Bagian 6

1.5K 73 0
                                    

Zea menebak-nebak tempat apa dipikirannya yang hendak Taiga kunjungi.

Sesekali ia masih mengingat-ingat ekspresi, dan ucapan Taiga tadi yang berkata sangat mencintainya. Seolah mengganggunya, Zea menutupinya dengan berkata pada dirinya sendiri bahwa itu hanyalah sandiwara sama seperti yang dirinya lakukan.

Sesekali ia mencoba menguatkan pemikiran ini dengan memandang Taiga yang sangat serius menyetir namun ketika Taiga menoleh kearahnya ia kembali mengurungkan niatnya.

Pesona pria ini bisa saja membuat hati salah paham.

Suasana mobil itu sangat canggung, dan kecanggungan itu akan membawa mereka menuju ke suatu rasa yang pastinya tak bisa mereka lupakan.

Mereka sampai di sebuah bangunan besar. Zea kaget, baru pertama ia masuk ke tempat yang semacam ini. Bangunan ini berisikan banyak meja dan kursi yang ditata rapi dan terlihat mahal. Para pelayan langsung menyambut Taiga dan Zea menunjukkannya pada sepasang meja dan kursi yang kelihatannya sudah dipesan. Taiga masuk dan menarik sebuah kursi untuk Zea.

Pria yang sangat sopan.

Mereka duduk berhadapan.

"Tenanglah Zea, resto milikku ini sudah sering dikunjungi tamuku dari Dubai...jadi aku yakin halal." Taiga mencoba menenangkan Zea yang terlihat panik.

"Huh, resto milikmu...sepertinya kau itu memiliki semua hal ya."

"Mungkin, tapi akhir-akhir ini aku berusaha memiliki suatu hal tapi sepertinya hal itu tak ingin aku miliki." Taiga tak berhenti memandangi Zea saat mengatakan hal ini.

"Benarkah?" Zea sibuk sendiri melihat dekorasi luar biasa resto ini. Terlihat sepi karena mungkin ini jenis resto yang harus reservasi terlebih dahulu. Taiga telah merencanakannya.

Zea hanya bisa tersenyum, salah satu hal dalam mimpinya adalah makan di tempat seperti ini dengan seseorang yang spesial. Seorang teman?

"Kau mau pesan apa, Zea?" Tanya Taiga, yang juga ikut tenggelam dalam senyuman.

"Sama sepertimu saja Taiga... hmm ini pertama kalinya aku makan di tempat seperti ini, terima kasih banyak ya." Ucap Zea tulus.

Mungkin tak terpikirkan oleh Zea bahwa itu senyuman pertama yang ia berikan sejak mereka bertemu. Senyuman itu tak biasa, akhirnya Taiga bisa melihat itu.

"Baiklah." Taiga dengan semangat segera membuka buku daftar menu dan memesankan Zea. "Oh ya Zea, bolehkah aku bertanya sesuatu tentang agamamu?"

"Ya?" Balas Zea penasaran.

"Kau menyembah dewa mana? Dan sampai kapan seorang wanita muslim menutupi hmm tubuhnya? Bagaimana jika mereka menikah?" Taiga penasaran.

Mendengar hal itu Zea tertawa dan hal itu membuat Taiga merasa adakah yang aneh dengan pertanyaannya.

"Pfft, maaf-maaf belum pernah ada yang bertanya seperti itu padaku..." Zea tak bisa menahan tawanya, tak disangka Taiga menanyakan hal itu.

"Benarkah? Tapi tak apa aku suka melihatmu tertawa, ini pertama kalinya aku melihatnya." Taiga sangat senang melihat Zea bahagia, dia juga bisa menghiburnya.

Sebuah kemajuan.

"Tuhanku adalah Allah, dan kami wanita muslim menutup auratnya kecuali pada orangtua, saudara-saudaranya, beberapa keluarganya, dan suaminya yang sah..." Zea mencoba menjelaskan namun terpotong oleh datangnya makanan yang dipesan. "Uwah... kelihatan enak, makanan mahal memang seperti ini ya...kecil sekali...aku teringat ayahku."

Yang dijelaskan Zea sebelumnya, menorehkan kata 'pernikahan' sangat dalam pada benak Taiga.

Menikahi Zea sebelum liburannya berakhir, bisa kah?

Kelopak Sakura di Jabal Rahmah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang