Jimin memarkirkan sepeda bututnya di samping tempat parkir restoran sang Mama bekerja. Sepulangnya dari rumah keluarga Min, Jimin memutuskan untuk mengunjungi sang Mama. Sebab hanya senyum hangat Hyemi yang masih tersisa untuk mengobati sesak yang belum hilang dari kalimat Yoongi.Restoran Jepang tempat Hyemi bekerja memang bukan restoran mewah. Namun restoran tersebut cukup terkenal di kalangan remaja dan pekerja kantoran karna suasana yang di bawakan lebih tenang untuk bersantai.
Meski beru sekitar enam bulan bekerja, pemilik restoran tersebut cukup dekat dengan Jimin yang begitu gigih di usianya yang masih sangat muda.
Ah, Jimin juga ikut bekerja sebagai pengantar susu sebelum berangkat sekolah. Lalu malam harinya ia berkerja dengan jam shift malam sebagai kasir di sebuah toserba sampai pukul 12 malam.
Lelah. Tidak perlu di tanya bagaimana lelahnya. Namun dulu saat masih di Busan, Hyemi bahkan mengambil empat pekerjaan dalam satu hari. Jadi, Jimin rasa ia tidak pantas untuk mengeluh.
"Jimin!"
Senyum bulan sabit yang sempat meredup itu perlahan timbul melihat sosok Hyemi yang menyambut kedatangannya dengan antusias.
Jimin berjalan menghampiri Hyemi yang tengah beristirahat di sebalik ruang dapur yang tersekat. Belum sempat Jimin mengucapkan satu kalimat, Hyemi sudah lebih dulu menggenggam erat kedua tangan Jimin.
"Bagaimana? Apa kakakmu memakan pudding buatan Mama? Apa dia menghabiskannya? Apa dia makan dengan lahap?" tanya beruntun itu Hyemi suarakan sebelum Jimin sempat bersuara.
Senyum yang tadinya merekah di wajah Jimin perlahan meredup, kendati ia samarkan dengan segaris senyum palsu yang coba ia tutupi.
Jimin bawa tangannya untuk membalas genggaman sang Mama dengan lembut. "Kak Yoongi bahkan tak menyisakan sepotong pun untuk Jungkook, Ma. Dia menghabiskan sendiri dan memuji pudding buatan Mama masih lezat seperti dulu."
"Benarkah?" tanya tersebut mendapat anggukan mantap dari Jimin sebagai jawaban. "Mama fikir kakakmu tidak akan mau memakannya. Mama senang sekali karna kakakmu masih mau makanan masakan Mama, Ji."
Senyum di wajah lelah Hyemi tampak lebih lebar dan lebih berseri saat mendengar ucapan Jimin tersebut.
Kendati demikian, ada seberkas rasa bersalah yang hinggap jauh di dasar hati Jimin saat ia dengan terpaksa mengucapkan dusta pada sang Mama.
"Jimin nanti saat pulang tolong masakan sesuatu untuk ayahmu, ya. Sepertinya Mama ingin berbelanja di pasar untuk membuatkan sup jagung kesukaan kakakmu. Nanti Jimin berikan lagi ya untuk Yoongi." Hyemi berujar antusias memikirkan masakan yang ingin ia berukan pada putranya tanpa menyadari raut sayu putranya yang lain.
"Mama terlihat sangat bahagia hanya dengan hal kecil seperti ini," ujar Jimin dengan senyum sayunya.
"Tentu saja. Kau tahu sudah sejak lama Mama ingin memasakan sesuatu untuk kakakmu. Mama sangat bahagia karna kita bisa bertemu lagi dengan Kakakmu, Ji," jawab Hyemi masih dengan senyum merekahnya.
Jimin paham betul sejak dulu, Hyemi sangat ingin bertemu Yoongi. Bahkan mungkin, Hyemi hanya membawa Jimin bersamanya dengan terpaksa kala itu. Sebab Jimin tahu betul, seluruh ruang hati sang Mama telah di isi penuh oleh Yoongi, dan Jimin hanya memiliki secuil bagian terkecil di sudut hati Hyemi.
Bohong kalau Jimin bilang ia tidak pernah merasa iri. Jimin yang semasa hidupnya selalu bersama sang Mama masih belum bisa menggeser posisi Yoongi yang telah berpisah belasan tahun dari sang Mama.
Kendati hatinya telah di patahkan berkali-kali, Jimin tetap tidak mampu untuk sekedar marah atau menaruh kecewa pada Hyemi. Bagi Jimin saat ini, kebahagiaan Hyemi adalah prioritas utama dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodious [Sibling Brother] ✔
FanfictionBagi Park Jimin, Min Yoongi adalah kakak terbaiknya. Dan bagi Min Yoongi, Park Jimin adalah sumber melodinya. Melodi kebencian yang ia tuangkan dalam sebuah lirik lagu. _____________ Brothership Min Yoongi & Park Jimin