The Lonely Girls Club

8.9K 1.4K 27
                                    

Sudah sejak pagi aku duduk di atas kasur, masih dengan baju tidur, tanpa minat untuk mandi. Sabtu sudah siang, meskipun mendung menggantung berat, dan aku gak punya rencana apapun untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir.

Cincinku yang cantik sudah tersimpan di kotaknya di meja samping ranjang. Memakainya bikin aku nyesek. Sepanjang malam Ken menelpon. Gak aku angkat. Aku bertekad gak bakalan hubungi Ken sampai aku punya keputusan soal permintaan Sam semalam.

Will it be Ken or Sam?

Ken selalu memilihku setiap pacar-pacarnya bertanya hal yang sama, aku tahu. Tapi kenapa ya berat banget untukku melakukan hal yang sama....

Well, because it's Sam.
Bukan cowok ganteng random gebetan sesaat. Sam yang baik, santai, positif, sopan, manis sama anak-anak kecil... Sam, yang juga punya sikap, bisa tegas, protektif, teliti, pekerja keras...

And the most important thing...is because it's Sam, a perfect guy who loves me back...

Gak lama lagi juga Ken bakalan kawin ama Tyas. Mengingat fakta yang aku dan Sam tahu tentangnya, besar kemungkinan Tyas bakalan menjauhkan Ken sebisanya dari kami.
Cepat atau lambat kami juga gak bakalan lagi sedekat dulu.
Gak akan bisa kalaupun mau.

I already know the answer.

Telponku berbunyi. Korlip. Sekilas kulihat notifikasi 50 missed call dari Ken.
"Madda, boleh gak gue minta jadi PA hari ini..."
"Oke sip," jawabku langsung gak pake mikir sebelum korlipku menyelesaikan kalimat. After a day work, I know I'll be okay.

***

I'm not better. Tapi seharian kerja lumayan bikin hatiku sedikit kebas.

Hujan deras mengguyur sore-sore saat aku bersiap pulang. Jadilah aku duduk-duduk dulu di tangga depan pintu masuk kantor. Sabtu sore, kantor sepi. Setelah berita jam 17 yang live, sisanya diisi program magazine taping hingga besok pagi.

Tiba-tiba Ladya muncul dari hujan. Gak seperti biasa, dia datang pakai baju kasual: jeans, kaos, tanpa make-up, ransel dan sneakers...

"Hoi Madda..."
Ladya adalah salah satu kebanggaan tv kami. Prestasinya banyak, ditambah penampilannya mirip Raline dan Manohara digabung jadi satu, bikin karirnya sebagai presenter juga meroket cepat. Dia pintar, tahan banting, dan profesional. Tapi dia cukup misterius. Walau banyak yang mengaguminya, tapi dia gak pernah nongkrong bareng atau main sama anak kantor. Meski terlihat sangat supel di depan kamera, Ladya selalu jaga jarak dengan siapapun dan bicara formal pada semua orang.
"Hoi Lad...", aku setengah gak percaya saat dia menyapaku.

Ladya duduk di sampingku, lalu tanpa basa-basi mengeluarkan sebungkus kuaci dan plastik kosong dari ranselnya. "Nih kuaci. Saya dari apartemen mau jalan cari angkot. Eh hujan, jadi minggir sini dulu," kalau ada orang yang pantas jadi Employee of The Year, ya inilah orangnya. Apartemennya literally di gedung sebelah. Konon dia pernah ditegur HRD karena dianggap mau curang lemburan dengan jarang nge-tap kartu absen pulang. Dan ketahuan kalau ternyata dia memang gak pernah pulang...hanya balik bentar untuk tidur beberapa jam, lalu lanjut ngantor lagi.

"Mau malem mingguan yak?" tebakku sambil ikutan makan kuaci. Begitulah. Makanan menyatukan banyak orang memang.

"Haha," jawabnya singkat, memutar matanya yang berbulu lentik. Nadanya sinis, orang yang gak kenal, gak bakal menduganya datang dari seorang yang berwajah lembut. Ladya is not your regular pretty face for sure.

"So?"

"Diskusi politik di Warung Daun, sepi di rumah kalau malam minggu, saya udah gaboleh kerja," ia mengangkat bahu, "Jadi tadinya pengen nonton bioskop sih, tapi sendirian, males. Males liatin orang pacaran."

StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang