18 | B a g a s k a r a

216 13 0
                                    

Makanya jangan terluka, biar gue gak berulah. Ya?

Zara Humaira, gadis mungil berlesung pipi itu masih setia pada posisi menopang dagu dengan satu tangannya. Keadaan kantin di jam istirahat kedua ini jauh lebih ramai dari istirahat sebelumnya, akan tetapi gadis itu justru merasa sepi. Dua teman dekat yang senantiasa ada dengannya, tetap saja tak membuat gadis itu merasa ditemani.

Entah mengapa dengan dirinya akhir-akhir ini, Zara pun tak mengerti.

Semenjak ia melihat Arista melingkarkan kedua lengan di leher jenjang Althaf, Zara jadi sering melamun memikirkan hal tak berfaedah itu. Meski beberapa kali sudah ia tekankan pada diri sendiri bahwa Arista hanyalah teman kekasihnya, tapi tetap saja hati dan otaknya tidak bisa diajak berkompromi.

Lagipula, ini bukan pertama kalinya ia melihat kekasihnya itu dekat dengan banyak wanita. Namun, kali ini mengapa begitu sulit dilupa.

Zara bukanlah tipekal pacar yang senang menunjukkan rasa cemburunya. Ini mengapa Althaf menganggap Zara-nya itu tidak mudah cemburu ketika ia bersosialisasi dengan banyak wanita, baik dalam organisasi maupun di luar organisasi.

Namun, dibalik 'tidak mudah cemburu' yang bisa Althaf asumsikan, Zara menuntut dirinya sendiri untuk tetap diam menahan segala luka yang selalu saja disebabkan oleh Althaf, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Baik itu secara tersirat maupun tersurat.

Ketika Zara mendapat kiriman foto dari salah seorang temannya sekaligus teman Althaf juga, perasaan Zara mencelos begitu saja, akan tetapi ia diam. Walaupun adegan yang ada pada foto tersebut terus mendesaknya untuk menyuarakan ketidaksukaannya, Zara tetap memilih diam. Dalam foto itu, Althaf terlihat bahagia sekali dengan tawa lebar yang ditampilkannya, sementara sebab dari tawa lebarnya adalah seorang wanita cantik berkacamata yang duduk tepat di depan lelaki itu.

Zara tahu, wanita itu adalah Vivian, bagian dari kisah lama Althaf. Khawatir kisah lama mereka kembali terulang? Pasti. Tetapi Zara akan selalu diam, meski kecamuk dalam hatinya tidak bisa diam.

Lagi, ketika babak final turnamen yang diselenggarakan oleh sekolahnya. Dari yang biasanya Zara-lah wanita pertama yang memberi air mineral dingin kepada Althaf, dari yang biasanya Zara-lah wanita pertama yang menyodorkan handuk kering untuk keringat Althaf, dalam satu hari apa pun yang biasa dilakukan dirinya telah digantikan oleh Arista. Sungguh, Zara sulit mengontrol cemburunya dalam hal itu.

Ya, meski setelahnya Althaf sempat meluruskan. Ya, meski setelahnya Zara luluh dan kembali dibuat jatuh hati oleh Althaf. Mau bagaimana pun Zara tidak dapat membohongi hatinya bahwa bagian dari hatinya yang lain masih belum sepenuhnya kembali percaya kepada kekasihnya itu.

Meski setidakpercayanya ia kepada lelaki itu, ia akan selalu memilih diam hingga situasi mendesaknya untuk bersuara. Situasi dimana ia lelah menerima segala luka dari lelaki itu.

Seperti sekarang. Mungkin di sinilah titik lemah seorang Zara Humaira. Dari sekian banyak luka yang diderita, dari sekian banyak percayanya yang dirobohkan berkali-kali, saat inilah dia menyerah.

Ya, Zara akan meninggalkan lelaki itu.

Apa pun resikonya, ia siap.

Cungkring
Althaf dimana?

Satu pesan yang masuk ke ponselnya berhasil membuyarkan tatapan kosong gadis itu sedari tadi. Gadis mungil berlesung pipi itu jadi mengkerutkan dahinya bingung.

Me
Kan satu sekolah sama lo, kenapa tanya gue?

Cungkring
Kan lo pacarnya

BAGASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang