Bagian 20

1.1K 42 10
                                    

Uh ya Allah, kenapa sulit sekali agar kami bersatu!

Guyur amarah dan kecemasan, terkepung kekhawatiran dan cinta pada keputusan wanitanya yang semalam sangat terkejut dan emosional.

Tidur untuk malam itu bukan sebuah jalan yang tepat untuk dilakukan. Benang merah mereka seakan menguntai kembali memberikan gejolak sedemikian rintangan sebelum mereka mengikat pernikahan dalam hidupnya.

Mereka tak salah, tak ada yang harus disalahkan, yang ada hanya kebutuhan akan solusi. Bagaimana meluruskan benang ini lagi?

Ceruk hitam melingkar pada sekitar mata Taiga, menahan segala waktu dengan kafein, memikirkan langkah demi langkah tersusun rapi untuk mendapatkan Zea kembali.

Pagi mengganti malam penuh emosi itu, seperti biasa setelah Tanaka menyiapkan sarapan mereka, ia memanggil Zea agar bergabung namun pagi ini berbeda. Ya, wanita itu tidak ada di apartemennya, tanpa mengabari sepatah katapun.

"Taiga, Zea menghilang!" Terengah-engah Tanaka mengatakannya. "Oi Taiga, kau apakan Zea... ada apa dengan kalian! Sejak kembali tadi malam kau tampak murung."

"Kemarin Zea menelpon orang tuanya dan mereka tidak setuju."

"Huh! Padahal belum bertemu denganmu! Astaga dimana Zea sekararang coba!"

"Aku tahu dia di mana." Suara Taiga yang lirih terdengar frustasi.

"Baiklah, lalu apa yang akan kita lakukan setelah itu!"

"Entahlah." Jawab singkat seorang pria yang menatap jauh ke arah jendela.

Sayup-sayup kicau burung ramai di luar, namun hampa hatinya merana. Terpapar pergulatan hidup dan kenyataan, senyum indah nyonya mentari melambaikan sampai jumpa pada tuan rembulan membedakan cerita. Terkapar sebuah pening berlalu lalang mencari-cari, merangkai emosi.

Taiga menatap ke arah cakrawala pembatas dengan bagian dunia yang lain, meramu harapan dan cinta yang akan selalu ia pertahankan selama hidupnya pikirnya. Memerangi hambatan dan menerabas rintangan untuk dirinya, putra kecilnya dan tentu cintanya.


--------------------------

"My opologize Miss, kamar yang telah dipesan sedang mengalami perbaikan mendadak, jadi sebagai permintaan maaf dari kami, Anda akan mendapatkan suite room yang telah kami persiapkan." Seorang pegawai hotel meminta maaf pada Zea yang tertegun mendengarnya. Lalu mengantarnya pada sebuah kamar yang paling berkelas di hotel tersebut.

Dari dalam kamar, di atas tempat tidur tampak selembar brosur dan ketika Zea bertanya, si pelayan mengatakan bawa itu brosur iklan apartemen. Zea merasa beruntung, segera ia menanyakan rekomendasi dari pelayan tersebut. Bersyukur pelayan itu orang yang sangatlah ramah.

Sebuah kebetulan yang membantu.


Kemudian waktu melarutkan seisi cinta pada kesedihan yang membatu, keras kepala ini mendorong diri untuk hanyut pada laporan-laporan dan proposal persiapan pertemuan penting hari esok.

Strategi pengalihan yang tentunya berpeluang sedikit untuk sekalipun menyisakan rasa perih. Tetapi masih saja ada segelitir orang yang menyukai bumbu-bumbu pengisi sebuah pondasi cinta, mengatakan bahwa inilah yang membuat cinta sebuah emosi teristimewa dari sekian emosi karena bisa juga memancing emosi tersirat lainnya.


Hari esok tiba, Zea bergegas menuju tempat meeting.

Beberapa jam pembicaraan berlalu dengan lancar. Hanya tinggal menunggu keputusan direktur utama dari perusahaan pusat.

Kelopak Sakura di Jabal Rahmah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang