Mau sampai kapan begini terus? Mempertahankan orang yang bahkan belum tentu mempertahankanmu kembali.
"Althaf boncengin cewek lagi," adu Ken seraya menoleh ke arah dua temannya itu, lebih pastinya ke arah Nazla.
"HAH? SUMPAH LO?" pekik Nazla yang langsung mendapat anggukan antusias Ken.
Jangan pikir hanya karena Ken lelaki, ia tidak akan bersikap seperti perempuan yang suka mengadu. Ken pandai untuk menempatkan diri. Ketika bersama dua teman wanitanya itu, ia akan merubah sikap dinginnya. Berbeda jika ia bersama teman lelakinya, sungguh ia benar-benar akan menjadi lelaki dingin yang memiliki sedikit rasa simpati.
Berkepribadian ganda? Tidak, hanya saja ia pandai menempatkan diri dengan siapa dan dimana ia tinggal.
"RA?! LO TAHU?" pekik Nazla lagi, kini ia menfokuskan tatap hanya pada Zara.
Sedang yang ditatap berusaha tegas dengan balik menatap, "Iya. Ngomongnya biasa aja, gak usah ngegas."
"Zara lagi ada sama gue saat itu," sahut Ken datar.
"HAH? LO HARUS CERITA, SEKARANG!!"
"Udahlah lagian udah lewat juga kan. Ngapain diungkit lagi," balas Zara malas.
Merasa Zara sedang tidak dapat digali informasinya, kini Nazla beralih menatap Ken. "Cewek yang mana? Yang di turnamen?"
"Kata Althaf namanya Arista, bukan cewek turnamen," timpal Zara menengahi.
"BODO!" teriak Ken dan Nazla bersamaan.
"Cewek yang waktu itu kayaknya, pas gue sama Zara ketemu mereka di lampu merah," jelas Ken masih datar.
"Brengsek! Udah ada dua cewek, habis ini siapa lagi," emosi Nazla. Gadis itu jadi memalingkan muka ke lain arah sembari menyugar rambut pendeknya ke belakang.
"Brengsek brengsek juga jadi kesayangan temen lo," timpal Ken. Cowok itu pun sama, memalingkan muka sembari membuka seluruh kancing seragamnya merasa gerah.
"Ada lagi satu, Naz," koreksi Zara pelan tapi sukses besar menarik perhatian kedua temannya itu.
"SIAPA?!" Lagi, Nazla kembali histeris lagi.
"Vivian, temen sekelasnya."
"TUH KAN. TAHU DARIMANA LO?"
"Cungkring," jawab Zara semakin memelankan suara, khawatir ada yang mendengar.
Nazla menghela nafas kuat-kuat dengan menengadahkan kepala, berupaya menahan sabar, "CUNGKRING SIAPA LAGI SIH, ASTAGA?!"
Jika Nazla sudah mencak-mencak sendiri, berbanding terbalik dengan Ken yang diam saja menyimak, seakan sudah tahu semuanya.
"Tuh," jawab Ken dengan menunjuk seseorang menggunakan dagunya.
Tepat ketika Nazla bertanya demikian, seorang lelaki dengan setelan jersey lengkap dengan tas punggung kecil tengah mengeluarkan motornya dari pekarangan rumah yang terletak tepat di depan rumah Zara. Lelaki itu sempat melirik halaman rumah Zara yang mana menjadi tongkrongan Zara bersama kedua temannya itu.
Nazla memicingkan matanya ragu, "Bentar. Alva, bukan?"
Ken mengangguk, sedangkan Zara semakin kelabakan manakala Alva semakin detail memperhatikan halaman rumahnya. Bagaimana jika lelaki itu sadar kalau teman-teman Zara sedang membicarakannya saat ini?
"Sejak kapan lo tetanggaan sama dia. Ah masa bodo! Lo digituin kenapa diem aja sih, Ra. Hah?! Jangan cuma diem aja," sambung Nazla masih saja melibatkan emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAGASKARA
Teen FictionAlthaf Bagaskara, si penguasa lapangan sepak bola yang memiliki aura menakjubkan tiap kali mengeluarkan keringat deras setelah mencetak gol di lapangan. Kepribadian yang suka mencari kesibukan membuatnya terfokus pada kesibukan yang tengah diemban...