Lima Belas - Sebuah Rencana

1.1K 155 136
                                    


"Shit! Gue nggak tau kalau ada orang lain waktu itu. Kalau gue tau, mana mungkin gue berani lakuin itu di gudang sekolah. Apalagi urusannya bakal panjang banget. Emang brengsek orang yang udah nyebar aib begitu!" Kania mengeraskan nada bicaranya. Jelas saja ia kesal, ternyata ada orang yang diam-diam mengambil fotonya ketika ia dan Afredo berciuman di gudang sekolah dua hari yang lalu.

Seruni mendekat ke arah Kania, ia menunjuk ponselnya yang kini digunakan Kania untuk menelpon Ella.

"Lima belas menit lagi." bisiknya pada Seruni. Gadis itu menghela nafas berat, "lima belas menit atau lima jam nih?!" ia sudah mulai lelah menunggu. Sejak satu jam yang lalu ponselnya dipinjam oleh Kania. Itu karena ponsel Kania sudah hancur ketika tragedi kecelakaan itu terjadi.

Kania tidak tahu diri, bukannya mengucapkan terima kasih ia malah mengusir Seruni dari dalam kamarnya. Seruni yang sudah kesal langsung beranjak dan membanting pintu kamar Kania.

"Eh monyong-monyong!" Kania refleks menjadi latah.

"Heh, lo kenapa sih?"

"Kaget gue, babi!" Kania mengelus dadanya sambil menghela nafas, "tuh si anak tikus satu, bacot mulu dari tadi."

"Siapa? Adek lo?"

"Lah siapa lagi buset? Gue kan manggil elo sama yang lainnya babi, yang tikus ya cuma si Seruni doang tuh."

Kania membaringkan dirinya di atas ranjang. Perban yang menempel di kepalanya sudah harus diganti, tapi karena ia sekarang sedang sendirian di dalam ruang rawat, jadi ia menunggu Aldan atau Sharena saja.

"Lo kabarin gue ya kalau Papa atau Mama dateng ke sekolah, jangan lupa!"

"Lah, gimana caranya? Lo kan gak ada hape. Cepetan beli lah yang baru, lo kan anak sultan."

"Pengennya sih begitu, tapi kan nggak semudah itu sekarang. Lagian juga Mama sama Papa masih marah banget sama gue."

"Udahlah, pokonya gue nggak mau tau, lo harus kasih tau gue gimana pun caranya. Lo kesini kek, atau gimana." sambung Kania sebelum ia mengakhiri panggilan.

***

Aldan dan Sharena sedang duduk berdua di depan rumah sakit sembari menikmati bubur ayam yang mangkal di tepi jalan. Tak seperti biasanya, Sharena sekarang tampak murung. Aldan yang berkali-kali membuat jokes untuk menghibur pun hanya di abaikan.

"Jangan terlalu dipikirkan sayang, ingat bayi yang ada di dalam rahimmu," nasihat Aldan sambil mengelus kepala Sharena pelan.

"Kania adalah aib, dia memang tidak tahu diri," Sharena berucap pilu. Ia tak bisa memalingkan pandangannya dari jalanan depan.

Sejak tadi, mangkuk bubur di depannya masih penuh. Ia sama sekali tak menyentuh makanan itu, padahal bubur ayam adalah salah satu makanan favorit Sharena.

Aldan menghela nafas berat, "semuanya sudah terjadi, kita harus menghadapi ini bersama-sama. Jangan terus menerus menyalahkan Kania, lama-kelamaan ia bisa tidak nyaman."

Sharena tak bergeming. Aldan lalu beranjak dari tempat duduk dan menghampiri gerobak penjual bubur. Setelah membayarnya, Aldan kembali mengantar Sharena ke ruangan Kania yang ada di lantai atas.

Aldan dan Sharena melihat Seruni yang sedang duduk di depan ruangan Kania dengan tatapan murung. Mereka berdua menghampiri gadis itu. Melihat kedatangan Aldan dan Sharena, Seruni bisa sedikit senang.

My Cool DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang