16 | B a g a s k a r a

199 13 0
                                    

Jangan karena gak ada Zara, lo berpikir Zara gak akan tahu lo jalan sama siapa aja. Mata-mata cewek itu banyak, Bor!

"Semalam, ingat dengan baik apa yang udah lo perbuat ke Zara. Apa pun permasalahannya, selama gue lihat Zara terluka karena lo, lo akan berurusan dengan gue," tukas Ken penuh penekanan pada setiap kata.

Beberapa menit sepenanggal kalimat tersebut, Althaf masih tak bergeming dari tempatnya, sedangkan Ken sudah menghilang begitu saja.

Zara Humaira, terkadang Althaf bingung dengan sikap wanitanya itu. Terakhir kali ia bertemu Zara selepas turnamen, gadis itu berusaha menahan tangis. Namun Althaf berhasil mengusir tangisnya dan mengembalikan tawanya. Setelah itu ia tidak memiliki pertemuan lagi dengan Zara, apalagi 'semalam' menurut apa yang Ken tuduhkan kepadanya.

Seingat Althaf, semalam tidak ada pertemuan sama sekali antara dirinya dengan Zara. Bagaimana bisa ia melukai Zara sementara ia sama sekali tidak bertatap muka dengan gadisnya itu?

Memahami wanita terkadang sesulit ini.

"Dah lah, gak usah dipikirin!" tegur Aldo sarkastik membuyarkan pemikiran Althaf.

Dua anak lelaki bername tag Alva Adiwangsa beserta satu temannya -Alan Mauza- datang dengan muka-muka kebingungannya.

"Katanya ada ribut di sini? Lo?" tanya Alva menunjuk Althaf secara bar-bar.

"Kok gak bonyok? Gue kira ada tonjok-tonjokan juga elah," tambah Alan.

Contoh teman kurang ajar ya gini.

"Masalah apa lagi, sih?" Masih dengan Alva yang masih memiliki banyak pertanyaan di otaknya.

Aldo menghela nafasnya jengah, "Biasalah, Ken."

Alva berdecak tidak suka, "Masalah adik--?"

"Zara," potong Althaf cepat, baru saja membuka suara.

Alva menoleh cepat ke arah Althaf, matanya menyorot tajam enggan berkedip, "Lo apain lagi dia?"

"Gue juga gak tahu, anjir!" umpat Althaf jadi kesal sendiri.

"Lo semalam dari mana coba?!" Kini Aldo ikut bertanya. Namun lebih terkesan seperti menyidang terdakwa, tidak seperti Alva yang tetap tenang meski keadaan memanas.

"Bimbel."

"Sama siapa?"

Althaf sempat berpikir sejenak sebelum otaknya berhasil mengingat rangkaian kejadian semalam. "Arista," jawabnya pelan.

Ketiga temannya jadi mengumpat keras-keras secara bersamaan.

"Pantesan, Jono!" umpat Alan jadi tersulut emosi. "Jangan karena gak ada Zara, lo berpikir Zara gak akan tahu lo jalan sama siapa aja. Mata-mata cewek itu banyak, Bor!" tambah Alan lagi yang terkenal paling berpengalaman dengan banyak wanita.

"Gue replay-in ucapan Ken tadi, ya. Apa pun permasalahannya, selama dia lihat Zara terluka karena lo, lo akan berurusan dengan dia. Inget baik-baik, Bor!" tambah Aldo, dengan embel-embel yang sengaja disamakan dengan Alan.

Althaf diam, menatap ketiga temannya itu bergantian hingga nafasnya terhembus kuat-kuat. "Punya satu cewek aja seribet ini."

"Udah! Zara nanti dulu. Permasalahan yang paling penting saat ini adalah nama baik lo dan keluarga lo. Setelah ucapan Ken tadi, gue yakin telinga anak-anak peka dan mulut-mulut mereka mustahil buat ditutup. Besok atau bahkan nanti lo benar-benar harus siap mental, Al. Jangan disamakan dengan dulu, dulu masalah ini cuma jadi gosip di kalangan pengusaha, sekarang bisa jadi di kalangan kita," jelas Aldo sembari mencengkram pundak kiri Althaf bermaksud menguatkan.

BAGASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang