untuk memperjelas semuanya. Tapi jangan nunggu gue ya? Gue takut juga janji yang gue ucapin barusan cuma akan jadi sekedar janji." senyum kak Dion semakin mekar, matanya menuntun gue untuk menatapnya lebih dalam. "Sedetik setelah gue pergi dari rumah lo nanti, bantu gue untuk gak cari gue ya Jia? Bantu gue untuk jadi orang asing saat kita ketemu dijalan. Jangan cari gue sampai gue datang sendiri ke lo. Bisa kan, Jia?"
Gue menarik napas dalam sebelum sedetik kemudian tangan kak Dion menarik gue ke dalam pelukannya. Merengkuh tubuh gue yang terisak, meskipun gue gak tau dengan jelas apa yang sebenarnya gue tangisi. Kata-kata kak Dion, atau keadaan yang memaksa ini terjadi.
"Jangan nangis," bisik kak Dion menyapa telinga gue.
Gue gak menanggapi sama sekali. Yang gue lakukan dalam pelukannya hanya menangisi hal yang gak gue tau pasti dan menghirup wangi tubuhnya dalam-dalam.
Terima kasih untuk jujurnya malam ini, kak Dion. Terima kasih untuk keberanian lo yang memaksa gue secara gak langsung sampai gue punya perasaan ini buat lo. Terima kasih kak Dion, atas cinta pertama yang gue rasain saat ini. Terima kasih karena menjadi laki-laki pertama yang berani jujur ke Koko atas perasaan lo, kak. Terima kasih..
Mungkin memang perasaan ini harus gue akhiri disini. Gue juga akan sama seperti lo kak, berjuang untuk diri sendiri dan lihat kedepannya, entah kita dipertemukan lagi masih dengan perasaan ini atau dengan pasangan masing-masing. Biar kita jalan masing-masing dengan pelukan ini sebagai pengantar.
Gue juga gak akan membenci lo di suatu hari yang akan datang, karena lo pergi dengan baik-baik dan pamit, karena lo bukan manusia yang ngasih gue sakit, karena lo gue berani jujur dengan diri gue sendiri. Meskipun kejujuran itu baru gue rasain saat ini, detik terakhir gue liat lo dan tanpa lo tau....
Goodbye and See You....
End~
•••
ini beneran ending loh (´・_・')
Aku tau banget endingnya sangat gak memuaskan, karena ini cerita pertama aku jadi aku minta maaffffff banget kalo gak sesuai ekspektasi....
Tapi terima kasih temen-temen yang selalu ngasih komen dicerita ini dan ngedukung aku, Lets be friend HAHAHA..... <ini serius, ayo mutualan wkwk
Yang gak puas sama ending boleh banget Dm aku kasih kritik dan saran nya, aku terbuka bangetttt... Malah berterima kasih kalo ada yang mau ngasih kritik dan sarannya supaya aku bisa belajar lagi....
Terima kasih temen-temen, see u soon❤❤❤..........
Salam cinta dari Kokohhhhhh Jae❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Bro • Jae
Fanfiction"Ko, mau kemana?" "Keluar, kenapa?" "Temenin beli makan dulu, dong." "Enggak ah," Lima belas menit kemudian... "Lah, kenapa balik lagi, Ko?" "Nih," "Apaan?" "Tadi katanya minta beli makan." *** Rasanya jadi adik perempuan yang paling di sayang, dan...