🌿
Argh!
.
Airin memekik kesal dan melempar ponselnya ke sofa di ruang kerjanya. Sudah kesekian kali Ilham membatalkan rencana kencan mereka. Alasannya sama : Adam.
Padahal beberapa hari ini adalah jatah Airin untuk ditemani. Biasanya Ilham menemaninya sejak pulang kantor. Namun, kini Ilham mulai banyak meluangkan waktu menemani Adam terapi. Ia baru bisa pulang ke rumah Airin malam hari.
.
Ini tidak adil. Ilham lebih banyak meluangkan waktu bersama Hasna karena mereka punya Adam. Airin merasa kalah dalam hal ini. Ia tak punya buah cinta yang bisa mengikat Ilham lebih lama bersamanya. Hal ini sering membuatnya sedih dan cemburu.
.
Ia bisa memiliki hal-hal gemerlap yang selalu diinginkan wanita. Fisik nyaris sempurna, suami tampan dan kaya raya, kepuasan materi hingga bisnis yang menggurita. Namun, satu hal yang membuatnya nelangsa. Ia tak kunjung dikaruniai buah cinta karena penyakitnya.
.
Kesempurnaannya seolah lebur tergodam pahitnya kenyataan. Ia belum benar-benar merasa sempurna sebagai wanita hingga rahimnya bisa mengandung. Berbelas tahun ia menutup telinga dari cibiran yang terlontar dari mereka yang iri padanya. Biasanya Airin membungkam mereka dengan gemerlap pencapaian dan kebahagiaannya. Meski jauh dalam lubuk hati, perih terus saja menyapanya.
.
Airin terduduk di sofa sambil memejamkan mata. Menahan bulir yang berdesakan panas di sudut mata.
.'Bocah itu ... Pemenang hati Ilham! Andai saja ia tak ada!' Airin tak percaya pada apa yang menghinggapi pikirannya. Ia benci pada fakta bahwa Hasna mengalahkan dirinya. Ia juga dihantui ketakutan, suatu saat Ilham akan meninggalkannya demi Hasna dan Adam.
.
'Haruskah kusingkirkan bocah itu?' Airin bergidik dan menggelengkan kepala. Apa ia sejahat itu? Airin memijit dahinya. Bukan. Bukan anak itu yang harus disingkirkan.
.
'Aku ... Aku yang harus punya anak! Anak yang normal dan tidak aneh seperti bocah itu! Anak yang akan membuat Ilham jatuh cinta! Tapi bagaimana?'
.
Airin makin tenggelam dalam keputusasaan saat ponselnya berdering. Sebuah nama dan wajah yang ia kenal menyapa di layar. Airin memutuskan untuk mengabaikan panggilan itu dan kembali memejamkan mata. Namun, ponselnya tak kunjung berhenti berdering. Ia pun mengalah dan mengangkatnya dengan malas.
.
[Airin, kau ada waktu? Aku sedang di lobby. Aku ingin menawarkan kerjasama. Kurasa kau dan Ilham akan tertarik. Boleh aku naik?]
.
Suara bariton yang tak pernah berubah sejak SMA itu menyapa telinga Airin.
.
Airin segan untuk menolak. Lagipula ia punya banyak waktu sampai Ilham siap menemuinya di rumah. Ia pikir tak ada salahnya menemui Daniel dan bicara bisnis sejenak.
.
Airin beranjak dari sofa dan membereskan riasannya yang ternoda air mata. Saat ia selesai, sebuah ketukan terdengar di balik pintu ruang kerjanya. Setelah diberi ijin, sekretaris mempersilakan seorang pria masuk.
.
Airin sangat mengenali sosok dengan bahu bidang berbalut kemeja dan jas casual di hadapannya itu.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGAN DUAKAN AKU
RomanceDunia Hasna serasa runtuh saat mengetahui bahwa dirinya adalah istri kedua dari suaminya, Ilham. Konflik meruncing karena cemburu menderu dan dendam masa lalu. Satu-satu ujian, godaan dan fitnah menggoreskan pilu. Akankah tiga cinta padu dalam syahd...