I love you as a best friend, as a girlfriend. I love you, maybe more than three thousand.
Udah, Ra?" bisik Ken kepada Zara setelah sepersekian menit dirinya dibuat sibuk berkutat dengan rentetan soal-soal kuis hari ini.
Fisika, selalu menjadi mata pelajaran yang paling tidak disenangi banyak siswa, bahkan dibenci. Materinya saja sudah membuat kepala pening tujuh keliling apalagi beragam soal-soalnya.
Seperti halnya sekarang, di ruang kelas 11A1. Empat puluh menit yang lalu, Bu Ari selaku guru pengampu mata pelajaran tersebut nampak buru-buru membagikan lembar jawaban kepada masing-masing siswa untuk segera diadakannya kuis hari ini. Bagaimana bisa tanpa pemberitahuan sebelumnya bahkan tanpa penjelasan materi sebelumnya, wanita berseragam batik hitam-putih itu mengadakan kuis mendadak seperti ini.
Sontak saja hal yang demikian membuat hampir keseluruhan siswa 11A1 protes merasa dunia tidak adil, tetapi tetap bagaimana juga, apapun protesnya, bagaimanapun alasannya, kuis harus tetap dilaksanakan hari ini. Guru itu harus mendapatkan nilai siswa-siswanya hari ini juga.
Menanggapi pertanyaan Ken tadi membuat Zara memasang ekspresi masamnya, "Belum, gak bisa," keluhnya yang memang untuk kali ini dirinya benar-benar menyerah.
Zara cerdas, di bidang akademik. Namun, tak menutup kemungkinan dia berkata tidak bisa jika dirinya memang benar-benar tidak bisa. Zara belum sempat memahami materi terakhir itu, yakni Hukum Kepler, yang terkenal paling sulit di antara materi-materi yang lainnya. Bahkan untuk sekadar membaca materinya saja Zara tidak. Tidak heran sebab mengapa dirinya seperti orang dongo sekarang. Hanya berbekal contekan dari teman-teman sekitarnya, lebih tepatnya Ken.
Memang sejauh ini Ken lebih bisa diandalkan di saat-saat seperti ini, kunci jawaban darinya sudah terjamin kebenarannya. Bukan berniat pilih-pilih teman atau bagaimana, Zara mengakui bahwa Ken memang cukup cerdas seperti dirinya. Bahkan mungkin jika Ken tidak pemalas, lelaki jangkung itu mampu menyaingi prestasi Zara sekarang.
Kembali pada soal-soal kuis yang, ah sudahlah. Ken perlahan mengedarkan pandang, mencari situasi aman untuk dirinya agar dapat segera memberikan lembar jawabannya kepada Zara. Mengingat waktu yang tersisa hanya dua puluh menit lagi.
"Awas, jangan panik!" perintah Ken begitu dirasa Zara mulai salah tingkah setelah menerima lembar jawabannya yang sudah penuh akan rumus-rumus tidak jelas tersebut.
Tidak butuh waktu lama bagi Zara untuk menyalinnya, kini lembar jawaban miliknya sudah nampak ramai dengan berbagai macam rumus yang tertulis di sana. Ia hendak mengembalikan lembar jawaban Ken kepada pemiliknya, dan, damn!
"Kamu, Zara Humaira! Kenapa lihatin saya terus? Ada yang kamu sembunyikan dari saya?" tegur Bu Ari yang sudah tidak lagi sibuk dengan ponsel pintarnya.
Merasa tertuduh, Zara jadi gelagapan sendiri, "Enggak, kok, Bu."
"Angkat kertas ulanganmu, hitung ada berapa lembar di situ."
"Satu, dua," eja Zara dengan suara bergetarnya. Pasalnya guru ambisius itu mulai berjalan mendekat secara perlahan membuat Zara ingin menghilang saja dari bumi.
"Kenapa ada dua? Coba saya lihat," tegurnya lagi-lagi sukses membuat Zara ingin mati saja saat itu juga.
Langkah wanita ramping dengan setelan batik itu telah terhenti tepat di sisi kanan meja Zara, tangannya mulai terangkat menarik paksa kedua lembar jawaban yang ada pada tangan Zara. "Ken Syakiel, kenapa lembar ulanganmu ada di Zara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BAGASKARA
Teen FictionAlthaf Bagaskara, si penguasa lapangan sepak bola yang memiliki aura menakjubkan tiap kali mengeluarkan keringat deras setelah mencetak gol di lapangan. Kepribadian yang suka mencari kesibukan membuatnya terfokus pada kesibukan yang tengah diemban...