Gue capek bertahan, berasa gue yang berjuang, dia enggak.
Kelas bimbingan belajar telah usai beberapa menit yang lalu, sedangkan si pemilik nama Althaf Bagaskara masih enggan beranjak dari kursi. Ia sibuk dengan ponselnya, merunduk memandangi layar ponsel yang menyala menampilkan halaman utama aplikasi game online yang masih dalam proses loading.
Sedangkan di sisi kanan cowok itu terdapat gadis berperawakan tinggi tengah fokus mengamati gerak-geriknya. Sesekali ia tersenyum gila, sesekali juga mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
"Al," sapa gadis berperawakan tinggi itu.
Althaf sempat menoleh sebelum kembali fokus dengan layar ponsel, "Apa?'
"Pulangnya nebeng lagi, ya?"
Mendengarnya, Althaf jadi berdecak malas, "Masih lama gue baliknya."
"Gak apa, gue tungguin lo di sini," balas gadis itu semakin mendudukkan diri di dekat Althaf.
"Ar," panggil Althaf dingin, menghentikan sejenak gamenya memandang Arista datar, "harus berapa kali sih gue bilang kalo gue gak suka lihat cewek pulang malam?"
"Ya udah ayo pulang sekarang."
"Gue masih main game, anjir! Lo tahu kan gue gak akan berhenti main kalo belum kalah?" sewotnya kembali memainkan game yang sempat terhenti.
"Ya udah gak usah main game," balas Arista manja, kali ini ia menggeret lengan Althaf pelan membuat si pemilik lengan mengumpat berkali-kali.
"Apa sih, anjir! Dah ah lo pulang sendiri sana!" Althaf menarik lengannya kasar dari geretan Arista.
Cewek berpostur tubuh tinggi itu sempat dibuat diam, kembali mengamati cowok itu dengan senyuman gila miliknya. Entahlah apa maksud dari senyuman itu, yang jelas senyum itu terlihat seperti senyuman seorang pedofil.
Kepribadian yang tak bisa diam membuat Arista tersiksa berada di situasi semacam ini. Suasana kelas yang sepi ditambah dengan Althaf yang sibuk dengan dunianya sendiri seakan sudah seperti paket komplit.
Arista segera melunturkan senyumnya, berganti dengan decakan-decakan kecil yang keluar dengan indah.
"Al," katanya berusaha mencairkan suasana.
"Hm?"
"Gue-,"
"We anjer gue diserang, bodoh," heboh Althaf keras memotong ucapan Arista. Sip.
"Al," ucap Arista lagi.
Althaf berdecak untuk yang kesekian kali, "Apa sih, anjir," sewotnya mengeraskan kata umpatan.
"Baru juga panggil nama udah digas."
"Ya, apa?'
"Gue mau cerita nih."
"Elah ribet amat cewek. Cerita mah cerita aja."
"Gue tuh-,'
"Naahhh kan mati kan gue! Kurang ajar emang lo, bangsta. Punya tim gak guna semua, anjeerrr," rutuk Althaf menatap ponselnya penuh emosi. Ia jadi melempar ponsel ke meja kecil di depannya pelan, setelahnya ia memungut benda pipih itu kembali lantas mengelusnya merasa bersalah.
"Sinting,"cibir Arista yang sedari tadi mengamati gerak gerik cowok jangkung di sisi kirinya itu.
Althaf menoleh merasa ternistakan, "Apa?!"
"Eh, lo ganteng," ralatnya gelagapan.
"Baru tahu?" ucap Althaf jadi tersenyum bangga seraya berdiri bersiap untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAGASKARA
Teen FictionAlthaf Bagaskara, si penguasa lapangan sepak bola yang memiliki aura menakjubkan tiap kali mengeluarkan keringat deras setelah mencetak gol di lapangan. Kepribadian yang suka mencari kesibukan membuatnya terfokus pada kesibukan yang tengah diemban...