My Home

10.2K 1.6K 28
                                    

Sky Lounge.
Hmmm. Terakhir kali aku ke sini, buruk banget pengalamanku. Hari ini, yah paling gak, aku bisa siap-siap patah hati.

Gak seperti suasana hatiku yang terlanda badai galau, langit Jakarta malah terlihat cerah banget. Lampu gedung, kemacetan, billboard, tampak jelas dan berwarna-warni dari ketinggian. Aku menarik nafas dan memutuskan untuk mengingat ini sebagai paling gak...satu pemandangan indah yang pernah terjadi di Sky Lounge.

Well, ada dua sih.
Sam yang lagi bicara ama pelayan di bagian reservasi. He looked beyond gorgeous, in his all-black outfit, rambutnya diikat asal jadi man-bun, matanya yang masih kelihatan terang meski lampu disini remang-remang...
I've lost him.

"Oke, jadi kamu duduk dulu sebentar di sini. Aku pesan minum dulu dan mau ketemu Magda sebentar...", ia mengantarku ke salah satu meja yang terletak di pojokan. Dua sisinya adalah jendela kaca dengan pemandangan Jakarta. Ada lilin-lilin di sana. Meja yang perfect banget buat candle-light-dinner romantis, sebenarnya.
Tapi kita gak ke sini buat roman-romanan. Aku kesini buat patah hati lagi.

"Magda siapa?" Aku gak bisa menahan diri untuk nanya.

"Dia temanku sekolah dulu. Sekarang dia PR di sini," Sam tersenyum lebar.

Oh. Oke.
Sam meninggalkanku dan pergi ke tempat reservasi barusan, yang terlihat jelas dari tempat dudukku saat ini. Gak berapa lama, dari suatu arah, muncullah seorang perempuan, dengan paras indo dan tubuh semampai, dalam setelan jas rapi yang...entah gimana, malah bikin dia kelihatan seksi. Banget. Sial.

Mereka berpelukan dan mencium pipi masing-masing sambil tertawa. Saat kulihat tangan perempuan itu berhenti di pundak Sam, darahku tersirap sejenak. Oh. Jadi ini rasanya.
Ah shit.
Aku pindah kursi dan memilih melihat pemandangan lampu Jakarta.

***

Selama 'meeting', aku memikirkan semua yang terjadi selama ini. Sebetulnya aku pengen banget kabur dari situ, tapi aku tahu aku akan sangat menyesal kalau Sam gak tahu perasaanku buat dia sekarang.

Suatu saat setelah aku mengungkap perasaan pada Ken, di sini juga, aku terpikir... Coba aku bilang sama dia bertahun-tahun lalu! Mungkin ditolak juga. Tapi paling gak kan...aku gak penasaran, aku menyelesaikan harapan semu, dan aku gak buang-buang waktu untuk cinta gak berbalas.

Itu salah satu alasan kenapa saat ditolak Ken rasanya nyesek banget.
Dan aku bertekad, gak boleh lagi membiarkan diriku se-desperate itu. No.

Jadi, apapun yang terjadi nantinya, aku harus bilang sama Sam. I owe it to myself.

***

"Hai," suara Sam menyadarkanku dari pikiranku sendiri. Ia duduk di hadapanku, dan di temaram lilin, dia malah kelihatan makin ganteng. Aku berharap kurang cahaya gini bisa bikin aku kelihatan gak messy-messy amat meski hatiku sudah ambyar dari tadi.

"Sudah minum? Aku tadi pesenin Earl Grey," Ia bertanya, suaranya lembut banget.
Aku mengangguk.
"Jadi, kamu mau bicara apa?" Sam memandangku lurus, wajahnya serius.

Aku menghela nafas dalam-dalam. Here it goes.

"Aku mau minta maaf untuk semuanya. Tentang kemarin aku gak cerita sama kamu soal penugasan, dan Ken... We have history. Dan aku harusnya cerita, supaya kamu mengerti... Dan aku juga harusnya kasihtau dia gimana cara berteman yang normal..."

Sam mengangkat sebelah tangannya. "Madda, aku juga laki-laki. Aku tahu dia punya perasaan sama kamu, sejak pertama kali ketemu dia. He wants you. It's obvious. And you wanted him too."

"Aku gak akan mengingkari kalau aku pernah suka sama Ken, selama bertahun-tahun, malah. But it's over. Aku mengungkap perasaanku dan dia menolak dan kami sama-sama memutuskan untuk jadi teman," jelasku. Sam masih kelihatan sangat serius.

Jadi aku menambahkan, "All you need to know is... I want you now. And it doesn't matter who wants me, you don't have to worry about anyone." Aku meraih tangan Sam. Aku gak tahu darimana aku punya nyali macam ini.

Sam terlihat kaget banget. Jelas dia gak menduga ini. Kami terdiam beberapa saat, saling menatap. Dalam hati, aku berharap bisa menghipnotis Sam kayak tukang gendam, biar dia mau terima aku balik...atau minimal percaya deh sama omonganku.

"Jadi?" Setelah bermenit-menit, akhirnya ia buka suara.
"Jadi, aku mau minta kita sama-sama lagi," jawabku cepat.

Sam menghela nafas dalam-dalam.

"Kamu tau aku mau ke Singapore?"
"We'll figure it out."
Aku bisa LDR. Untuk Sam, aku pasti bisa.

"Kamu tau, sesuka-sukanya aku sama Ken, aku akan selalu jealous?"
"Aku sama dia punya banyak cerita di masa lalu. Tapi aku mau masa depan aku sama kamu."
Aku akan mendisiplinkan si Ken!

"Kamu tau, kenapa kita di sini sekarang? Kenapa aku pengen ngobrol sama kamu"
"Aku gak tau niat kamu apa waktu tadi kamu sapa aku di kantor. All I know now, it's a chance to get back with you."

Sam tertawa, "You'll make a very good politician," komentarnya.
"I'm fine being a journalist," aku menjawab.

"Aku sering bolak-balik liat kamu di kantor. Aku memang coba menyelesaikan semua voice over sebelum harus ke Singapore. Dan tadi sore, aku lihat kamu di meja. Aku lihat jari kamu, gak ada lagi cincin aku di sana...", Sam akhirnya menggenggam balik tanganku, memandanginya.

"Aku sedih dan kangen kamu sejak waktu itu. Tapi aku masih marah, sampai tadi siang...", ia mengangkat alis, "You looked like you're having a hard time, and when we talked, I know you're missing me too."

Yaiyalah.

"Tapi lalu ada Ken. Dan pikiranku saat itu, okelah. I never had any chance to know him at all... Kenapa gak ajakin makan sekalian. Turn out, you two are...really good friends. I'm still jealous of him, though. He knows you better than I do."

Aku mau menjawab tapi sebelah tangan Sam menyentuh pipiku.
"And I want you too. I want you in my life. I'm so relieved you brought the ring... And I finally can do this, the right way."

Sam berdiri dengan cepat dari duduknya dan berlutut di hadapanku, sementara aku bengong, shock dengan semua kata-katanya.

"Madda, sepanjang dua minggu ini aku hilang arah. I was lost, even when I'm home, cooking! Dan aku baru sadar kalau...meskipun kita gak saling kenal bahkan 4-5 bulan lalu, tapi sekarang, sehari gak bareng kamu...aku ngerasa gak kenal diriku sendiri." Suara Sam bergetar, sama seperti tangan dan hatiku yang tahu kalau... Aku merasakan hal yang sama. I was lost.

"Would you marry me, be my home, be the one I'll cherish for my whole life?" tanya Sam.
Aku mengangguk cepat. Gak bisa berkata-kata, karena suaraku tertahan oleh debaran jantungku yang dahsyat.

"Is that a yes?" Sam berdiri.
"Yes, please." Aku akhirnya bisa menjawab.

Beberapa orang di sekitar kami bertepuk tangan. Sam menyelipkan cincin di jariku, mencium kening dan memelukku erat.
"She said yes!" Ia berseru. Lebih banyak orang bersorak-sorai.

"Let's go home," ia berkata setelah memandangku lama.
"Let's go, home!" jawabku.

StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang