🌿
Jam menunjukkan pukul lima sore. Seorang pria berambut legam, berhidung mancung, sedang menyesap secangkir espresso di sebuah kafe di jalan Braga. Sesekali ia melirik arloji keperakan di tangan kirinya. Ia baru saja menyelesaikan meeting singkat dengan manajer produksinya di sana, ketika sebuah pesan masuk ke ponselnya. Seseorang ingin bertemu.
.
Maka, di sanalah ia, memesan cangkir espresso-nya yang kedua, sesaat setelah sang manajer undur diri. Ia pun menyesap pahitnya kopi, menunggu sambil menikmati sore. Matanya tertumbuk pada dua orang yang sedang duduk di sebuah bangku di seberang jalan. Seorang gadis berkerudung jingga dengan seorang pria berjaket coklat nampak bercengkrama sambil tertawa. Pemandangan yang menerbangkan ingatannya pada sore-sore di Braga, kala ia jumpa dan jatuh cinta pada seorang wanita.
.
Bukan jatuh cintanya yang pertama. Namun, sungguh membuat gila. Mengenyahkan rasa itu, ia tak kuasa. Bahkan, saat itu kemunculannya bak oase di tengah gamang dan gersang hubungan cintanya yang pertama. Batinnya berkonflik. Ia tak ingin menyakiti, tapi harapan akan memiliki buah hati, membuatnya menetapkan hati. Meski, tak ia pungkiri, rumah tangga bercabang seperti ini, membuatnya terjebak dalam kegamangan yang tak mau pergi.
.
"Assalamualaikum, Ilham." Sebuah suara membuyarkan lamunan. Ilham menaruh cangkir espresso-nya, berjabat tangan dan membalas salam.
.
"Walaikumsalam warahmatullah. Apa kabar, Ri?" Ilham menyapa Fahri yang kala itu mengenakan kemeja hitam dan celana jeans.
.
Dulu saat awal-awal mengenal Hasna, Ilham memang dikenalkan pada Fahri. Yang Ilham tahu, Hasna dan Fahri bersahabat sejak SMA. Mereka tak pernah bertemu lagi, hingga tiga tahun yang lalu. Fahri ternyata telah menjadi dokter spesialis anak di salah satu rumah sakit terkemuka di Bandung. Adam, putra semata wayang Ilham, menjadi salah satu pasien Fahri. Hingga kini, Adam rutin terapi di klinik tumbuh kembang milik Fahri. Mereka lumayan sering menghabiskan waktu bersama. Apalagi Adam sangat dekat dengan Fahri.
.
"Baik, alhamdulilah. Kau dan Hasna baik?" balas Fahri sambil menggeser kursi untuk mendudukinya.
.
"Alhamdulillah," jawab Ilham singkat. Mereka berbasa-basi sejenak, hingga Fahri mulai menanyakan sesuatu yang membuat Ilham terkejut.
.
"Belakangan ini kuperhatiin, Hasna sering murung. Bahkan tempo hari, kupergoki dia sedang menangis di rumah sakit. Kau tahu dia kenapa?" Fahri menunjukkan mimik serius. Dahinya agak berkerut. Pandangannya tajam menelisik jawaban.
.
Ilham terdiam. Kaget dan risih. Jujur, ia tak menyangka Fahri akan bertanya soal Hasna.
.
"Kupikir kita akan bicara soal Adam," pungkas Ilham tak suka.
.
"Adam pun belakangan ini mengalami kemunduran. Emosinya tak stabil. Dia lebih sering tantrum. Kurasa ada hubungannya dengan Ibunya yang selalu terlihat sedih," tukas Fahri mengabaikan pelayan yang datang menawarkan menu padanya.
.
Ilham merasa tersudut. Ia merasa dihakimi. Selama ini ia tak menyadari bahwa Hasna memendam kepedihan. Istri mudanya itu selalu terlihat ceria di hadapannya. Hasna pun tak bercerita soal kemunduran Adam. Untuk sesaat, Ilham berpikir dokter muda di hadapannya ini sedang mengada-ada. Tapi ia juga tak bisa mengenyahkan kekhawatiran bahwa mungkin saja selama ini kesedihan Hasna luput dari matanya. Jika benar, tak sulit mencari apa kiranya alasan dari kesedihan Hasna. Ilham sadar, terlalu naif jika berpikir istrinya itu baik-baik saja diduakan olehnya. Rasa gamang yang menghantui Ilham, kini berubah menjadi rasa bersalah yang bertambah-tambah.
.
"Sori, Ri. Kurasa kau terlalu berlebihan. Kalaupun ada masalah dalam rumah tangga kami yang membuat Hasna sedih, kupikir itu BUKAN urusanmu," jawab Ilham tegas. Dahinya kini bertaut. Raut wajahnya tak bersahabat lagi.
.
Meski Ilham tahu, hipotesa Fahri boleh jadi tepat, namun ia tak suka ada orang lain yang ikut campur urusan rumah tangganya. Terlebih lagi Fahri.
.
"Urusanku jika ada yang tersakiti di depan mataku. Sebagai sahabat aku cuma mau ingatkan kamu, Ham. Jangan main api. Aku beberapa kali melihatmu bersama wanita lain." Ucapan Fahri bak peluru tajam yang menembus dada Ilham. Pasti yang dilihatnya adalah Airin.
.
"Apapun yang kamu lakukan dengan wanita itu, berhentilah. Berhenti menyakiti Hasna. Dia wanita yang istimewa ...." Fahri menahan gejolak dalam dadanya, "Jangan sia-siakan dia."
.
Ilham meradang. Ia berdiri dari kursinya dan menatap tajam pada pria di hadapannya.
.
"Aku tidak menyia-nyiakan siapapun. Kau tidak tahu apa-apa Fahri. Sebaiknya kau berhenti mencampuri urusan rumah tangga orang lain." Ilham menyambar jasnya dengan kasar dari bangku dan beranjak meninggalkan meja.
.
"Kau tahu, kau bukan satu-satunya!" Setengah berteriak, suara Fahri berhasil menghentikan langkah Ilham dan membuatnya berbalik.
.
"Kau bukan satu-satunya ... pria yang mencintai Hasna," sambung Fahri membuat bola mata Ilham terbelalak. Ada gemuruh panas dalam dada Ilham ketika mendengarnya.
.
"... kalau kau tak mampu menjaga Hasna, kupastikan kau akan KEHILANGANNYA." Fahri menutup kalimatnya dengan pernyataan serupa pedang yang mengancam..
Tangan Ilham terkepal. Ia merangsek maju dan menarik kerah kemeja hitam Fahri. Tatapannya sadis mengancam.
.
"Jauhi istriku!"(Bersambung)
Akhirnyaaa up juga 🤭 Terima kasih udah setia menunggu JDA
.
Alhamdulillah sekarang suami udah sehat lagi, berangsur pulih setelah pulang dari RS. Insyaallah bisa rutin update JDA lagi tiap Selasa dan Sabtu 😊
.
Eniwei, kenapa ya emak-emak pada keki warbiyasah sama tokoh Ilham?
.
Kayaknya tim Ilham bakalan sepi neh. Kamu tim siapa? Tim Ilham atau Tim Fahri?
.
Kalo author sih tim ... bakal ketahuan di ending wkwkwk 🤣
.
Yang mau krisan kutunggu lhooo 😁🙏
.
Happy weekend ❤️#JDA_Part17
#alianastory
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGAN DUAKAN AKU
RomanceDunia Hasna serasa runtuh saat mengetahui bahwa dirinya adalah istri kedua dari suaminya, Ilham. Konflik meruncing karena cemburu menderu dan dendam masa lalu. Satu-satu ujian, godaan dan fitnah menggoreskan pilu. Akankah tiga cinta padu dalam syahd...