Yes, to The Very Best

8.9K 1.5K 31
                                        

Aku memandangi tangan kiriku untuk kesekian ribu kali, merasa gak percaya pada apa yang sudah terjadi hari ini.

Aku dilamar!

Siang tadi, Sam dan Mama Brie dan Papa Didi datang ke rumahku, hanya bertiga. Mamiku panik luar biasa tapi entah gimana berhasil bikin rumah kami lumayan proper, bayar mahasiswa tetangga buat jadi fotografer dadakan, bahkan nyiapin makan siang bareng Ibu.

"Tante dan Om. Aku mau minta izin untuk mengajak Madda menikah sama aku, untuk jadi anak laki-laki Tante dan Om, untuk membawa Madda jadi anaknya Mama dan Papaku..."

Aku meremas tangan Ken di bawah meja saat Sam berbicara. Kami berdua duduk bersebelahan, di seberang Sam.

"Untuk aku, Madda seperti bintang jatuh. Sampai hari ini, proses kami ketemu dan kenal memang cepat banget, tapi dia juga mengabulkan semua permintaanku. Aku merasa sangat beruntung ketemu Madda; baik-baik, baik hati, mandiri, disiplin, penyayang, perhatian... Aku akan berusaha untuk bertanggung jawab jadi yang Madda mau dan butuhkan, bikin dia bahagia...", lanjutnya.

Ken memberiku tisu. Tanpa kusadari aku meneteskan air mata, terharu mendengar kata-kata Sam.

Sepertinya Papi dan Mamiku menjawab, aku gak ngeh. Aku fokus pada sosok Sam yang tampak sangat serius hari ini. Pakai batik, rambut tersisir rapi, wajah tanpa senyum-senyum santai, bahkan cara bicara malas yang jadi trademarknya pun hilang mendadak. Ia memandangi kedua orangtuaku sambil menyimak entah-apaan-yang-mereka-bilang.

"Somad. Kamu mesti jawab bentar lagi," bisik Ken mendadak.
Dua detik kemudian, semua mata memandangku. Untung ada ancang-ancang dari Ken.

"Madda? Kamu mau menikah sama aku?" Sam bertanya.
Aku mengangguk, pasti wajahku super tegang sih. Tapi Sam memberiku senyumannya yang terbaik, membuatku merasa lebih baik, dan cukup tenang untuk menjawab tegas, "Ya!"

Tiga keluarga kecil kami langsung akrab. Ken hanya bisa makan sebentar karena dia mesti pergi ke venue pernikahannya. Aku menarik Sam dari dapur ke ruang keluarga yang lebih sepi untuk memeluknya erat-erat.

"Akhirnyaaaaa," aku berkata sambil menikmati aroma kayumanis di tubuhnya yang semakin familiar. Ia tergelak pelan sambil membalas pelukanku hangat, mencium kepalaku.
Kami duduk berangkulan tanpa bicara selama beberapa menit. Astaga. Aku snuggling sama cowok ganteng, yang beberapa bulan lalu gak kutahu keberadaannya, yang sekarang sudah jadi calon suamiku!

"Oh. Aku hampir lupa!" Sam tiba-tiba menegakkan badan. Ia merogoh ke dalam saku dan mengeluarkan sebuah kotak kecil.

"Aku terlalu excited barusan. Harusnya aku kasihnya tadi...", ia mengeluarkan sebuah cincin rose gold bermodel kuno yang sangat cantik.

"Whoaaaa...", tanpa bisa ditahan, ke-corny-anku muncul. So pretty! Sam mengambil tanganku dan menyelipkan cincin itu ke jari manisku.

"It's yours. As you are mine," tambah Sam dengan gaya sok-sok pujangga roman.
Aku terlalu terpukau dengan cincin yang terpasang mantap di jariku. Tadinya kupikir berlian besar berbentuk oval dengan ukiran rumitnya akan terlihat aneh atau gak proporsional tapi ternyata it looks pretty. And I feel so pretty instantly.

"Aku pusing banget cari desain cincin untuk kamu. Tadinya mau pas kamu ulangtahun kemarin. Ken yang mengusulkan untuk cari waktu lain. Dia bilang, kamu pasti gak nyaman dengan orang-orang terlalu ramai dan event numpuk-numpuk..."

Ah, Ken. He knows me so well.

"Di satu sisi aku bersyukur dengerin Ken. Di sisi lain, aku agak kesal karena dia benar," tambah Sam.

"Lah? Kok?"

"Dia kenal kamu banget, lebih-lebih dari aku," jawab Sam dengan wajah ditekuk, "Bahkan mungkin lebih dari ibu kamu."

"Sam. I'm marrying you. Nanti kamu akan jadi orang yang paling tau aku, kok." Aku masih gak bisa melepaskan pandangan dari jariku. No wonder Gollum obsesif sama cincin. Selama ini aku memang gak pernah pakai apa-apa di tanganku kecuali jam tangan.

"So you like the ring," Sam berkomentar.
"My prrreciioooousss," jawabku ala Gollum, "I love it. Thankyou very much."
Sam tertawa. Suaranya masih membuat hatiku meleleh setiap kali.

"I love you," ia berkata, menatapku dengan matanya yang coklat.
"I love you too," jawabku. Untuk pertama kalinya. Selama ini aku selalu jadi orang pertama yang bilang i-love-you.

Ada sebuah quotes yang dikirim oleh Tisa beberapa saat setelah aku patah hati.

One day, someone will walk into your life and get things right, where everyone else got them wrong.
One day, you won't have to wait too long for a reply or a callback.
One day, you won't be the only one giving your all.

One day, you'll finally meet someone who wants to help you grow in life.
One day, you'll finally meet someone who isn't afraid to give love another chance.

One day, you'll finally meet someone you can trust with everything.
One day, you'll have your bestfriend, your biggest supporter and your team-mate all wrapped up into one person.

I never thought that today is the day.

StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang