Jika memang benar bahwa kamu sudah tidak mencintai saya, tak megapa, setidaknya ragamu masih menjadi milik saya meski hatimu telah dimiliki oleh dia.
Melihat dua orang yang tengah asik dengan obrolannya di bawah langit senja yang menghitam itu membuat seorang Ken Syakiel tidak sabar ingin hadir di antara mereka. Mungkin yang dapat Ken deskripsikan saat ini adalah Zara yang dengan gembiranya menghabiskan waktu dengan Althaf, serta Althaf dengan sombongnya mampu meluluhkan kecemburuan Zara.
Bagi Ken, cukup kemarin Althaf merebut seluruh dunianya, tidak ada lagi esok-esok yang seperti kemarin. Dulu, satu-satunya wanita yang Ken sayangi, satu-satunya wanita yang Ken miliki, juga satu-satunya wanita yang menjadi teman hidup Ken dalam menghadapi kerasnya isi bumi, telah direbut paksa oleh seorang Althaf. Wanita itu benar-benar pergi darinya, sangat mustahil untuk kembali bersama, sekalipun untuk menikmati indahnya dunia.
Jangan salahkan Ken, mengapa ia begitu tidak menyukai kehadiran Althaf di dunia ini.
Mengingat masa lalu ini membuat luka Ken kembali dibuka lebar-lebar. Apalagi ditambah dengan pemandangan di depannya semakin membuat cowok itu tidak sabar ingin memisahkan keduanya. Ingat sekali lagi ucapan Ken, tidak ada lagi esok-esok yang seperti kemarin. Jelas tertera bahwa Ken tidak ingin lagi kehilangan dunianya, wanitanya, orang yang disayangnya, Zara.
Dengan sedikit pemaksaan, Ken memberanikan diri menghampiri kedua pelajar yang masih mengenakan seragam sekolah itu. Posisi Ken yang berada tepat di samping Zara membuat cewek itu menolehkan kepala, lantas tersenyum ramah menyambut kedatangannya di sana.
"Pulang, Zara," kata Ken seraya menarik pergelangan tangan Zara pelan.
Zara menepis cekalan tangan Ken dengan senyum yang belum juga luntur, "Iya nanti gue pulang sama Al kok."
"Pulang sama gue," pinta Ken kembali menempatkan cekalan tangannya pada pergelangan tangan milik Zara.
"Kenapa sih, Ken?"
"Anak gadis gak boleh pulang malem-malem, apalagi hampir maghrib gini, pamali."
"Siapa bilang?"
"Bisa gak sih nurut?!"
"Iya ini gue pulang!" sungut Zara seraya mengambil ancang-ancang untuk segera pulang, dengan Althaf tentunya.
Ken menghela nafasnya berusaha menyabarkan diri, "Pulang sama gue, Zara Humaira."
"Astaga. Ter--," protes Zara tapi terpotong.
"Pulang sana," sela Althaf gemas sendiri dengan perdebatan dua orang di depannya ini.
Mendengar penuturan dari Althaf membuat Zara menolehkan kepalanya cepat ke arah lelaki itu tentunya. Zara tidak habis pikir dengan pemikiran lelaki di depannya ini, jika lelaki di luar sana tidak terima bila kekasihnya diantar pulang oleh lelaki lain, ini justru Althaf menyuruhnya pulang dengan lelaki lain.
Selain itu, jika lelaki di luar sana membela kekasihnya ketika terlibat perdebatan kecil dengan orang, ini justru Althaf diam saja tak ingin ikut campur.
Bukan Zara butuh pembelaan atau gila perhatian, hanya saja ia butuh pembuktian perihal hubungannya dengan Althaf.
"Pulang," tutur Althaf sekali lagi membuyarkan tatapan Zara yang terkunci ke arahnya.
"Kok kamu gitu, nyuruh aku pulang sama Ken? Yang pacar aku tuh kamu apa Ken?!" protes Zara.
"Gak usah mewek ah. Ada ya orang disuruh pulang malah nangis," ledek Althaf melihat genangan air tipis di mata Zara.
Zara mengerjapkan mata berkali-kali, menarik lengan Ken kuat agar segera pergi dari sana. Sungguh ia tidak kuasa membendung tangisnya lagi.
Melihat langkah Zara yang kian menjauh membuat Althaf tertantang untuk menyusul langkah itu. Begitu langkahnya sejajar, telapak tangannya terulur untuk sekedar mengacak kasar puncak kepala gadisnya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
BAGASKARA
Teen FictionAlthaf Bagaskara, si penguasa lapangan sepak bola yang memiliki aura menakjubkan tiap kali mengeluarkan keringat deras setelah mencetak gol di lapangan. Kepribadian yang suka mencari kesibukan membuatnya terfokus pada kesibukan yang tengah diemban...