Tiga Puluh Satu - Untitled

907 133 132
                                    

Now playing
[ Someone You Loved - Lewis Capaldi ]

***

Seorang presenter di salah satu stasiun televisi mengakhiri bicaranya, kini layar berukuran dua puluh satu inci itu menampilkan puing rumah yang telah hancur dan terpasang garis polisi. Ada banyak orang yang datang ke tempat itu untuk melihat rumah tua yang baru saja meledak karena sebuah bom.

"Mama!"

Sharena tercengang, ia menutup mulutnya tidak percaya dengan berita yang baru saja menyiarkan rumah Fauzan. Seketika tubuhnya lemas tak bertenaga.

"Ma?" Seruni dengan sigap menuntun ibunya untuk duduk di atas sofa, menenangkan diri. Ia lalu cepat-cepat memencet tombol off pada remote untuk mematikan televisi.

"Ru-mah Fauzan."

Seruni menampilkan raut wajah terkejut, "Mama yakin?!"

"Kania ...." napas Sharena terdengar berat. Kalau sudah begini Seruni tahu apa yang harus dilakukannya--menghubungi Papa Aldan.

"Papa, angkat telponnya."

Sharena memijit kepalanya yang terasa pening, satu-persatu masalah datang menghampiri keluarganya. Ia sangat tidak menyangka semua ini akan terjadi.

Apakah pada akhirnya keutuhan keluarganya akan benar-benar hancur?

"Telpon Papa nggak aktif Ma, Mama sabar dulu ya? Terus berdoa untuk Kak Kania."

Air mata Sharena menetes, "kita harus pergi ke rumah Fauzan sekarang. Ayo Seruni!"

"Ma, tapi Papa Aldan?"

"Sudahlah Seruni! Yang terpenting sekarang adalah Kania!!!" suara Sharena sedikit meninggi.

Raut wajah cemas Sharena memang tidak bisa dibohongi. Seruni akhirnya memilih diam dan mengikuti apa kata ibunya, ia bersiap kemudian menyusul Sharena yang terburu-buru masuk ke dalam mobil.

***

Suara detik jam yang ada di dinding seirama dengan tetes infus yang terpasang di tangan kanan Kania. Di samping kiri dan kanannya ada Kemal, Dafa dan Mario.

Dafa dan Mario asyik mabar, sedangkan Kemal menopang dagu sambil menahan kantuk.

Sejak tiga puluh menit yang lalu ia berusaha menelpon Aldan, namun hasilnya nihil. Papa muda itu tidak mengangkat telpon bahkan ponselnya tidak aktif.

Kemal menyerah, ia akhirnya memilih diam sambil mendengarkan celotehan dua temannya yang asyik bermain PUBG. Tapi lama kelamaan suara Dafa dan Mario makin terdengar lebih keras.

"Sssttt," Kemal menghadiahi mereka dengan sorot mata tajam.

Dafa dan Mario saling melirik sejenak lalu melanjutkan aktivitas mereka yang sempat terhenti. Kalau sudah begini Kemal harus cari cara untuk bisa membuat dua temannya ini pergi dari sini.

"Heh di ruang tunggu pendaftaran Wifi-nya kenceng banget!"

Dafa dan Mario melotot, "serius?"

My Cool DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang