Tiga Belas - Oase

1.2K 155 103
                                    

Setelah mengantar Sharena dan Seruni ke rumah sakit, mobil milik papa muda bernama Aldan Abinaya itu langsung meluncur ke kantor polisi. Sebelumnya Aldan menyempatkan untuk melewati Jalan Tanjung Indah, dimana tempat kecelakaan itu terjadi.

Meski belum mengetahui keadaan Kania sepenuhnya, Aldan merasa miris melihat bekas kecelakaan yang kini telah diberi garis polisi. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana cara cowok brengsek itu menyetir, hingga mengakibatkan kecelakaan yang cukup parah.

Matahari siang itu cukup terik. Seperti biasa, ketika Aldan keluar dari mobil banyak pasang mata yang langsung memandang ke arahnya. Aldan berjalan santai, masuk ke dalam kantor polisi. Ia tidak sadar bahwa sebagian besar kaum hawa disana sudah terpesona oleh ketampanannya.

Aldan bagaikan oase di tengah panasnya padang pasir. Ia begitu menyegarkan mata siapapun yang melihatnya.

Seorang laki-laki berbaju polisi mengawal langkah Aldan. Ketika mulai banyak polwan yang mendekat, polisi itu langsung mengusirnya. Sebetulnya Aldan risih bila harus dikawal seperti ini, toh sebelumnya ia menjalani kehidupan layaknya orang normal biasa. Hanya saja, ketampanannya yang memang memberikan nilai lebih dimana pun ia berada.

"Silakan Pak Aldan, anda sebagai wali dari Saudari Kania."

Aldan duduk disebuah kursi panjang. Setelahnya ada dua orang wanita datang, duduk menjajarinya. "Mas, boleh duduk sini ya?"

Aldan hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Ia mendengar dua orang perempuan itu sedang berbisik, tapi suaranya cukup keras.

"Eh, dia siapa? Polisi disini kah? Boleh dong minta kontaknya, siapa tau cocok."

"Nggak ah, kayaknya dia masih muda, mana mau sama janda kayak aku."

Aldan menoleh ke arah dua perempuan yang duduk disebelahnya. Merasa diperhatikan, mereka berdua langsung terdiam. Salah seorang perempuan itu mengulas senyum pada Aldan. "Mas, polisi disini ya?"

Belum sempat Aldan menjawab, seorang polisi menghampiri mereka, mempersilakan Aldan dan dua orang perempuan itu duduk disebuah kursi untuk dimintai keterangan dan data diri korban.

"Oh, jadi anda wali dari Kania? Siapanya? Kakak? Om? Tetangga?" perempuan itu bertanya pada Aldan, ia mengulurkan tangan, mungkin maksudnya ingin mengajak berkenalan.

"Saya Papanya Kania, Bu."

Dua perempuan itu terkejut. Mereka saling senggol satu sama lain. "Ss ... saya Mamanya Afredo."

Aldan tersenyum kecut, dari awal ia sudah menduganya. Wajah salah satu perempuan itu mirip dengan Afredo, si cowok brengsek yang telah mengakibatkan kecelakaan ini.

"Pak, Bu ... jadi begini kejadiannya ..."

Polisi itu menceritakan semuanya. Mulai dari laporan warga, hingga keterangan yang  menyatakan bahwa mobil berwarna hitam itu menabrak pohon karena pengendara membanting setirnya ke kiri. Diduga sang pengendara sedang mabuk, atau ia sedang menghindari sesuatu sehingga tidak bisa mengendalikan laju mobilnya.

Polisi itu menunjukkan foto-foto kecelakaan yang terjadi pagi tadi. Aldan begitu terkejut ketika melihat tubuh Kania sudah berlumuran darah.  Yang lebih mengejutkannya lagi ... gadis itu duduk di kursi kemudi dan ada di dalam mobil sendirian!

"Astaga, Kania ..."

"Kania ini adalah korban dari kecelakaan ini Pak, kami mengira ia sendirian di dalam mobil ketika kecelakaan terjadi, ternyata tidak ..."

Aldan menggeleng, "Afredo!"

Perempuan disamping Aldan langsung menoleh, "Pak, tapi anak saya baik-baik saja kan?"

Polisi itu mengangguk, sebelum akhirnya kembali menatap Aldan, "tapi tidak dengan puteri anda, Pak."

"... kami tidak bisa memastikan, apa yang terjadi dengannya malam itu. Tapi yang pasti, puteri anda lah yang menyetir mobil itu hingga mengalami kecelakaan."

Pernyataan polisi itu bagai sebuah cambukan keras bagi Aldan. Ia mengetatkan rahang, lalu berdiri dan mengepalkan tangan. Aldan berteriak keras hingga berkali-kali memukulkan tangannya ke tembok. Ia tidak menyangka jika hal ini akan terjadi pada Kania.

 Ia tidak menyangka jika hal ini akan terjadi pada Kania

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-•-

Terdengar beberapa kali suara ketokan di pintu. Ibu dua anak itu langsung beranjak dan membukanya. Melihat Aldan datang, Sharena langsung menghambur memeluknya. Tampak jelas dua lingkaran hitam di kelopak mata Sharena. Ia tak henti-hentinya menangis melihat kondisi Kania. Gadis itu belum sadarkan diri sejak semalam.

"Sayang," Aldan mendekat ke arah tubuh gadis yang tidak berdaya itu. "Kecelakaan semalam karena ulah Kania sendiri."

"Apa?!" Sharena menggeleng kuat-kuat, ia memukul dada bidang Aldan berkali-kali. "Nggak mungkin sayang! Kania nggak mungkin mencelakai dirinya sendiri!"

"Aldan! Katakan padaku kalau ini semua bukan ulah Kania! Katakan!!!!" Sharena begitu histeris. Aldan yang melihatnya jadi tidak tega, lagipula ia juga teringat janin yang ada dalam kandungan Sharena.

"Sayang, dengarkan aku dulu!"

"Diam Aldan! Aku tidak ingin mendengar apapun, kecuali pernyataan bahwa Kania tidak bersalah!" Sharena tetap bersikeras.

"Oke dengarkan aku ... " Aldan mengangkat dua tangannya ke atas, bak buronan yang tertangkap basah oleh kawanan polisi.

"... puteri kita tidak bersalah."

Sharena memeluk tubuh Aldan erat, "kapan dia akan bangun sayang? Kapan Kania akan membuka matanya lagi?"

"Secepatnya, karena ia tau, ada seorang ibu berhati tulus yang selalu mendampinginya."

Sharena mengeratkan pelukannya pada Aldan. Nafasnya tersengal-sengal. Semakin lama, ia semakin membenamkan kepalanya di dada bidang Aldan, tempat dari segala rasa bermuara.

 Semakin lama, ia semakin membenamkan kepalanya di dada bidang Aldan, tempat dari segala rasa bermuara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Cool DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang