Seluruh pandangan kini beralih ke arah pintu kelas. Suasana hening satu detik saja, kemudian cewek-cewek mulai berteriak histeris. Niar, Yola dan Ella yang ada di kanan-kiri Kania pun tak kalah hebohnya. Mereka sudah terbius oleh ketampanan Aldan yang tingkat dewa.
"Ya ampun! Gue butuh oksigen, please!!!"
"Ah, saranghaeyo Oppa!"
"Gue demen banget nih yang beginian—"
".... ya ampun ini kalau duda aja gue masih doyan!"
"Emakk , gue mau kawin sekarang!"
Kania tidak menyangka kedatangan Aldan hari itu disambut antusias oleh teman-temannya, terutama para cewek-cewek kelas. Dan ... oh lebih parahnya lagi, di luar sudah ada beberapa murid perempuan yang mengikuti Aldan dari belakang.
Aldan menanggapinya dengan santai, namun tidak dengan Kania. Ia langsung beranjak dari kursinya dan meneriaki teman-temannya. "Diem lo semua, nggak usah banyak—" ia menghentikan bicaranya ketika tiba-tiba Aldan menarik tangannya.
"Papa Aldan, apa-apaan sih!"
Raut wajah mereka terkejut ketika mendengar Kania memanggil Aldan dengan sebutan 'papa'. Kania berjalan cepat dan menarik tangan Aldan hingga mereka sedikit menjauh dari kelas Kania.
"Papa kenapa nggak bilang kalau datengnya lebih awal?"
Aldan tersenyum, "maaf sayang, mumpung Mama lagi sibuk di kantor, jadi Papa bisa dateng kesini lebih awal."
Aldan tersenyum pada seseorang di belakang Kania, refleks gadis itu menoleh. Kania menggertakkan kakinya ketika tau sosok di belakangnya adalah Bu Anis, wali kelasnya sendiri.
"Papa Aldan! Disini haram ya kalau senyum-senyum sama orang yang nggak dikenal!"
Bu Anis menghampiri mereka, ia mendorong tubuh Kania hingga gadis itu mundur beberapa langkah. Kania kesal, ia melipat tangannya di depan dada. Ia diam saja, sambil terus mengawasi gerak-gerik guru genit menyebalkan itu.
"Aduh ... ada yang bisa saya bantu, Kak? Mas? Om, atau ... panggilan apa ya yang pas buat Anda?" sapa Bu Anis ramah.
Aldan tersenyum tipis, "panggil saja Pak Aldan," ucapnya.
"Aduh, saya nggak salah dengar ya? Tuan muda ganteng begini dipanggil dengan sebutan 'Pak' ? Yang bener nih, Kak ..." Bu Anis mencubit lengan Aldan pelan hingga laki-laki itu meringis kecil.
Kania menggeleng pelan, ini nggak bisa dibiarin.
Ia hendak menarik tangan Aldan kembali, namun sebuah suara memanggil namanya dari belakang. Niar, Yola dan Ella langsung menjajari Kania. Mendengar suara beberapa anak berlari ke arahnya, Bu Anis langsung berbalik badan dan menyuruh anak-anak itu untuk kembali ke kelas karena pelajaran akan segera dimulai.
"Nia, ayo balik ke kelas, lo mau bolos la—" Kania dengan cepat membungkam mulut Yola dengan kedua tangannya. Ia melihat ke arah Aldan sambil meringis kecil.
Kania memberi isyarat pada tiga temannya agar diam dan kembali ke kelas. Ia lalu menjajari Aldan, membuat Bu Anis terkejut melihatnya.
"Kania! Kamu ini apa-apaan, mau jadi apa kamu? Kecil-kecil sudah doyan om-om, sana balik ke kelas! Kamu mengacaukan saja!"
Kania memeluk lengan Aldan dan merengkuh manja, wanita di depannya ini makin terkejut. Kania tertawa jahat melihat ekspresi wali kelasnya yang panik dan keheranan dalam satu waktu. Bagi Kania, itu merupakan hiburan tersendiri, apalagi Bu Anis sering marah-marah kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Daddy
Novela Juvenil[ BUKAN CERITA DEWASA! ALUR MAJU-MUNDUR & FULL DRAMA! ] "Papa Aldan! Di sini haram ya kalau senyum-senyum sama orang yang nggak dikenal!" "Memang ya, pesona laki-laki dewasa nggak ada duanya." Jika banyak cerita tentang cool boy yang menjadi idola c...