Bagian 18

1K 47 2
                                    

"Zea!" Sebuah suara yang dikenalnya membuat Zea menoleh kebelakang.

"Bima, kok pas ya. Ayo masuk."

Mereka bedua berjalan berdampingan menuju pintu masuk sebuah resto yang tengah ramai malam itu. Bima melihat seorang nenek tua yang mengemis dekat resto tersebut dan menghampirinya. Memberikan beberapa lembar uang.

"Terimakasih banyak Nak, semoga langgeng ya sama pasanganmu." Ucap wanita tua itu setelah ia melirik kearah Zea yang tengah menghentikan langkahnya sejak Bima menuju nenek itu. "Haha...makasih."

"Hei apa kata nenek itu?" Penasaran Zea memandang wajah Bima yang anehnya tersenyum.

"Oh ya Zea, ini buat kamu." Memberikan buket bunga mawar merah berhias pita-pita putih, menggapai sepasang mata yang tengah memantulkan bayangan seorang pria didepannya, cahaya lampu, dan mungkin juga...

Ketidakpekaan yang tabu.

"Waah mawar merah....kok tau banget kalau aku suka sama mawar merah. Astaga kok repot-repot, makasih banyak yaaa!"

"Sama-sama."

"Okay, pertama kita pesan...hmm apa yaa,"

"Aku menu utama nomer 3, hmmm terus snack nomer 7, dan minuman nomer 1...kamu?"

"Agghh...males mikir, yaudah sama aja." Ucap Zea setelah melihat keseluruhan menu satu persatu.

"Hehhe...ok!"

"Eh berati beneran udah sehat nih?"

"Alhamdulillah...makasih banyak ya."

"Iya...khawatir banget aku...rasanya kalau sakit sendirian di sini kamu gak ada keluarga kan. Sakit di tanah rantau hmmm...aku paham kok rasanya."

"Iya, maaf ya buat kamu khawatir."

"Gak papa, kita temenan udah lama juga kan sebenarnya. Cuma baru ketemu kemarin." Wajah Zea sumringah malam itu tanpa menyadari bahwa Bima lebih bahagia lagi bertemu dengannya. "Oh, kamu pernah mampir lagi ke SMA?"

"Iya sering kok, kamu gak kah?"

"Haduh, SMA itu hmmm, ya kamu tau lah aku gak punya temen sebanyak kamu, guru-guru pasti udah lupa...jadi ya engga pernah hehe."

"Huh, temenku gak sebanyak yang kamu pikirin Zea."

"Merendah untuk meninggi, huh."

"Hahaha...kok gak ada penyanyinya ya di resto ini, hmm ada sih yang main piano."

"Ah iya Bimaa, kamu pas SMA jago nyanyi ya kan? Sekarang masih kamu terusin bakatmu?"

"Mau aku nyanyiin lagu buat kamu? Bentar ya."

"Huh, eh... huh beneran...hei Bimaa-"

(Bima berbisik pada pemain piano kemudian menuju mic)

"Cek, cek...hmmm buat semua pasangan yang ada disini, khususnya pasangan makan malam saya di meja nomer 8..."

Alunan tuts-tuts piano mulai mengisi ruangan, perlahan sejenak, lalu menyatu dengan suara seorang lelaki diatas panggung.

Lagu itu sebuah lagu yang berarti makna dari menunggu cinta sejati yang seolah menggambarkan perasaannya malam itu.

Lagu yang mencoba mengetuk sebuah pintu hati dengan makna-maknanya. Makna yang luas hingga hati dan pikiran yang tertuju tengah memaknakannya berbeda.

Bukan ketidakpekaan, namun makna yang sebenarnya telah digapai oleh pemaknaan cinta yang sebelumnya, menautkan, hingga tak bisa memberi makna pada cinta-cinta lain yang mencoba menggapainya.

Kelopak Sakura di Jabal Rahmah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang