🌿
Hangat pelukan Ilham semalam masih dapat Hasna rasakan. Pelukan dan kecupan lembut di dahi setelah Hasna menceritakan pertemuannya dengan Airin. Cerita dengan ‘bumbu penyedap’ bahwa mereka akan belajar untuk saling menerima dan memaafkan. Ia tak ingin membohongi suaminya. Hasna mengungkapkan itu semua sebagai doa. Berharap suatu saat doa dan sugestinya akan menjadi nyata. Baginya, kebahagiaan Ilham menjadi yang utama, meski ia harus menutupi duka.
Berhati malaikat, pujian itu disematkan Ilham sembari mendekapnya semalam. Hasna meleleh dalam eratnya pelukan. Itu cukup untuk mengobati kesedihannya. Selama ia memiliki Ilham di sisinya dan Allah dalam keyakinannya, Hasna yakin ia sanggup mengarungi badai sepelik apapun.
Tekadnya sudah bulat. Ia akan mencoba meluluhkan Airin dengan cara yang selama ini selalu berhasil untuk meluluhkan ‘korban’ bullynya yang lain. Jurus ini diajarkan oleh Ummi saat awal ia berhijrah. Jurus air melubangi batu.
Ummi menukil sebuah firman Allah dalam Alquran surah Fushilat ayat ke-34, agar menolak kejahatan dengan kebaikan, maka seijin Allah musuh pun mampu berubah menjadi teman setia.
Ummi mengibaratkan hati yang keras adalah batu dan kebaikan adalah air. Jika hati yang keras dihantam dengan kekerasan. Maka layaknya batu, mereka akan saling menghancurkan. Namun, jika hati yang keras ditetesi kelembutan dan kesejukan, maka bagai air yang menetes konsisten dan dalam waktu yang lama, ia akan membentuk batu tersebut.
.
Bak batu yang ditetesi air hingga mengubah bentuk, keburukan yang dibalas kebaikan mampu mengubah musuh menjadi teman setia.Hasna mengokohkan keyakinannya, suatu saat ia dan Airin akan berdamai. Ia percaya tak ada yang tak mungkin bagi Allah Sang Maha Membolak-balikan Hati.
“Hasna? Hasna?” Sebuah suara membuyarkan lamunan Hasna.
“Eh, Fahri. Hai,” sapa Hasna sambil tersenyum.
Seorang pria berkemeja biru, berjas putih khas dokter, dan celana jeans gelap menyapa Hasna. Wajahnya putih bersih khas oriental. Hidung mancung, alis tebal dan cambang tipis menghiasi paras tampannya. Ia adalah dokter Fahri. Dokter yang menangani masalah tumbuh kembang Adam pertama kali. Selama dua tahun, Adam yang didiagnosa ASD (Autistic Syndrome Disorder), menjalankan terapi terintegrasi di klinik tumbuh kembang dokter Fahri.
“Sepertinya kau melamun. Dari tadi kupanggil kau bergeming. Ada yang kau khawatirkan soal Adam?” Dokter Fahri membuka percakapan.
Hasna tersenyum tipis. Sejak tadi ia memang sedang mengamati Adam yang sedang terapi sensori bersama terapis di dalam sebuah ruangan khusus di klinik Fahri. Ia bisa melihat Adam diajak untuk main trampoline dan bermain aneka permainan untuk melatih sensorik dan motoriknya yang terganggu.
“Ah, nggak, kok Ri. Aku justru seneng. Makin kesini, Adam perkembangannya makin baik. Berkat dirimu dan tim di sini,” jawab Hasna.Hasna memang tak segan memanggil Fahri hanya dengan nama. Sejatinya mereka memang saling mengenal sejak SMA. Hanya saja dulu Fahri dan dirinya tak begitu akrab karena Fahri tipe anak yang pendiam, sementara Hasna adalah ketua geng elit di sekolahnya dulu. Mereka mulai saling mengenal saat Hasna dikucilkan teman-temannya karena jatuh miskin. Saat itu, Fahri sering datang menghampiri Hasna yang sedang termenung sendiri dengan membawa benda-benda konyol, yang membuat mereka berdua tertawa bersama. Terpisah saat kuliah, mereka bertemu kembali saat Hasna dan Ilham memeriksakan Adam tiga tahun yang lalu.
“Ah, itu semua karena kerja keras dan kasih sayangmu dan Ilham padanya.” Fahri merendah, “Ia juga anak yang manis sebenarnya. Meski masih suka tantrum, tapi ia tergolong cerdas dan mudah di-prompt. Adam jadi salah satu favoritku dan para terapis di sini. Banyak yang sayang padanya.”
Mereka terlibat obrolan ringan sambil memperhatikan Adam yang berlompatan ke sana kemari. Wajah polosnya terlihat riang. Sesekali ia masih suka berputar-putar dan tertawa sendiri. Namun, sang terapis berjilbab ungu yang mendampinginya, dengan sabar mengajaknya kembali berlatih.
“Hey, sudah selesai, Anak hebat?” Fahri mengajak Adam untuk tos, sesaat setelah sang terapis mengajak Adam keluar. Adam terlihat senang. Segera ia menyambut ajakan itu dan mengadukan telapak tangannya dengan milik Fahri di udara.
“Lihat, Om bawa apa nih?” Fahri jongkok dan mengeluarkan sebuah pesawat mainan berukuran kecil berwarna merah dari saku jasnya.
Mata Adam langsung berbinar. Pesawat adalah salah satu mainan kesukaannya. Disambarnya pesawat itu dengan senyum lebar. Sang terapis tak lupa mengarahkannya untuk mengucap terima kasih. Meski Adam belum bisa bicara, namun, prompt secara konsisten seperti itu akan terekam dalam memorinya. Hal ini kelak akan memudahkannya untuk mulai bicara sendiri.
“Fahri, repot-repot,” ucap Hasna melihat Adam antusias memainkan pesawatnya sambil memonyongkan bibir dan menirukan suara pesawat.
“Ah, nggak, kok. Itu hadiah karena sudah mau ikut instruksi dengan baik hari ini. No tantrum. Adam hebat.” Fahri mengacak-acak rambut kriwil Adam.
Mereka pun berpamitan. Fahri memandangi punggung Hasna dan Adam yang semakin menjauh hingga hilang di ujung lorong. Sebuah senyum terutas di bibirnya.
***
Malam menyelimuti kota. Awan pekat berarak dan berlomba menutupi sinar rembulan. Angin dingin membawa berita akan hujan. Di rumah-rumah, manusia bergelung mencari kehangatan. Begitu juga dengan Airin dan Ilham.
Hari ini adalah giliran Ilham untuk menemani Airin. Setelah saling berbagi cumbu dan hangat, Ilham pulas dalam lelap. Setengah badannya tertutup selimut. Di sampingnya Airin masih terjaga. Menatapnya dengan wajah kemerahan. Rasa bahagia yang memenuhi hatinya, mulai ternoda dengan cemburu yang diam-diam meracuni. Membayangkan ada wanita lain yang juga menikmati cumbu mesra lelakinya.
Airin sebenarnya sedikit terkejut saat Ilham berterimakasih padanya karena telah menerima Hasna dengan baik tempo hari. Airin hanya terdiam dan mengangguk ragu saat itu. Tak disangka Hasna menutupi perlakuan buruknya tempo hari dari Ilham. Maka, Airin memutuskan untuk ikut bermain peran. Ia yakin ini akan menguntungkannya. Ilham tak perlu tahu, perlakuan jahatnya pada Hasna. Biarlah ia menganggap istri pertamanya baik, hingga saat nanti ia terlepas dari Hasna.
Perlahan Airin mengeluarkan tangannya dari selimut sambil memperhatikan wajah Ilham yang tertidur pulas. Setelah memastikan aman, jemarinya menari di atas layar ponsel. Seringai jahat di bibir mengiringi jempolnya menekan tombol send.
(Bersambung)
Terima kasih admin. Terima kasih sudah membaca JDA 😊
Kisah ini akan di-update tiap Selasa dan Sabtu.#JDA_part11
#aliana_story
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGAN DUAKAN AKU
RomanceDunia Hasna serasa runtuh saat mengetahui bahwa dirinya adalah istri kedua dari suaminya, Ilham. Konflik meruncing karena cemburu menderu dan dendam masa lalu. Satu-satu ujian, godaan dan fitnah menggoreskan pilu. Akankah tiga cinta padu dalam syahd...