Dunia Hasna serasa runtuh saat mengetahui bahwa dirinya adalah istri kedua dari suaminya, Ilham. Konflik meruncing karena cemburu menderu dan dendam masa lalu. Satu-satu ujian, godaan dan fitnah menggoreskan pilu. Akankah tiga cinta padu dalam syahd...
Malam itu rintik hujan mengguyur bukit tempat di mana rumah Ummi Kulsum berdiri. Sesekali cahaya kilat tercitra di mega, disusul suara guntur yang memekakkan. Dua orang wanita berbalut baju hangat sedang duduk di ruang baca. Mereka berbicara serius diiringi suara rinai hujan yang memukul jendela. . "Permasalahanmu ini pelik, Nak." Ummi untuk kesekian kalinya, menuangkan wedang jahe ke cangkir Hasna. Aroma khasnya menguar, memberi sensasi hangat di hidung Hasna. Hasna tak segera menyesapnya. Ia malah mengamati uap yang mengudara dari cangkirnya, berusaha menenangkan diri setelah menceritakan semua permasalahannya pada Ummi. .
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Menjadi yang kedua memang tak mudah. Meski diperbolehkan oleh agama, hati manusia seringkali tak sanggup menahan rasa-rasa yang kadang membuat merana," Ummi menghela napasnya yang berat lalu melanjutkan, "Tapi, Nak, setiap rumah tangga memiliki ujiannya masing-masing. Dalam kasusmu, Airin dan Fahri adalah dua di antaranya." . Ummi menatap keponakannya lekat-lekat. Ia tahu ada banyak kegundahan di dalam sana. Takdir cinta yang ia tempuh bukan sesuatu yang mudah dijalani. . "Dan Ummi yakin, kamu tahu, bahwa Allah tidak pernah memberi ujian melainkan sesuai kesanggupan. Yang perlu kamu lakukan adalah menguatkan hati, tawakal pada Allah dan memastikan ... jangan sampai ... jangan sampai hatimu disusupi oleh sesuatu yang tak diridai oleh Allah." . Jantung Hasna seolah tertohok oleh kata-kata Ummi. Seketika rasa bersalah menggenangi hatinya. Semua gundah yang ia alami saat ini adalah akibat sikapnya yang tak mengindahkan perintah Ilham untuk menjauhi Fahri. Andai ia benar-benar patuh. Andai ia tak membiarkan Fahri menelusup ke dalam hatinya, mungkin ia masih menjadi Hasna yang teguh bersabar menjalani takdir cintanya. Namun, sesuatu yang lain berbisik dalam pikirannya. Bukankah Fahri bisa menjadi solusi dari semua keruwetan segitiga cinta antara ia, Ilham dan Airin? . "Ummi paham. Sebagai wanita, kamu juga pasti tak ingin suamimu berbagi hati. Kamu ingin jadi satu-satunya wanita yang bertahta di hati seorang pria. Fahri menawarkan itu padamu. Tapi, Nak, dalam kasusmu ini, Fahri menawarkan hatinya dengan cara yang tidak halal. Buah dari ketidakpatuhanmu pada Ilham. Fahri sepertinya pria yang baik, tapi ... apakah seorang pria yang baik akan menyatakan cinta pada istri orang?" . Suara guntur menggelegar di luar jendela. Dada Hasna turut bergetar karenanya. Suara itu bak mengiringi kalimat terakhir Ummi, membuatnya seperti kalimat peringatan. . "Kadang sesuatu yang terlihat indah boleh jadi bukan sesuatu yang baik untukmu. Pun sesuatu yang terlihat sulit, boleh jadi menyimpan kebaikan yang besar untukmu. Apapun keputusanmu. Selalu libatkan Allah di dalamnya. Jangan sampai gegabah membuat keputusan." Ummi meletakan sebelah tangannya di bahu Hasna. Meremasnya pelan sambil menatapnya penuh arti. .
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kau berhak bahagia, Hasna ... tapi harus dengan jalan yang diridai oleh Allah." . Ummi menutup percakapan mereka dengan sebuah pelukan dan usapan di bahu Hasna. Ia juga menyarankan Hasna beristighfar sambil meminta petunjuk Allah lewat salat, zikir dan mengaji. . "Semoga Allah menuntun langkahmu, Nak." . Suara guntur belum juga berhenti. Cahayanya memendarkan langit gelap yang tak berhenti memuntahkan hujan. Angin dingin sesekali menelusup melalui ventilasi kamar Hasna, membelai wajahnya yang sayu, menunduk mencari petunjuk di antara doa-doa. . Di samping Hasna, di atas tempat tidur, Adam terlelap di balik selimut. Adam menggerakkan tangannya perlahan. Tangan mungilnya menyembul dari balik selimut. Tangan itu menggenggam sesuatu. Mainan pesawat baling-baling berwarna merah dan biru. Pemberian seorang yang belakangan membuat hati Hasna, meski mengelak, namun berdebar rindu. . "Denganku kau takkan pernah jadi yang kedua. Kau akan selalu jadi yang pertama ... Satu-satunya ... Selamanya." . Terngiang kembali pengakuan Fahri sore itu. Sebuah ikrar cinta dan janji yang menggoda. Sejak itu, Hasna gelisah. Ia merasakan desiran aneh dalam dadanya. Rasa persahabatan yang selama ini ia miliki pelan-pelan bergradasi menjadi sesuatu yang ia sendiri takut menggambarkan. Karena jika benar, sungguh rasa itu terlarang. . Hasna beristighfar menenangkan hatinya. Diresapinya kembali pesan Ummi bahwa kadang apa yang terlihat baik justru sesungguhnya tak baik, begitupun sebaliknya. Sesuatu yang mungkin terlihat sulit justru sesungguhnya baik. Meninggalkan Ilham dan menerima cinta Fahri memang nampak seperti solusi. Namun, akankah Allah rida? Bagaimana dengan janji Hasna bahwa ia akan bersabar memperjuangkan cintanya bersama Ilham? . Sejenak Hasna memandangi wajah polos putra semata wayangnya. Lekuk wajah itu mengingatkannya akan seseorang. Seseorang yang menyumbangkan gennya dalam tubuh Adam. Seorang yang tak berhenti membuatnya jatuh cinta setiap hari. Meski kadang lara dirasa Hasna karena suaminya harus membagi hati, namun ia tak pernah kekurangan perhatian dan kasih sayang. Ia berusaha menjaga perasaan dan berusaha bersikap adil. Pria itu sungguh-sungguh berjuang demi cinta mereka. . "Karena Allah aku mencintaimu. Karena Allah aku akan berjuang demi cinta kita. Bersabarlah denganku. Demi Allah, aku butuh kamu Hasna... " . Suara Ilham kala itu kembali bergetar dalam memori Hasna. Keberadaan Adam serta kesungguhan Ilham saat itu membuatnya luluh. Meski diterpa badai, selama ini mereka selalu saling menguatkan dan berhasil mempertahankan biduk cinta mereka. Bersama. Berbekal keyakinan bahwa cinta mereka, meski tak sempurna, layak diperjuangkan. Berharap Allah rida dengan cinta yang mereka perjuangkan. . "Kau berhak bahagia Hasna, tapi harus dengan jalan yang diridai oleh Allah." Pesan Ummi kembali terngiang di benak Hasna. . Manakah jalan yang Kau ridai untuk kebahagiaanku, ya Rabb? . "A ... a" . Lamunan Hasna buyar ketika ia mendengar Adam yang masih terpejam berdesis lemah. . " ... ya..h" . Apa ia baru saja menyebut 'ayah'? Hasna terbelalak. Adam di usianya yang ke enam ini memang masih belum bisa bicara dengan jelas. Selama terapi wicara ia hanya bisa mengikuti dengan pelan dan terbata. Namun, ia mulai bisa menyebut dua suku kata meski terbata. . "A... ya... h," desisnya lagi sebelum kembali ke suara dengkuran pelan yang terdengar mirip ayahnya. . Sebulir air menetes dari pelupuk mata Hasna. Pertanyaan batinnya seolah terjawab oleh sebuah kata yang diigaukan Adam dengan terbata. . Inikah jawaban-Mu, Ya Rabb?
(Bersambung)
Baru bisa update, maafkaaan. Sudah mantapkah Hasna dengan pilihannya? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Ada sesuatu yang akan menggebrak di part selanjutnya. Wakakaka. Aniway, JDA versi Watty akan segera berakhir lho. Nantikan ya. Thanks udah setia baca JDA. Ditunggu komen dan kritiknya ya. . Have a great day!