Hatimu masih milik saya meski ragamu jauh lebih bahagia bersama dia.
"Mbak Atik, bakso satu sama es jeruk anget satu, ya!"
"Mbak Atik, es jeruknya sepuluh, ya! Mumpung lagi banyak duwit, nih."
"Mbak Atik, ngutang dulu, ya. Uang jajan abis dibuat bayar kas soalnya."
"Mbak Umi, nasi pecel satu, nasinya yang banyak. Tapi harganya tetap sepuluh ribu, ya."
"Mbak Umi, kapan nasi pecelnya turun harga jadi lima ribu tiap satu porsi?"
"Mbak Umi kapan buka jasa gojek dari kantin ke kelas? Kan capek kita tuh jalan dari kelas ke kantin."
Dapat dibayangkan betapa ricuhnya suasana kantin di SMA Pancasila saat ini. Kantin yang memiliki lebar selebar tiga kelas dijadikan satu ini masih tergolong kurang untuk menampung seluruh siswa SMA Pancasila ketika di jam istirahat. Banyaknya kursi yang tersedia di dalam maupun di pelataran kantin tak membuat para siswa mendapatkan tempat duduknya masing-masing, masih banyak dari mereka yang tidak mendapatkannya dan terpaksa membawa makanan ke kelas.
Beda halnya dengan lelaki bertubuh tegap nan rahang keras yang sangat kentara. Lelaki itu tidak pernah sekalipun tidak mendapatkan tempat duduk. Entahlah, meski pun datang paling akhir sendiri, cowok itu tetap mendapatkan tempat duduknya.
Namanya Ken Syakiel, lelaki tampan dengan otak cerdas yang menjadi kebanggaannya selama ini. Jika saja kisah keluarganya tidak terpecah belah, mungkin kadar kebahagiannya jauh lebih besar daripada sekarang. Orang tuanya meninggal dunia akibat kecelakaan beruntun satu tahun lalu, disusul oleh adiknya yang memiliki nasib sama dengan kedua orang tuanya. Hidupnya sebatang kara, tanpa kehangatan keluarga selayaknya orang lain.
"Ra! Duduk sini aja, sama gue," celetuk cowok itu begitu penglihatannya menangkap sosok gadis bername tag Zara Humaira.
Zara yang merasa namanya dipanggil, ia menoleh kemudian menggeleng singkat, "Malu kali, Ken. Gue cewek sendiri diantara kalian laki-laki."
"Yaelah, Ra. Setidaknya lo gak duduk di tengah-tengah kita, kali," tambah Leo, salah seorang anak yang ikut bergabung bersama Ken.
Pada akhirnya Zara menyerah dan menuruti perintah Ken, yaitu duduk di sebelah cowok itu.
"Nazla mana? Tumben gak barengan," tanya Ken semata-mata hanya untuk basa-basi agar tidak terkesan garing.
"Lagi beli makan ke Mbak Atik."
Selang beberapa detik setelah Zara mengucapkan beberapa kalimat jawaban itu, suara melengking khas Nazla memenuhi hampir di seluruh area kantin.
"Mbak Atik, ngutang dulu, ya. Uang jajan abis dibuat bayar kas soalnya."
Seketika Zara menoleh bersamaan dengan langkah Nazla yang menghampiri segerombolan Ken dan kawan-kawannya. Jika Zara melempar tatapan menahan tawa, berbeda dengan Ken dan kawan-kawannya yang melempar tatapan datar dan tak terdefinisi barang setitik pun.
"Apa sih, pada lihatin gue segitunya," celetuk Nazla sungguh tak tahu malu. Di saat hampir seluruh pasang mata penghuni kantin menatapnya, ia dengan senang hati menyeruput es jeruknya dengan tampang tanpa dosa.
"Gila!!! Lo cewek tapi hobi ngutang di kantin, keren juga, sih," tutur Ashley, selaku kapten kesebelasan SMA Pancasila yang juga ikut bergabung bersama anak buahnya.
"Udah es jeruk satu, ngutang lagi. Ya tuhanku, ada ya makhluk yang modelannya kek gini," tambah Leo.
"Coba aja kemarin lo nerima cinta gue, lo gak akan ngutang hari ini, Naz," celetuk Dion yang sukses mendapat tatapan ingin penjelasan dari kawan-kawannya disana, termasuk juga Ken.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAGASKARA
Teen FictionAlthaf Bagaskara, si penguasa lapangan sepak bola yang memiliki aura menakjubkan tiap kali mengeluarkan keringat deras setelah mencetak gol di lapangan. Kepribadian yang suka mencari kesibukan membuatnya terfokus pada kesibukan yang tengah diemban...