Bagian 17

1K 47 5
                                    

Cinta itu bermacam-macam, dan karena itu manusia terkadang bingung bahkan terjebak. Banyak cerita indah setiap hari ketika menemukan cinta, dan sebaliknya mungkin mengiringi dan menghantui. Namun jika dilandasi oleh kepercayaan yang kokoh dan tinggi, not-not piano yang menceritakan kisah hitam dan putih bisa menghasilkan nada alunan terbaik yang pernah ada.

Menggapai hati, menghadapi hati.

Keesokan malamnya ketika Taiga hendak mengajak Zea makan malam bersama, ia melihat pintu Zea terbuka tetapi tak ada orang di dalamnya. Tanaka mengatakan bahwa Zea baru saja pergi tergesa-gesa. Taiga kemudian masuk ke dalam apartemen Zea dan tetap menuunggunya disana, ia percaya bahwa Zea akan segera datang.

Beberapa menit sebelumnya...

"Zea...Uh..huh...uhuk."

"Iya Bima? Kenapa suaramu?" Menjawab telepon yang tiba-tiba malam itu.

"Uhuk...uh...hmmm, maaf tapi aku lagi sakit."

"Sakit? Ah kamu sekarang di mana? Ke rumah sakit kah?"

"Ah ini kayaknya cuma kelelahan jadi gak usah ke rumah sakit, tapi aku...aku di apartemen sih, lemes banget...boleh minta tolong? Aku bingung sendirian disini..."

"Huh! Astaga, aku kesana yaa! Bentar!"


Seketika Zea langsung pergi sesegera mungkin menuju alamat Bima.

"Bima, astagaa...panas!" Mengambil handuk kecil, es batu, kemudian menaruhnya di kening Bima yang masih dengan sulitnya membuka matanya.

"Uh huh...maaf ya Zea ngerepotin."

"Ssttt...istirahat aja." Dengan perlahan Zea mengukur suhu tubuh Bima. "Eh kamu punya obat demam cadangan gitu kah?"

"Hmmm, kayaknya dah habis. Ah pusing banget."

"Udah makan?" Zea membuka kulkas dan persediaan makanan Bima dan tidak ada apapun.

"Belum, uh...uh."

"Hmmm, yaudah istirahat dulu, aku habis ini balik ya."

Mengambil selimut tebal untuk Bima, Zea kembali ke apartemennya dan agak kaget ketika melihat Taiga menunggunya di sana.


"Hmmm, Taiga?"

"Dari mana, Zea? Sampai lupa mengunci pintu?" Cetus bayang-bayang Taiga.

"Eh...hmm, aku...aku buru-buru, ini trus ini-" Jawab Zea singkat sambil mengambil obat dan beberapa bahan makanan. "Habis ini akan aku jelaskan, jadi ya maaf, aku pergi dulu ya, Taiga."

"Zea! Wait! Zeaa..." Taiga kemudian menelpon Tanaka yang menunggunya di parkiran mobilnya. "Tanaka ikuti Zea, nanti Zea kembali denganmu!"


Secepat mungkin Zea kembali ke apartemen Bima. Segera memasak bubur seadanya kemudian menyuapi Bima yang sebenarnya tak mau makan sama sekali jika bukan dirinya yang memasakkannya. Kemudian memberinya obat demam.

"Istiahatlah Bima." Hendak berdiri, tangan Bima meraihnya seperti hendak berkata 'jangan pergi', tetapi Zea melepaskannya.

Zea keluar dari apartemen itu dan sadar bahwa Tanaka telah menunggunya. Tanpa memikirkan, tanpa ada sedikitpun rasa penasaran mengenai apa maksud Bima yang baru saja mencoba meraih sesuatu dari Zea yang mungkin terlalu tinggi baginya.

"Tanaka?"

"Zea-san, Taiga menyuruhku untuk mengantar Anda pulang."

"Hmm, baiklah." Zea berdua dengan salah seorang teman dekat calon suaminya itu, hingga ia bingung harus membahas perihal apa. "Tanaka, kah...hmmm."

Kelopak Sakura di Jabal Rahmah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang