Lima Puluh - Kekecewaan

342 22 4
                                    

"Life is full of fake people, right?"
-My Cool Daddy

***

"Akhh ya ampun Aldan!" suara jeritan dokter muda itu terdengar hingga ke lorong rumah sakit.

"Astaga Rachel, tahan sebentar ... ini tidak akan memberatkanmu. Lagipula aku sudah berjanji kan akan membayar semuanya?"

"Tapi cookies itu tidak selalu ada di toko! Mereka menjualnya secara ecer, aku tidak bisa membeli banyak!" Rachel bersungut kesal ketika mengetahui Aldan menghabiskan semua cookiesnya.

"Benarkah? Astaga kenapa semua orang menyembunyikan makanan lezat ini dariku ..." sambil terus mengunyah, Aldan membolak-balik bungkus berwarna coklat muda itu.

"Makanmu sungguh berantakan! Aku tidak mau tau, kamu harus membersihkan remahannya calon ayah! Ke depannya mendidik anak akan lebih sulit, kamu harus berlatih untuk itu."

"Mmm ... kamu tidak sepenuhnya salah sih, tapi kamu kan belum menikah dan punya anak. Benar kan?"

"Hmm iya aku paham maksudmu, kamu sudah terbiasa dengan dua anak gadis bukan? Tapi seorang gadis dan bayi berbeda Aldan."

"Baiklah Bu Dokter, aku akan segera memenuhi perintahmu!" Aldan berdiri dan mengambil sapu yang tergantung di belakang lemari. "Lihat, aku calon ayah yang baik bukan?"

"Hufffttt ..." Rachel menghela napas dan melirik ke arah Aldan yang kini berlalu-lalang di depannya. "Kerjamu cukup bagus, aku jadi tidak perlu susah payah memanggil cleaning servis."

"Heiii apa maksudmu?!" Aldan mengangkat sapu dan rak sampahnya bersamaan hingga membuat Rachel tertawa. "Turunkan dulu dua benda itu, kamu bisa membuat ruanganku lebih kotor lagi Aldan!"

"Hanya ruanganmu, bukan pikiranmu."

Rachel tersenyum tipis, "Aldan yang sekarang bukan lah Aldan yang polos seperti dulu ..."

"Hei polos? Jika aku terlalu polos maka bayi itu tidak akan pernah ada!"

"Ya ampun Aldaaannn ... kamu tidak perlu memberitahuku berulang kali tentang hal semacam itu!" seru Rachel.

"Mengapa? Mengapa tidak boleh? Sejak dulu kita berteman, jangan sampai hanya gara-gara Sharena kamu dan aku ..." ucapan Aldan terhenti ketika tiba-tiba seseorang masuk.

"Hei siapa yang mengizinkanmu masuk? Apa tidak bisa mengetuk pintu terlebih dulu?" Rachel terlihat mengomel pada seorang suster yang lebih muda darinya.

Suster itu tampak terkejut ketika melihat Rachel dan Aldan di sana. Ia salah tingkah hingga menjatuhkan sebuah map berwarna biru tua. "Mm ... maaf dokter saya tidak bermaksud ..."

"Sudahlah Chel," Aldan menyentuh pergelangan tangan Rachel lalu kembali menoleh ke arah suster, "Cepat katakan apa yang ingin kamu sampaikan."

"Ini Dokter Rachel, saya hanya ingin memberikan beberapa analisis pasien. Lalu saya minta maaf jika mengganggu privasi Dokter Rachel."

"Ah untung saja ada Aldan di sini, jika tidak ... aku akan berubah menjadi harimau!" Rachel melontarkan gelak tawa, "Kamu beruntung karena diselamatkan oleh calon ayah yang tampan ini."

Suster itu berdiri di dekat pintu yang sedikit terbuka. Seseorang yang tak sengaja melintas di dekat ruangan Rachel mendengarkan percakapan mereka.

"Terima kasih Dokter Rachel, terima kasih tuan muda. Kalian berdua tampak serasi sekali," puji Suster Riana sebelum pergi keluar dari sana.

Gadis itu masih di sana, ia berdiri di belakang tanaman hias yang sengaja diletakkan di depan ruangan Dokter Rachel. Ia berdiri sambil terus menghapus air matanya. Dalam hitungan menit saja, langkahnya sudah tepat di depan pintu ruangan Dokter Rachel.

"Mmm ... serasi?" Rachel merasa aneh dengan ucapan suster itu barusan. "Ya ampun ada-ada saja."

"Astaga Rachel kamu menggodaku ya!"

"Heh Aldan, bisa-bisanya kamu tersipu malu begitu! Apa Riana cantik ya? Kamu suka dengannya? Huh!" Rachel masih terus tertawa menggoda teman lamanya itu.

"Hmm cantik ... tapi tak menarik!"

"Lalu?"

"Lalu apa?" Aldan masih belum mengerti, ia menaikkan satu alisnya.

"Lalu yang cantik dan menarik itu seperti apa?"

"Seperti ..."

***

Kania tidak bisa mengontrol segala emosi yang meluap dalam dadanya. Sedih, kecewa, marah, kesal, semua perasaan negatif itu bermuara di dalam sana. Semua orang menyebalkan, semua orang menyedihkan!

"Mamaaa!" Kania memeluk erat tubuh Mama Sharena dari belakang. Mama Sharena baru saja keluar dari ruangannya dengan kursi roda, ia dibantu oleh seorang suster jaga.

Kania kini menangis sesenggukan di atas pundak ibunya.

"Kania kenapa Nak?" raut wajah Sharena tampak khawatir.

"Mama ... Mama baik-baik saja kan?" Kania lebih dulu memastikan kondisi ibunya sebelum akhirnya kembali menangis.

Sharena menoleh ke arah suster dan menyuruhnya untuk pergi. Ia dan Kania perlu waktu berdua untuk bicara.

"Cerita pada Mama apa yang terjadi lagi padamu."

"Ma ..." Kania menatap Mama Sharena lekat-lekat. Ia berpikir keras mengenai resiko yang akan terjadi setelahnya. Setelah ia berkata bahwa ...

"Kania melihat Papa Aldan di ruangan Dokter Rachel. Mereka berdua ada di sana."

"Di sana? Tapi ... tapi mungkin saja Papa sedang ada perlu dengan Dokter Rachel kan sayang? Mungkin membicarakan kandungan Mama?" Mama Sharena tetap bersikap tenang meski gemuruh sudah memenuhi hatinya.

"Mungkin saja, tapi ..."

"Tapi apa?" Sharena meremas jemari Kania cukup kuat.

"Tapi mengapa suster tadi berkata bahwa mereka adalah pasangan serasi? Apa maksudnya Ma?! Papa tidak menduakan Mama, kan?!"

Ucapan Kania bagaikan rudal yang meluluh lantahkan Sharena malam itu. Kaki-kakinya melemas, Sharena diam membisu. Ia hanya menitikkan air mata kesedihan sekaligus kekecewaan.

"Siapa sebenarnya Dokter Rachel Ma? Mengapa ia terlihat akrab dengan Papa? Mereka berdua tampaknya bukan sekedar dokter dan pasien biasa."

Sharena menggeleng, "Ada banyak hal yang belum Kania dan Seruni ketahui ya?" ia mencoba tersenyum meski sekarang hatinya sangat sakit.

"Jangan sebut nama Seruni di depan Kania lagi, Ma!" gadis itu tampak murka. "Seruni sama saja dengan Papa! Pengkhianat!"

"Tolong jaga ucapanmu Kania, Mama tahu kalian selalu bertengkar karena masalah sepele. Tapi jangan sampai kamu membenci Seruni seperti itu."

Kania tersenyum miring, "Sepele? Ini lebih dari itu Ma! Setelah ini Kania nggak mau kalau Mama bawa-bawa Kemal dalam urusan kehidupan Kania! Mereka berdua sama saja!"

"Lebih baik sekarang kamu antarkan Mama ke ruangan Dokter Rachel, Kania."

Kania terkejut, ia melihat tubuh Mama Sharena yang sudah lemas. "Ma, tapi kondisi Mama belum pulih benar."

"Lakukan saja Kania, apa kamu mau Mama menganggap semua perkataanmu barusan itu bohong?"

Kania terdiam, ia ada diposisi sulit sekarang. Mana yang harus dikorbankan? Perasaan dan kondisi tubuh Mama Sharena, atau ... kepercayaan Mama Sharena terhadap dirinya?

Menit berlalu tapi Kania masih diam di sana. Dengan helaan napas panjang, langkah kakinya membawa Mama Sharena ke ruangan Dokter Rachel.

***
TBC!
VOTE&KOMEN YAAH

My Cool DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang