Prolog

19.7K 496 1
                                    

Seorang wanita bermata sembap dengan napas terengah menapaki bukit.  Langkahnya gontai membuatnya hampir terpeleset beberapa kali. Ia tak peduli. Ia tetap bangkit dan terus berjalan. Isak pelan terdengar dari mulutnya. Matanya nanar menyimpan kepedihan. Debar jantungnya berdentum tak tentu menahan gejolak perasaan yang membuatnya sesak.

'Kenapa Ya Rabb? Kenapa?'

Jutaan tanya yang menggerogoti pikirannya semakin menyiksa. Bayang-bayang kenangan dan pahitnya kenyataan telah menjatuhkannya ke dalam palung keputusasaan. Semua keyakinan yang ia bangun runtuh. Ia tak tahu lagi harus bagaimana. Yang ia inginkan hanya menghempaskan diri dari semua rasa sakit ini.

Wanita itu sampai di puncak bukit. Napasnya hampir habis. Jilbab panjang biru yang ia kenakan berkibar menantang deru angin. Bola matanya langsung disuguhi pemandangan yang selalu ia rindukan. Namun kini, barisan sawah, lukisan langit dan jalinan vegetasi kehijauan itu tak kuasa lagi memberinya damai.

Tiba-tiba pandangannya berkabut. Deras aliran bening berjatuhan dari pipi merahnya. Ia memandang ke arah jurang dekat kakinya. Kerikil berjatuhan dari bibir jurang tempat ia menjejakkan kakinya yang mulai lemas.

'Haruskah kuakhiri semua ini?'

(Bersambung)

JANGAN DUAKAN AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang