Bizzare Love Triangle

9.1K 1.4K 14
                                    

Pernah patah hati? Gimana sih rasanya? Selama ini aku mengategorikan perasaan tak berbalasku pada Ken sebagai patah hati. And God knows, how many times he broke my heart.

Tapi gak seperti sekarang. Rasa sakit di dadaku seakan bertambah setiap kali aku menarik nafas. Dan gak membaik meskipun aku menangis. Gak menghilang saat aku tidur. Dulu-dulu, aku pernah juga sedih berhari-hari tapi bisa sibuk, bisa kerja, bisa makan, bisa tidur. Kali ini, rasanya berlipat sakit. Gak cuma sakit hati gara-gara meratapi kenangan, tapi juga karena kehilangan kesempatan.

And mostly, because I'm feeling so guilty. I know, I'm the one who lost Sam.

***

Selesai masa cuti, aku balik ngantor dengan semangat minimal. Aku gak lagi dikasih liputan keluar, kantor mengurungku di dalam jadi produser bulletin. Which is good karena kerjaan di kantor gak menuntutku mikir cepat kayak di lapangan, dan otakku melambat banget.

Ken berusaha setiap hari menghubungi dan ketemu. Tapi teman-teman kost dengan sukarela menyelamatkan aku dari dia, begitupun dengan resepsionis dan sekred yang diminta Mbak Redha menjawab: "Gak datang" pada semua yang mau ketemu aku kecuali yang secara spesifik memang kuundang. Maksudnya jelas menghindarkan aku dari teroris.

She's right. Ken itu teroris juga saat ini, untuk perasaanku.

Meanwhile, aku masih takut banget untuk menghubungi Sam. Aku tahu aku menyakiti dia. Dan, aku gak tahu cara perbaikinya.

"Ya Mi...", aku mengangkat telepon sambil mengamati rundown untuk berita sore.

"Heh! Kapan kerumah!" Mamiku judes. Aku gak balik rumah hampir tiga minggu. Aku sengaja sih, bilang sibuk di kantor, karena aku males cerita tentang kondisiku. Tapi mendengar suara ibuku, aku jadi kangen juga.

"Mami ganti nih kunci depan!", ancaman yang membuatku tertawa. Untuk pertama kali dalam beberapa hari terakhir.

"Iya Mami, ampun. Nanti aku pulang deh...", jawabku langsung.

"Ini gimana sih, mau kawin tapi gak ada persiapan. Gak kamu, gak si Rakean. Mami ama Ibu pusing berjamaah... Rakean malah kayanya ngundurin tanggal meluluuu..."

"Yee, aku mah masih lama kali Mi..."
Untuk waktu yang gak ditentukan, dengan calon entah siapa.

"Sam kemaren ke rumah, ngdrop makanan buat Mami pas lagi sakit gigi...", hah, Sam? Tanpa bisa kutahan, aku menegakkan badanku.

"Mami manja banget sih, sakit gigi aja bilang-bilang biar dikirimin makanan...", aku berusaha kedengaran normal. Meski kalau didengar, aku yakin banget suaraku bergetar.

"Yee gak papa kali-kali, calon mantu!"
Duh Mami. Aku nyaris menangis bayangin Sam masih being sweet sama ibuku padahal aku bikin dia kecewa. I miss him even more.

Setelah beberapa obrolan lain, aku janji bakalan pulang besok. Aku mematikan panggilan dan menempelkan kepalaku di meja dan memejamkan mata.

"Madda," sebuah suara memanggilku. Suara PA-ku Andar. Baru jam 14 siang, aku masih ada waktu buat mengasihani diri selama 30 menitan deh sebelum mulai ngecek rundown dan nagih-nagih berita ke korlip. Aku bahkan halusinasi mencium kayumanis di udara.

"Nanti Ndar, gue lagi bersemedi...", jawabku tanpa mengangkat kepala.

"Ada yang mau ketemu," Andar menambahkan. Dengan malas aku bangkit dan memandang wajah Sam.

Ia berdiri menjulang di depan mejaku, terlihat rapi. I should've known when I smell his perfume five minutes ago.

"Hai," ia mengangkat sebelah tangan.
Aku buru-buru duduk lebih tegak, dan teringat kalau hari ini aku bahkan gak sisiran, mandi seadanya dan ngantor tanpa pakai apapun di wajah. God knows I only slept for an hour or two per night...so I looked like a real mess.

StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang