Bagian 8

1.2K 70 2
                                    

Seperti yang dijanjikan Taiga, pagi itu Taiga dan Zea bersiap-siap untuk berangkat. Zea terlihat sangat suka dengan rencana ini.

Toma tak diajak oleh Taiga karena menurutnya ini karena masalahnya dengan Zea tak ada hubungannya dengan Toma.

Awalnya Zea menolak keputusan Taiga namun menerimanya karena mereka hanya akan pergi ke masjid, bukan?

Tanaka akan menjaga dan bermain dengan Toma.

Taiga dan Zea masuk ke mobil untuk memulai perjalanannya. Sebelum itu, Taiga memberikan sesuatu pada Zea.

"Zea, terimalah ini sebagai hadiah dariku dan Toma. Ini Toma yang memilihkannya untukmu...ambillah." Taiga menyodorkan sebuah kotak terlihat seperti isinya sebuah ponsel baru.

"Benarkah? Toma memilihkannya...wah terima kasih banyak." Mata Zea bercahaya ketika menerimanya, Taiga tahu bahwa Zea tak akan menolak jika itu berhubungan dengan Toma, ia sangat menyayanginya.

Mereka mulai berangkat dan tak lama kemudian sampai di masjid besar Tokyo. Saat Zea akan melangkah masuk ke halaman masjid, ia mengatakan pada Taiga, "Hari ini, aku mohon padamu untuk kita tak bersandiwara apapun. Kita hanya teman, Taiga. Oh ya, dan tempat ini sangat suci...jadi ada jarak antara laki-laki dan perempuan, tempatnya berbeda dan aku berniat beribadah di sini." Tegas Zea mengingatkan Taiga.

"Baiklah." Taiga tak mau menolak Zea dengan hanya melihatnya masuk ke bangunan besar itu dan perlahan mengikutinya dari belakang.

Ia kemudian duduk dan melihat arsitektur sekeliling bangunan yang menarik perhatiannya. Pandangannya berakhir pada Zea yang wajahnya telah basah oleh percikan air dan ia mencoba mengenakan untaian kain putih panjang yang dihiasi oleh bordiran bunga mawar merah yang sangat menawan.

Zea kemudian berdiri diam sejenak lalu mengangkat tangannya lalu melipatnya.

Melihat apapun yang dilakukan Zea, semua gerakan itu menurutnya indah sekali. Tak pernah melihat Zea melakukan hal seindah itu sebelumnya, ia penasaran apa itu.

"Assalamu'alaikum." Sebuah suara membuat Taiga mencari asal suara itu. Ada seorang pria menghampirinya, pria itu terlihat sudah berumur dengan rambut putih yang hampir menutupi seluruh bagian kepalanya.

Karena tak mengerti dengan salam itu Taiga menjawabnya "Ohayo gozaimasu."

"Nak, mengapa kau memandangi wanita itu...dan aku pikir kau bukan seorang muslim, mungkin ada yang bisa aku bantu." Pria itu membalasnya dengan senyuman yang ramah. Taiga berpikir mungkin pria itu bisa membantunya menghilangkan tanda tanya besar dikepalanya.

"Mohon maaf pak, memang benar saya bukan seorang muslim. Saya kenal dengan wanita itu, apa yang sedang dilakukannya kenapa itu sangat indah?" Taiga bertanya.

"Tampaknya wanita itu sedang melakukan ibadah sholat duha, hatimu sepertinya telah diberkahi Nak dengan melihat gerakan itu indah." Pria tua itu menepuk bahu Taiga dan meninggalkannya.

Taiga melihat Zea telah keluar. Kemudian ia kembali melihat dari arah perginya, pria tua itu telah hilang entah ke mana. Ia berlanjut keluar mencari Zea dan melihat Zea bertemu dengan seorang pria yang sepertinya ia kenal juga.

"Aku, Malik, Hasan dan Abdulah menyewa rumah di dekat masjid ini." Umar menjelaskan.

"Benarkah? Apakah kau juga baru selesai sholat duha?" Zea bertanya sambil tersenyum

"Apa kau sudah selesai Zea?" Taiga memotong pembicaraan mereka.

"Taiga, dari mana saja kau, aku mencarimu ke mana-mana."

"Baru saja aku mau melaksanakannya, Mr. Taiga...Subhanallah..." Umar kaget melihat Taiga.

"Taiga hanya mengantarku, Umar." Zea membalas

Kelopak Sakura di Jabal Rahmah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang