Bagian 16

1.3K 63 8
                                    

Aku tak bisa tidur! Aku tak menyangka sama sekali Taiga tiba-tiba datang, membawa Toma juga. Bagaimana aku bisa menolak hal yang selama ini aku doakan. Ya Allah semoga ini adalah yang terbaik darimu...

"Hmm assalamu'alaikum, Ma...aku besok mau pulang." Zea menelpon orang tuanya malam itu, mencoba membicarakan tentang pertemuan penting yang tentu akan mempengaruhi masa depannya.

"Besok? Tapi besok gak ada yang jemput kamu Nak...Besok ada acara penting juga, gimana? Kok tiba-tiba?"

"Hmmm, sebenarnya-"

Bingung gimana bilangnya ke orang tua ya...

"Iya?"

"Mama sama ayah bisanya kapan... penting ini yang mau diomongin."

"Ngomong apa?"

"Nanti kalau Mama udah tahu bisanya kapan biar aku kasih tahu, yaudah ya aku mau tidur...Wassalam..." Zea mencoba mengakhiri telpon karena bingung apa yang harus ia katakan ke keluarganya.

Sebenarnya banyak sekali yang perlu dipersiapkan ketika akan memulai suatu hubungan yang benar-benar serius dengan Taiga, cinta saja tak cukup. Segera ia keluar dan mengetuk pintu apartemen Taiga.

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalaam...Zea? kenapa? Gak bisa tidur?" Taiga membuka pintu dengan tersenyum hangat.

"Ehm, Taiga...kita tak bisa pergi besok, maafkan aku." Zea menunduk mencoba menyembunyikan kesedihannya.

"It's fine, My dear. Don't be so sad...masuklah dan cerita saja." Pria yang telah terbalut oleh baju tidur dan tentu rambut yang acak-acakan membukakan pintu.

"Well...orang tuaku tidak di rumah besok, jadi hmm mungkin masih menunggu... bagaimana Taiga?"

"Ini salahku yang terlalu terburu-buru, Zea...menunggu kah...menunggumu selama ini saja aku bisa Zea. Mungkin Allah memberikan kesempatan agar kita lebih mempersiapkan beberapa hal terlebih dahulu dan ada beberapa hal yang kita pikirkan." Taiga dengan sabar menjawab.

"Ya Allah, kenapa bisa ya aku dapat pria sepertimu." Zea mencoba menutup mukanya dengan kedua tangannya, menyembunyikan kebahagiaan, kesyukuran, dan entah perasaan apa yang ia rasakan dan tidak ingin Taiga melihat sisinya ini, tapi terlambat pria itu tentu lebih tahu dari yang dia ketahui.

"Kenapa ya...haha."

"Ehem... jadi, batal beli tiket kah?" Tanaka memecah obrolan mereka berdua.

"Maaf Tanaka..." Zea merasa bersalah.

"Fine, belum beli juga."

"Terimakasih, baiklah Taiga, sampai jumpa besok, sarapan aja ke tempatku ya." Zea kembali ke kamarnya.

Tanpa bisa berkata apapun Zea yang mencoba memejamkan matanya bergumam dalam hatinya bagaimana hal ini bisa terjadi padanya. Belum pernah ia rasakan perasaan bahagia seperti ini hingga ia bingung harus berekspresi atau bertingkah kala kesendiriannya.

Ingin ia berjingkrak-jingkrak gembira tetapi tentu hal itu terlalu aneh menurutnya hingga ia hanya telungkup dalam selimut sambil tersenyum-senyum dengan jantungnya tak berhenti bereuforia.

Kemudian ia tak sadar bahwa ponselnya telah beberapa kali berdering, memperlihatkan beberapa panggilan tak terjawab selama tiga kali dengan nama seseorang yang sama sekali tak pernah terbesit dalam pikirnya untuk menelponnya malam itu.

"Hai Zea! Malem!"

"Iya Bima? Malem juga."

"Kenapa baru diangkat? Maaf ya kalau aku ganggu...kamu dah tidur?"

Kelopak Sakura di Jabal Rahmah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang