Seorang lelaki jangkung dengan setelan seragam SMA itu terlihat sudah lama memarkirkan motor matic-nya di depan sekolah Ara, sedangkan si pemilik motor berkeliling ke tempat-tempat yang sekiranya ada Ara di sana. Ia yakin sekali, Ara pasti masih menunggunya di sana.
"Permisi, Apa Ara sudah pulang?" tanya lelaki itu pada salah satu guru les Ara yang ia temui.
Ya, Althaf Bagaskara. Cowok itu baru bisa menjemput Ara setelah menyelesaikan rapat bersama timnya; tim sepak bola SMA Garuda.
Rapat berjalan kisaran satu jam lebih beberapa menit. Tidak ada yang menyangka akan selama ini. Biasanya hanya menghabiskan waktu setengah jam saja, atau bahkan kurang dari setengah jam. Karenanya Althaf jadi membuat Ara menunggunya sedikit lebih lama dari biasanya.
"Sudah. Tadi Ara pamit ke saya kalau sudah dijemput, saya lihat dijemput gadis cantik seumuran kamu, rambut panjang, bawa mobil," jawab Ibu Guru itu dengan jelas, tak lupa senyuman lebar di akhir penuturannya.
Tanpa dipikir berulang kali, Althaf sudah mendapat gambaran siapakah orang yang dimaksud. "Oh ya sudah kalau begitu, saya-," balasnya sopan yang naasnya disela begitu saja oleh Si Ibu Guru.
"Pacar barumu kah? Beda soalnya dengan yang biasanya."
Althaf sempat dibuat tercengang sebelum seulas senyum terbit di wajah tampannya. "Bukan, cuma teman."
"Oh begitu rupanya."
"Iya. Terima kasih, saya pamit," izin Althaf langsung meninggalkan tempat begitu mendapat anggukan mengiyakan dari wanita paruh baya di hadapannya itu.
Althaf kembali ke tempat dimana motornya berada. Langkahnya lebar, tangannya tak henti merogoh saku celana abu-abunya mencari benda pipih nan canggih di sana, lantas mengirimkan pesan singkat pada salah satu nomor yang ia simpan.
To : Arista
Angkat telfon gue."Lo dimana?" tanya Althaf sigap begitu panggilan sudah terhubung.
"Kenapa?"
"Gue tanya lo dimana?" sergahnya sarkas. Bahkan bisa dikatakan membentak.
"Di jalan mau ke rumah lo, nganterin Ara pulang."
"Berhenti di sana, gue jemput Ara!" Masih dengan nada membentak. Althaf berniat akan memutuskan panggilan sepihak tapi tak jadi sebab balasan Arista selanjutnya.
"Nanggung bentar lagi nyampe."
"Gue bilang berhenti!"
"Iya, udah, ini di depan komplek lo," pasrah Arista pada akhirnya. Dari helaan nafasnya sudah kentara sekali jika perempuan itu terdengar tak ingin memperpanjang perdebatan lagi.
"Tetap di sana, jangan kemana mana!" Kali ini sungguh Althaf memutuskan panggilan secara sepihak. Dikantonginya lagi benda pipih nan canggih itu sebelum tubuhnya bergerak cepat menyusul Arista beserta adik perempuan satu-satunya; Ara.
Selama dalam perjalanan, Althaf tak dapat lagi mengajak tubuhnya untuk berkompromi. Tangan kanannya semakin lama semakin menarik gas agar motor melaju lebih cepat dari kecepatan normal. Matanya menajam tatkala jalanan di depan mulai memadat, mengharuskannya lihai mencari celah untuk menyalip. Juga otaknya yang tak bisa berhenti memikirkan banyak hal. Sampai tibalah ia tak jauh dari mobil milik Arista.
Althaf menoleh, ke arah mobil yang terparkir di sisi jalan tersebut, memperhatikan dengan seksama jika Ara sungguh ada di dalam sana bersama dengan Arista. Setelah dirasa memang benar ada Ara di sana, ia berjalan menghampiri, meninggalkan motornya yang berhenti tak jauh dari mobil yang akan ia datangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAGASKARA
Fiksi RemajaAlthaf Bagaskara, si penguasa lapangan sepak bola yang memiliki aura menakjubkan tiap kali mengeluarkan keringat deras setelah mencetak gol di lapangan. Kepribadian yang suka mencari kesibukan membuatnya terfokus pada kesibukan yang tengah diemban...