02

1.5K 46 8
                                    

"Sebelumnya aku tidak pernah sepeduli ini selain pada keluarga dan sahabatku, tapi caramu menghargai perasaanku membuatku memasukkanmu ke dalam misiku membahagiakan kesayangan-kesayanganku."
~Naqisha Eudia Ardiaksa~

Author's POV
Azka yang sedang sibuk dengan laptopnya sedikit terganggu dengan suara isakan. Tunggu, apa? Isakan? Siapa yang menangis? Adiknya? Tapi kenapa? Azka pun menoleh, dan melihat adiknya tidur memunggunginya dan menutup kepalanya dengan boneka panda besar. Azka yakin Aqisha tidak tidur, dan yakin itu suara isakan tangis adik kesayangannya.

Diapun bangkit dari tempat tidurnya lalu menghampiri adiknya. Dia mengusap punggung adiknya untuk menenangkan.

"Qishakuu, kamu kenapa sayang? Ayo bicara sama Bang Aka," ujar Azka yang masih mengusap punggung adiknya. Tapi Qisha masih asik dengan tangisnya, seperti orang yang menangisi kesalahan mungkin?

"Shaa Bang Aka gabakalan ngerti loh kalo kamu cuma nangis doang, ayo cerita sama abang," kali ini Azka tidak mengusap punggung Eudia lagi, dia berusaha melepaskan boneka yang Eudia gunakan menutupi kepalanya. Dan Azka berhasil, lalu langsung membawa Eudia ke dalam pelukannya.

Jujur Azka sangat sakit melihat adiknya menangis seperti ini, dia memang selalu menjahili Eudia, tapi dia juga yang memperjuangkan kebahagiaan adiknya ini. Perlahan air mata Azka juga menetes, dia paling tidak bisa melihat bunda dan adiknya menangis seperti ini.

Azka bingung harus berbuat apa sekarang, bunda dan ayahnya sedang tidak dirumah, dan dia ingat, tidak bisa menyuruh Qisha cerita saat dia sedang begini, dia harus menunggu tangis Qisha reda. Dia hanya memeluk adiknya dan mengusap kepalanya dengan sayang, kini bukan hanya isakan tapi mulai keluar suara tangisan sambil sesenggukan. Lalu ada yang membuka kamar.

"Den, kok itu Non Qisha nya nangis?" Azka tidak menjawab pertanyaan Bi Tati tadi, dia hanya memberi isyarat bahwa Qisha tidak apa-apa dan menyuruh Bi Tati pergi, lalu Bi Tati mengangguk dan menutup kembali pintu kamar.

15 menit kemudian...
Azka sudah tidak mendengar suara tangisan maupun isakan, hanya sesenggukan yang sesekali terdengar, pelukan pada pinggangnya merenggang, diapun melihat wajah Eudia yang sudah tertidur, diapun menidurkan adiknya lalu tidur di samping adiknya dengan memeluk adiknya. Tak lupa menyelimutinya.

Pukul 04.30
Azka menggeliat lalu membuka matanya perlahan, dia melihat adiknya masih tertidur, dia duduk di tepi tempat tidur lalu meregangkan otot-ototnya, dia melihat jam di dinding menunjukkan pukul 04.30 dia lalu membangunkan adiknya dengan perlahan.

"Qii , Qisha bangunn sholat, udah subuh, ayo bangun" Qisha pun sedikit menggeliat lalu perlahan matanya terbuka, nampak matanya yang sangat bengkak, mungkin karena tangisnya semalam.

"Hmm Abanggg" ucap Qisha, langsung memeluk Azka dan menciumi pipi Azka, Azka tau Eudia memang sangat manja.

"Udah, ayo wudhuu. Eh kamu hutang penjelasan sama abang ya," Eudia yang sudah mengerti ucapan abangnya pun mengangguk dengan senyum, eitss bukan senyum manisnya , melainkan senyum agar dia terlihat kuat.

Eudia dan Azka pun bergegas pergi wudhu, setelah itu mengambil saf mereka. Setelah selesai, tak lupa mereka berdzikir dan berdoa pada sang ilahi. Lalu mereka membereskan perlengkapan sholat, setelah itu pergi ke karpet yang ada di kamar, tempat biasanya mereka nongkrong, cerita dan nonton TV.

"Qii kamu utang penjelasan sama abang, telponan sama siapa tadi malam hmm?" Tanya Azka ketika mereka sudah mengambil posisi duduk yang nyaman.

NAQISHA ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang