12 | B a g a s k a r a

213 16 0
                                    

Maka kamu sebagai anak pertama harus siap dengan didikan keras dari orang tua.

"Ikuti saya!" Suara bariton milik Nazril menggelegar membuat siapa pun yang mendengar akan menciutkan nyali.

Bi Ida yang saat itu tengah mencuci piring sisa makan malam segera berlari menuju sumber suara, mengecek apa yang sudah terjadi. Tangannya yang masih basah tidak bisa berhenti memainkan ujung dasternya begitu melihat Althaf berjalan tertunduk di belakang Nazril. Khawatir jika pemuda jangkung itu kembali mendapat amukan dari Nazril.

Yumna dan Ara yang juga ada di sana hanya bisa mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

Yumna menoleh merasa anak perempuannya itu memeluk lengannya erat, mukanya terlihat penuh ketakutan dengan air mata di pelupuk yang hendak lolos.

"Ara tidur, ya. Sudah malam, besok sekolah," tutur Yumna lembut sembari membawa Ara ke dalam dekapannya.

"Papa kok marahin Abang?" cicit Ara kecil masih bertahan dalam dekapan sang Mama.

"Karena Abang nakal."

"Abang kenapa, ma?"

"Ssttt jangan berisik, nanti Papa marahin kamu juga, mau?"

Ara melepaskan diri dari dekapan yang menenangkan itu, menggelengkan kepalanya lemah dengan sorot mata yang tidak bisa lepas dari Althaf meski cowok itu telah hilang tertutup tembok pembatas.

"Makanya tidur, ya?" bujuk Yumna yang kini sudah menggendong anak bungsunya itu di belakang punggung, piggyback.

Selayaknya ibu pada umumnya, Yumna meletakkan tubuh mungil Ara di atas tempat tidur. Masih enggan beranjak, ia merapikan rambut hitam panjang gadis kecil itu, sesekali memainkan poninya yang melipir kesana kemari.

Bisa dibilang kebiasaan Yumna setiap malamnya, ia tidak bisa meninggalkan Ara dalam keadaan yang masih terjaga. Namun, ketika dirinya kerja atau pun mendampingi suami kerja, Althaf yang akan menggantikan posisinya.

Bedanya jika Yumna hanya akan mendampingi Ara dan tetap bertahan di dalam kamar tidur, maka Althaf tidak bisa diam. Ia menggendong Ara kemana pun yang gadis itu mau, lantas setelah dirasa mulai capek, ia akan meninabobokan Ara di taman belakang. Setelah benar-benar tertidur, barulah ia akan membawa Ara ke tempat tidurnya.

"Mama!"

Yumna terlonjak kaget kala Ara tiba-tiba memekik, padahal sebelumnya gadis kecil itu sudah terdiam dan menutup matanya rapat-rapat.

"Iya, apa? Astaga, jantung Mama hampir miring loh ini," sebal Yumna seraya mengelus dadanya kasar.

Ara terkekeh geli. Menyebalkan? Saya akui, memang menyebalkan, sangat.

"Mama, Abang gak kenapa-napa, kan?"

Yumna menggeleng, "Enggak, sayang. Papa cuma marah kecil, kayak biasanya Papa marahin kamu."

"Berarti nanti Abang ditabok dong pantatnya sama Papa?" tanya Ara mulai tertarik dengan obrolan.

"Ya Papa kalo marahin kamu kayak gimana, ya seperti itu."

"Papa kalo marahin Ara nyuruh Ara diem di pojokan."

"Terus?"

"Papa nyemil sambil ngomelin Ara. Habis itu Papa acak-acakin rambut Ara, tabok pantat Ara,--"

"Sudah sudah, kamu tidur, ya," sela Yumna cepat. Sungguh obrolan macam apa ini, Yumna tidak habis pikir dengan ocehan anak bungsunya sendiri.

***

BAGASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang