Terms and Conditions Apply

9.9K 1.6K 38
                                    

Ken mendorong gelas berisi teh ke hadapanku.
"Minum dulu, Mad..."
Aku minum sampai habis. Baru ingat kalau aku belum minum sejak pergi liputan tadi sore. Sekarang aku haus banget. Ken mengisi gelasku lagi.

Dia tadinya mau bawa aku ke rumah orangtuaku, tapi gak ada siapa-siapa di sana. Lalu dia mau aku ke apartemennya, tapi aku menolak. Jadilah dia antar aku ke kostan. Dan, seperti biasanya dia gak peduli dengan tulisan COWOK DILARANG MASUK yang terpasang di pintu depan.

"Lo tuh gak bisa baca apa gimana sih?" Glo ngomel saat membuka pintu kamar dan mendapati kami duduk di depan meja makan. Sudah hampir jam 9 malam, memang waktu yang gak pas juga untuk bertamu.

"Please. Gue bukan cuma cowok random biasa kali," Ken memutar mata.

"Oh ya? Istimewa ya lo..." komentar Glo sinis sebelum melihatku duduk dengan mata bengkak di seberang Ken. "Madda! Lo kenapaaa?" Dan segera duduk di sampingku, menarikku dalam rangkulannya.

"Lo ngapain lagi sih?" Glo menuduh Ken dengan nada super judes yang membuatku kaget.

"Gak lah! Dia barusan hampir ditembak sama teroris!" sergah Ken defensif.

Sementara itu, Glo meneriakkan nama dua kawan kami yang lain. Binda keluar dengan anggun dalam kimono dan rambut lurus rapi terurai, sementara Tisa sepertinya sudah teler, gak ada gerakan dari pintu kamarnya. Sama seperti Glo, Binda juga gak suka sama Ken, dan ia melempar tatapan yang membekukan saat menghampiriku.

"Lo pulang aja deh," ia berkata pada Ken setelah aku menceritakan yang barusan terjadi. Tentang liputan, tatap-tatapan ama orang bersenjata, di-skors pula dari kerjaan...

"Gak. Gue mau di sini." Ken menjawab tegas.
Whoa. Tumben amat. Biasanya Ken kalau diusir Binda agak melemah. Hubungan Ken dan kawan-kawan kostku...bisa dibilang gak baik.

Soal peraturan kostan kami, biasanya dia cuma sok-sok cuek gak denger lalu pulang beberapa menit kemudian.

"Apa yang bikin lo pikir, lo boleh disini? Lo pacarnya bukan. Saudara dekat juga bukan. Empat tahun gue di sini, cuma dua kali gue liat Madda nangis. Pertama, pas dia pamitan pergi sama lo. Kedua, pas dia pulang dianter sama lo. Jadi mendingan lo gak kesini lagi."

Aku, Glo dan Ken sama-sama melongo mendengar kata-kata Binda yang tajam dan kejam.

Ken tersadar dan memandangku, "Seriously?"
Ia mengerutkan keningnya, super serius.

"Seriously!" Glo yang menjawab sementara aku masih mikir.

"Pulang aja Ken... I'm totally fine." Aku meraih tangan Ken di atas meja, akhirnya menjawab.

"She'll be better, after you leave." Binda menambahkan.
Binda has no mercy.

"Kabarin aku," gak bisa menyembunyikan kekesalannya, Ken menyerah. Ia keluar sendirian, meninggalkan aku dalam pelukan teman-temanku.

***

Malam itu, aku akhirnya tidur bertiga dengan Binda dan Glo. Meskipun Binda ngigau: "Sus, panggil pasien selanjutnya!" dan Glo rusuh banget macam lagi main voli pantai sambil tidur, aku merasa lebih tenang dan aman.

Sejujurnya, gak merasa aman juga sih.... #lirikGlo

Sementara mereka tidur, aku masih belum bisa memejamkan mata. Masih selalu teringat mata lelaki yang barusan nyaris menembakku. Nyariiiiiiiiissss banget aku gak bisa berpelukan dengan sahabat-sahabatku malam ini. Paling gak aku masuk RS deh, mungkin di UGD atau malah kamar mayat. Aku lalu membayangkan wajah kedua orangtuaku yang lagi liburan. Mereka pasti sedih banget.

Handphone-ku berkedip-kedip.
Sam menelpon. Sudah hampir tengah malam. Aku membiarkan panggilannya berhenti sendiri, lalu chat.

Aku lagi tidur sama Binda dan Glo. Sori gak bisa angkat.

StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang