Dunia Hasna serasa runtuh saat mengetahui bahwa dirinya adalah istri kedua dari suaminya, Ilham. Konflik meruncing karena cemburu menderu dan dendam masa lalu. Satu-satu ujian, godaan dan fitnah menggoreskan pilu. Akankah tiga cinta padu dalam syahd...
‘Berani sekali dia! Mengancam akan merebut Hasna dariku.’ . Ilham menatap foto Adam bersama Fahri. Foto itu memang hanya ada satu dari sekian banyak foto yang terpampang di kamar Adam. Kebanyakan adalah foto Adam, dirinya dan Hasna. Ada juga beberapa foto Adam bersama terapis-terapisnya. . ‘Agar Adam ingat sama mereka yang selama ini membantunya terapi’ begitu alasan Hasna saat memajang foto-foto itu. Dulu, Ilham tak pernah keberatan foto Fahri terpajang di kamar putra semata wayangnya. Kini, bara api dalam dadanya membuatnya benci melihatnya. Wajah tersenyum di foto itu hampir saja terkena bogem mentahnya di kafe Braga sore itu. Beruntung orang-orang di sekitar keburu melerai mereka saat itu. Sejurus kemudian Ilham menarik foto itu, mengeluarkannya dari bingkai dan meremasnya. . ‘Takkan kubiarkan kau, Fahri.’ . Remasan foto itu kini teronggok di tempat sampah. . Pandangan Ilham kini beralih pada sesosok mungil yang sedang bergelung dalam selimut. Ia baru saja memindahkan Adam yang ketiduran di ruang tamu saat main ke tempat tidur. Matanya menelusuri kepolosan wajah yang sedang mendengkur pelan di atas bantal. Adam memiliki perpaduan sempurna antara wajah Hasna dengan dirinya. Wajah yang sama yang membuatnya jatuh cinta tiap pagi. Wajah yang membuatnya ingin mengorbankan semua demi melihat sang pemilik wajah bahagia. .
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rasa nyeri mendadak muncul dalam dada Ilham. . Bahagia. Apa Adam dan Hasna bahagia? Apa Airin bahagia? Terlebih lagi dengan rumah tangga bercabang yang kini ia jalani. Cemburu ditambah konflik masa lalu, membuat dua istrinya bisa sewaktu-waktu berseteru. Rasa bersalah campur ragu mulai merambati batin Ilham. Benarkah keputusannya berpoligami? Sanggupkah ia menjadi suami yang tidak menzalimi? Kedua istrinya memang tak pernah kekurangan materi. Namun perkara hati, siapa kiranya yang sanggup membagi dengan adil? Kadang condong ke sana kadang kemari. Lelah hati membagi. Air mata Airin merobek hati. Kesedihan Hasna yang tersembunyi memperparah luka hati. Lalu Adam … benarkah ia mengalami kemunduran karena semua ini, karena Ilham membuat ibunya dirundung sedih? Masih diselimuti perasaan bersalah, perlahan Ilham membelai rambut keriting putranya. . “Maafin Ayah ya, Nak ....” Ilham pun mengecup kening Adam. . Malam semakin larut. Ilham masih terjaga di samping Hasna dengan tasbih di tangan dan istighfar yang membasahi lisan. Ia berharap Allah mengampuni segala kesalahannya, berharap Allah menguatkan dirinya. Apa mungkin ia terlalu berani mengikuti sunnah nabi yang teramat berat untuk berpoligami, padahal diri belum mumpuni? Meski sempat dilanda ragu, Ilham meyakinkan diri. Ia memang lemah tapi Allah Maha Menguatkan. Ia mungkin berbuat kekeliruan tapi ia punya Allah yang Maha Pengampun. Ia mungkin bingung mencari solusi tapi Allah Maha Pemberi Petunjuk. Cukup Allah baginya untuk mengurai segala kekusutan yang ia alami. . “Mas, belum tidur?” Suara Hasna membuyarkan lamunan Ilham. Istrinya menggeliat dan mengambil posisi duduk bersandar seperti dirinya. . “Belum. Ada yang sedang kupikirkan,” jawab Ilham pelan. . “Mikirin apa, Mas? Kayaknya serius banget,” selidik Hasna penasaran. Ilham menghentikan zikir. Dipandangnya wajah Hasna sambil mulai menyusun kata dalam benak. . “Aku merasa bersalah padamu, pada Adam, pada Airin … keputusanku berpoligami sepertinya banyak menyakiti. Awalnya kupikir ini akan jadi solusi, agar aku bisa punya buah hati, semua bisa kujaga, kucinta, tanpa harus ada luka. Ternyata aku terlalu naïf. Ini tak semudah yang kukira…,” jelas Ilham. . Hasna terdiam. Suara detak jam dinding menjadi satu-satunya suara yang terdengar. Hasna tak menyangka Ilham akan berpikir seperti itu. Selama ini ia selalu terlihat tegar, tenang dan percaya diri menghadapi apapun konflik di hadapannya. Tak disangka ternyata suaminya itu menyimpan gundah yang sama.