Bagian 14

1.2K 64 0
                                    

Selama Zea pergi, Taiga menjelaskan bahwa mereka membutuhkan waktu untuk menunda pernikahan mereka. Berbekal alasan bahwa Zea masih memiliki pekerjaan penting yang harus diselesaikannya.

Ibunya, putranya dan bahkan ayahnya yang merasa berterima kasih sangat ingin segera bertemu dengan Zea. Ditambah bahwa wanitanya ini sudah menjadi bagian dalam keluarga mereka, sebagai calon menantu mereka. Ayahnya tak lagi menuntutnya untuk buru-buru menikah sehingga Taiga bisa fokus.

Taiga sendiri sangat bahagia jika tak ditautkan dengan dirinya yang merana.

Semuanya telah menerimamu, Zea...

Semenjak kepergian Zea, yang Taiga lakukan adalah berfokus mengambangkan bisnisnya serta hal lain yang merubah hidupnya.

Aku menjadi muslim karenamu, bukan ini, tetapi; Aku dipertemukan denganmu karena-Nya.

Mempelajari agama islam dan bahasa Indonesia adalah target Taiga, disamping tengah menargetkan sebuah hati.

Keluarganya tak keberatan akan keputusan Taiga menjadi seorang mualaf.

Taiga selalu saja mencari cara untuk mengetahui keadaan Zea, salah satunya seperti bertanya pada Rossy dan membuat Rossy tak mengatakan apapun pada Zea tentang hal ini.

Sebenarnya Ia ingin sesekali menghubungi Zea, tetapi ia tak ingin membuatnya khawatir atau mungkin lebih tepatnya tak ingin mengganggunya.

Ego mereka berhasil memberi jarak diantara keduanya.

Entah sampai kapan hal ini berlanjut. Tentu saja ia tak mungkin bisa melupakan seorang wanita bernama Zea yang telah mengubah hidupnya itu.



Terasa tak dirasa, sudah satu tahun sejak ia bertemu dengan wanita itu di bandara, sejak ia berpisah dengan wanita itu juga di bandara.

Siang itu, ia pergi menuju masjid besar Tokyo seperti hari-hari biasanya untuk sholat duhur berjamaah. Suatu rutinitas harian, lalu tahunanya adalah tuk mulai melihat bunga sakura mulai mekar sepanjang jalan.

Mereka merekah kembali.

Jika Zea saat ini ada didekatnya pasti akan terus melihat pemandangan ini tanpa berhenti memandanginya. Wanita itu tampak sangat menyukai bunga ini dan wanita itu sudah menjadi bunga sakura bagi Taiga.

Setiap musim tanpa sakuranya, sudah seperti mendung tanpa hujan, suatu emosi tanpa air mata, kelabu...

Hanya doa... ya hanya doa, tenang, mengenang, menggenang.

Setelah beribadah, seorang guru Taiga yang telah mengajarinya agama islam memberinya saran agar jika mampu ia pergi ke kota suci Mekah untuk lebih merasakan bagaimana rasanya kota suci yang dibangga-banggakan umat muslim.

Taiga menerima saran itu, ia tertarik untuk segera mengunjungi mekah dan beberapa tempat yang bisa memberinya kedamaian dalam beribadah. Taiga meminta ijin keluarganya dan ia pergi ke kota suci itu.

Zea pergi.

Taiga pergi.

Kekaguman pria itu dengan suasana kota itu atas keindahan dan kedamaian yang tak bisa dijelaskan secara singkat. Semua orang rasanya muslim dan seakan mereka semua adalah sama-sama ciptaan Tuhan yang terpilih. Berbekal ilmu yang ia miliki, ia menghabiskan hari-harinya beribadah dengan menjelajahi tempat-tempat itu.

Sampai suatu saat ia diceritakan oleh seorang kakek yang dikenalnya. Kakek itu menceritakan padanya tentang Jabal Rahmah dan berkata bahwa Taiga bisa berdoa tentang masalah cinta disana.

Kelopak Sakura di Jabal Rahmah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang