Aku terbangun karena suara panggilan telepon. Dengan suara serak dan mata buram aku berhasil menekan tombol jawab.
"Halo..."
"Mad. Ini gue Tyas. Lo dimana?" Suara Tyas terdengar panik, dengan latar belakang musik keras berdentum-dentum.
Ha? Tyas? Aku memandang jam dinding. Jam 2 dini hari."Yas, besok pagi aja ya kita ngobrol. Seriously ini gue gak bisa mikir...", daripada aku bego dengar dia ngomong dengan pace super cepatnya ini mendingan aku tidur lagi deh. Aku mematikan handphoneku sekaligus lalu menghempaskan kepala kembali ke bantal.
***
Pagi hari berlalu cepat. Sarapan terinterupsi dengan kedatangan Papa Didi, papanya Sam yang jarang kudengar ceritanya tapi ternyata orangnya asyik, kocak dan sama hangatnya dengan Sam dan Mama Brie. Dia baru pulang dari Lombok, oleh-olehnya ayam taliwang untuk Sam bawa kembali ke Jakarta.
Keluarga Sam suka makan dan bisa masak semua. Obrolan saat sarapan pun tetap tentang makanan.
"Kamu dimasakin apa saat Sam ajakin kamu ke sini? Should be something really good sampai kamu mau diculik!", tiba-tiba Papa Didi bertanya padaku.Aku mengangkat alis, "Sam pulang dari rumahku trus dia cuma ajakin aku ke sini aja sih, Papa Didi. Gak pake masak-masak. Tapiiii...first date kami, dia buatin aku ayam sambal matah dan plecing kangkung..."
Jawabanku disambut tawa kedua orangtua Sam, sementara Sam menutup wajahnya malu."Lho? Kenapa?"
"Itu makanan 'aman' banget buat dia... Dari jaman SMP Sam sudah bikin dua menu itu. Waktu latihan, kita makan ituuuuu terus semingguan!" jawab Papa Didi."Ya aku mesti cek dong, Madda suka gak sama dua makanan favorit yang bakalan aku masak terus seumur hidupku..", Sam menambahkan.
"I love it," tambahku pelan sambil menepuk paha Sam yang duduk di sampingku. Ia memandangku dan tersenyum lebar.
Sarapan selesai dan Papa Didi serta Mama Brie ada agenda pergi-pergi. Sam mengajakku jalan-jalan sebelum harus pulang dengan penerbangan malam. Jadi kami ke kamar masing-masing dan siap-siap.
Saat itulah aku baru sadar handphone-ku mati. Begitu nyala, ratusan pesan dan puluhan misscalled muncul. Semuanya dari nomor gak dikenal yang ternyata milik Tyas.
Dia pengen ketemuan.
Berarti beneran semua perkiraanku sejak kemarin. Dengan jantung berdebar aku menelpon Tyas balik."Mad?" Ia menjawab di deringan pertama.
"Yas. Boleh aja kalau mau ketemu. Tapi gue udah harus pulang Jakarta hari ini. Gue gak minta lo jelasin apapun sama gue. Tapi gue pikir Ken harus tau semuanya. Lo harus kasitau dia, or I will."
Tyas terdiam di ujung telepon."Pasti Sam kan yang bilang sama lo," ia akhirnya bersuara.
"Yas, kemaren kita tuh papasan di juice bar. Lo mungkin gak ngeh tapi gue di situ. Gue tau banget lo jalan sama siapa. I saw you kissed him with my own eyes!" Aku gak pengen Sam terlibat.
"Lo di Ubud? Liputan?"
..dalam situasi ginian aja dia masih bikin kesel.
"Doesn't matter gue ngapain. Yang penting sekarang lo maunya apa," jawabku judes.
"Gue mau ketemu lo dulu dan lo mesti dengerin gue secara full...sebelum gue bilang ama Rakean."
"Oke,"
"Sekarang."
"Gue gak bisa sekarang. Gue mau ada acara juga Yas."
"Sekarang. Kalau lo di Ubud gue mau ketemu lo sekarang. Di juice bar kemaren. I'll be there in 15 minutes."
Tyas menutup telepon.Arrrrgh.
Well. Aku harusnya berlaku culas dan ngatur kapan kita bisa ketemu tapi... Rasa ingin tahuku lebih besar dari gengsi. Jadi, aku berlari ke kamar Sam dan pinjam motor untuk pergi ke juice bar sebentar.
Dan 15 menit kemudian aku sudah duduk di salah satu kursi menghadap jalan. Tyas terlambat, diantar beberapa bodyguard. Saat melihatku, ia menyuruh semuanya pergi.
"Jadi lo mau apa? Uang?", adalah kalimat pertama yang diucapkan Tyas sambil membuka kacamata hitamnya. Super angkuh. Super menyebalkan.
Aku mengangkat ponselku dan memotret Tyas. "Jaga sikap lo ya. Gue bisa kirim ini lengkap dengan shareloc saat ini juga ke Ken. Don't give me that bitchy attitude, gue gak berniat blackmailing lo dan akan sangat sukarela cerita semuanya sama Ken. This is me giving you chance to make things right."
Tyas terperangah.
Ha! Dia pikir aku cewek lemah yang terintimidasi sama dia. Selama ini aku memang gak ngobrol banyak sama dia, dan lebih memilih diam-diam kalau lagi bareng. Selain males dan jealous, aku juga gak minat berakrab-akrab. Aku juga sering ngerasa minder saat melihat dia, tapi sekarang gak lagi."Gue gak butuh uang." Aku menegaskan.
"Gue ga harus menjelaskan apa-apa sama lo..."
"Lo harus menjelaskan ini sama Ken. Dia jelas gak tau lo juga ada hubungan sama orang lain di belakang dia, kan?"
Tyas terdiam. Wajahnya yang cantik tampak menahan berbagai emosi. Marah, kesal, kaget...
"Ini bukan urusan lo," Tyas akhirnya berkata, meski suaranya terdengar gemetar."Oh but it is. Lo berdua ini mau kawin, for God's sake! Dan memulai hidup baru dengan kebohongan besar itu bener-bener bad juju..."
"Kenapa lo repot banget, sih?" Ia memotong ucapanku.
"Ken sahabat gue. Sejak lama. Dan segimanapun gue gak respect sama lo, gue mau dia bahagia. Lebih baik dia tau sekarang dari lo langsung daripada orang lain..."
"Supaya lo bisa menghibur dia dan bikin dia mau sama lo?" Tyas mengangkat sebelah alis. "Supaya cinta lo akhirnya gak bertepuk sebelah tangan lagi?"
Kali ini, aku yang shock. I never thought she knew.
"Jangan harap lo bisa rebut Ken dari gue. Gak bakal bisa. He is mine. Dan, kalau dipikir-pikir, lo sebetulnya gak punya bukti apapun..."
Tunggu dulu. Ini dia jadi balik ngancam aku atau gimana sih nih? Kurang ajar si bocah.
"We'll see," jawabku dingin. "I have nothing to lose." True. Perasaanku dulu toh sudah ditolak mentah-mentah oleh Ken, dan aku yakin 100% pertemanan kami solid.
Aku meninggalkan Tyas dan berjalan menuju parkiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck
RomanceFriendzoned kelamaan oleh tetangga masa kecilnya, Ken, sejak mulai remaja sampai jadi pekerja, akhirnya Madda memutuskan untuk move on dan punya pacar betulan. Gebetan terbaru Madda, seperti yang banyak orang impikan: koki yang ganteng, baik, dan ro...