Bagian 12 : Ketakutannya

8.8K 1K 241
                                    

Revisi ver.
.
.


Siang itu Jimin baru saja menyelesaikan sesi latihannya dilapangan indoor sekolah, sebab salju turun cukup lebat hingga membuat lapangan outdoor cukup licin.

Kendati liburan musim dingin hampir dekat, Jimin tak mengendurkan sedikitpun sesi latihannya sampai ia berhasil memecahkan rekor tercepatnya sendiri sebelum mengikuti perlombaan antar provinsi nantinya.

Ya, sejak satu bulan terakhir Jimin memang di sibukkan dengan jadwal latihan tambahan dari pelatihnya setelah dirinya terpilih mewakili sekolah untuk mengikuti perlombaan atletik cabang lari jarak jauh remaja antar provinsi.

Dulu di sekolah lamanya, Jimin sudah cukup sering mewakili nama sekolahnya saat di Busan dan hampir setiap pertandingan dirinya selalu membawa piagam dan mendali. Namun di Seoul, ia yakin perlombaan tersebut akan lebih ketat dengan pesaing yang cukup banyak.

"Jimin-ah!"

Jimin yang tengah berganti pakaian olahraga yang lebih hangat berbalik mendapati pelatihnya yang tengah berjalan menghampirinya.

Kang Seungmin— pelatih Jimin itu berjalan menghampiri Jimin dengan sekotak susu pisang juga sebungkus bunggeopang yang masih hangat.

"Saem!" seru Jimin antusias. Bocah itu juga menghampiri sang pelatih seperti bocah yang menanti kepulangan sang ayah.

"Saem! aku berhasil memecahkan rekor tercepatku! Lihat saem! aku sudah memperbarui rekorku!" adunya dengan nada kelewat riang dan antusias. Binar kerlap-kerlip di sekembar manik ambernya memancarkan luapan euphoria yang menggebu-gebu.

Tersenyum hangat, Seungmin beralih membawa tangan kekarnya pada puncak kepala Jimin dan mengacak gemas rambut anak didiknya.

"Bagus kalau begitu. Tidak sia-sia Saem menambah jadwal latihanmu," ucap Seungmin dengan senyum bangga pada anak didiknya itu.

"Tapi ingat, jangan terlalu memforsir dirimu dengan latihan keras. Saem tidak ingin kau tumbang di hari turnamen nanti." sambungnya dengan tangan terulur menyerahkan sekotak susu berperisa pisang juga sebungkus bunggeopang yang masih hangat.

Manik amber Jimin berbinar lebih cerah menerima pemberian dari sang pelatih. Ada haru yang tidak mampu ia ungkapkan dari hal-hal kecil yang pelatihnya lakukan untuknya. Sebab Jimin tidak pernah mendapat apresiasi atau makanan dan minuman favoritnya dari keluarganya sendiri.

"Terimakasih banyak Saem. Aku berjanji akan membawa pulang mendali untukmu." Jimin mendongkak menatap sang pelatih yang lebih tinggi darinya dengan manik berbingkai kaca.

"Hei, jangan berlebihan dengan hal kecil seperti ini," ujar Seungmin seraya menepuk pelan pundak Jimin. "Baiklah, kau pulanglah lebih dulu. Saem harus menghadiri rapat sebentar lagi."

"Baiklah. Sekali lagi, terimakasih untuk susu pisang dan bunggeopang lezat ini ya Saem!" Seru Jimin dengan mengangkat tinggi pemberian Seungmin sembari melangkah meninggalkan lapangan indoor sekolah.

Bagaimana Jimin yang begitu antusias memandangi pemberian pelatihnya juga senyum lebar yang terpampang hingga menenggelamkan manik sipitnya membuat siapapun mengira bocah itu baru saja memenangkan lotre.

Namun tentu semesta hanya menghadirkan semu untuk Jimin yang kerap di jumpai sakit dan duka.

Sebab tepat setelah dirinya keluar dari gerbang sekolahnya, Jimin dapati sosok-sosok bongsor nan jangkung yang menghadang langkahnya. Jimin tentu kenal pada mereka.

Yoon Jinyoung dan teman-temannya. Berandalan sekolah yang kerap merundung siswa-siswi di sekolahnya, juga termasuk Jimin sendiri.

"Wah, lihat si miskin yang tidak di dampingi si penyakitan." celetuk Jinyoung yang mengundang tawa renyah teman-temannya.

Melodious [Sibling Brother] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang